Uswatun Hasanah Fitria

Selasa, 11 September 2018

Diskusi Jayanesia

*Rundown & SOP Diskusi online 29/08/2018*

✅1. 20:00-20:15
 Pembukaan, (berisi pengenalan moderator, pengenalan pemateri,dan opening staitment dari pemateri)
✅2. 20:15-20.30
Sesi Diskusi, penyampaian materi diskusi oleh pemateri sebagai pemantik peserta (Gerakan Jayakan Indonesia 2045)
✅3. 20:30 - 21:45
Sesi Tanya-Jawab
- pembahasan diskusi dilakukan 1 per 1 sesuai dengan pertanyaan dari peserta.
- peserta dapat memberikan pertanyaan dan tanggapan sesuai dengan ijin dari moderator.
✅4. 21:45 - 22:00
Closing statement oleh pemateri, dan diskusi ditutup oleh moderator.
πŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒ

         *- Biodata Pemateri  -*
🌱 Nama : Arif Satriantoro
🌱 Tempat, Tanggal Lahir : Aceh, 4 Januari 1990
🌱 Alamat : Jl s parman slipi no 6 slipi Jakarta Barat
🌱 Riwayat Pendidikan :
      - SD : SD Bhakti Jakarta
      - SMP : SMP 89 Jakarta
      - SMA : SMA 65 Jakarta
      - S1 : Univ Sebelas Maret Surakarta, Fakultas Hukum
🌱 Pengalaman Organisasi :
   • Penulis Majalah Novum FH UNS
      _2009 - 2010_
   • Menteri Kajian Strategis BEM FH
      UNS _2010 - 2011_
   • Presiden BEM UNS _2011 - 2012_
   • Sekbid SDM Strategis KAMMI
      Pusat _2015 - 2017_
   •  Kabid SDM Strategis KAMMI
      Pusat_2017 - 2019_
 


πŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒπŸƒ


[29/8 21.26] Uswatun H. F πŸ‡²πŸ‡¨πŸ‡΅πŸ‡Έ


Ijin share

πŸ“πŸ“πŸ“πŸ“
✍️✍️Gernas ini adalah turunan dari platform jayakan indonesia 2045. Yg dibuat pas rakornas lampung 2016
Scara garis besar platform isinya ttg fokus kammi dalam menggarap sdm strategis utk indonesia di masa depan
✍️✍️Kenapa 2045. Karena pas dengan momen 100 tahun kemerdekaan indonesia
✍️✍️Jadi platform jadi smacam panduan arah kader kammi buat berkontribusi di masa depan. Ini jg jadi upaya supaya kammi tidak orientasinya sebatas sbgai kaderisasi politik praktis semata
✍️✍️ Kader kammi bisa masuk ke segala lini kehidupan di negara. Dengan tetap saling berkoneksi dan berjejaring
✍️✍️Tapi tetep memegang ideologi


[29/8 21.32] Uswatun H. F πŸ‡²πŸ‡¨πŸ‡΅πŸ‡Έ:
 Nah di periode ini, platform kita transformasikan jd gerakan publik
Arahnya mau jd sayap kammi
Fungsinya buat membangun basis simpatisan
Juga buat menambah pintu masuk buat kaderisasi kammi Itu filosofisnya
✍️✍️Nah utk gernas gerakannya spt apa. Target kita adalah anak milenial mahasiswa
πŸ“πŸ“Mereka suka dengan hal “konkret”
Misal pelatihan berbasis soft skill dan hard skill Kita akan masuk disitu
✍️✍️Milenial tidak suka hal berbau ideologis atau wacana
Sukanya yg konkret, Kita masuk ke sana
Artinya fokus pada kepakaran dan keprofesionalitasan. Ini kunci anak milenial




Jayanesia 2045 dan Pembangunan Basis Simpatisan KAMMI

Oleh : Arif Satriantoro/ Kabid PSDMS PP KAMMI 2017 - 2019 / Kornas Gernas Jayanesia 2045

Hari ini situasi tidaklah sama. Gerakan mahasiswa mendapat 'tantangan baru yang berat'. Ujian itu terkait munculnya fenomena generasi milenial.

Siapa generasi milenial? Banyak literatur membahas hal ini. Istilah milenial atau millenial dalam Bahasa Inggris muncul pertama kali tahun 1987. Pencetusnya dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam bukunya Generations : The History of America's Future 1584 to 2069 (1991) dan Millennial Rising : The Next Great Generation (2001).

Mengutip dari situs RumahMillenials.com, generasi millenial adalah mereka yang lahir di rentang tahun 1980 sampai 2000an. Merujuk data BPS Tahun 2017, jumlah mereka (usia 15 - 34 tahun) sebanyak 85 Juta Jiwa dari total 261,9 juta penduduk Indonesia. Generasi milenial sangat akrab dengan teknologi, gawai, dan internet. Survei dari aplikasi Yogrt tahun 2017 bahkan menyebut spesifik generasi milenial akar rumput Indonesia ( penghasilan di bawah lima juta Rupiah ) hanya sembilan persen yang tertarik pada isu politik.

Karakteristik generasi milenial menjadi menarik dibahas dalam konteks gerakan mahasiswa. Alasannya sebagai pembacaan ulang terkait pilihan strategi pada tataran praktis gerakan. Lebih mengerucut lagi pada KAMMI sebagai salah satu gerakan mahasiswa Islam dengan basis utamanya kampus. Makin milenialnya mahasiswa sekarang mesti disikapi dengan pendekatan baru. Ini agar gerakan mahasiswa tetap relevan dengan perkembangan zaman.

Para generasi milenial adalah penerus estafet kepemimpinan bangsa. KAMMI tak boleh abai  mencari format relasinya dengan para milenial. Bagaimanapun juga, Indonesia nantinya akan dikelola oleh kita para generasi muda.

Dunia Elit vs Dunia Populis

Bicara gerakan mahasiswa, tak bisa dilepaskan dari politik ekstraparlementer berbasis nilai moral. Para aktivis, sebutan bagi pegiat gerakan mahasiswa, berkutat dalam dunia demonstrasi dan pengkajian kebijakan. Habitus aktivis tak jauh dari membaca, menulis, dan berdiskusi.

Stereotip terbentuk bahwa dunia aktivis adalah 'berat' dan tak populer. Tidak semua orang dapat menikmati dunia aktivis. Menjadi wajar, pilihan bergelut di gerakan mahasiswa tak diambil kebanyakan orang. Mari bandingkan dengan dunia milenial yang serba ringan dan menyenangkan. Kebebasan dan populisme lekat dengan dunia milenial.

Generasi milenial jika dilihat lebih seksama, memunculkan dua tipologi yakni individu apatis serta individu yang turut dalam gerakan perubahan. Tipe pertama larut dalam aktivitas bersifat ngepop (gaya hidup, trend kekinian) dan tipe kedua bergelut dalam aktivitas pragmatis konkret (contoh fenomena start up, bisnis). Meski berbeda, keduanya bersikap non ideologis dalam masalah politik.

Robet Corfe dalam bukunya The Future of Politics : With the Demise of the Left / Right Confrontational System membahas tentang masyarakat Inggris yang berubah ekspresi identitas politiknya dan tidak lagi tercermin pada keanggotaan partai atau afiliasi ideologi tertentu. Masyarakat disana semakin tertuju pada organisasi atau gerakan dengan isu tunggal dan spesifik. Hari ini, fenomena demikian tak hanya terjadi di masyarakat Inggris saja, namun telah menjadi fenomena global. Generasi milenial termasuk juga didalamnya.

Dalam skala umum, masyarakat sekarang bergerak ke arah sikap non ideologis. Korelasinya adalah semakin hilangnya politik aliran di tengah masyarakat. Pada skala lebih khusus, generasi milenial termasuk bagian dari masyarakat secara umum yang tidak ideologis.

Kita bisa melihat model gerakan milenial terkini di kampus - kampus. Mereka membangun pola - pola gerakan konkret dan spesifik dalam suatu isu. Para milenial tidak bergerak atas ideologi tertentu. Prinsip utamanya adalah 'karya konkret'. Di sisi lain, kebermanfaatan mereka dianggap lebih 'terasa langsung' oleh publik ketimbang para aktivis.

Bisa jadi bagi para milenial, bahasan ideologi dianggap abstrak. Disinilah mereka langsung 'bertindak konkret' dan melompati proses pembelajaran ideologi. Padahal ideologi hakikatnya bersifat holistik untuk menjadi landasan segala macam tindakan.

Sayangnya, gerakan mahasiswa terkadang dibenturkan dengan model gerakan ini. Para aktivis dituding 'tidak konkret' dan hidup pada dunia wacana. Aktivis juga dianggap hidup dalam menara gading. Dengan wacana demikian, mahasiswa umum pun cenderung mengamini stereotip negatif ini. Di beberapa kampus, BEM (yang dipegang KAMMI) diserang melalui isu - isu serupa.

Sayap Gerakan KAMMI

Menghadapi fenomena generasi milenial, kader KAMMI beragam menanggapinya. Ada yang pro dan kontra terkait isu ini. Bagi kelompok pertama, fenomena generasi milenial tak perlu disikapi secara khusus. Generasi milenial dianggap sebatas trend zaman. Justru yang diperlukan adalah memperkuat ideologisasi. Sementara kelompok kedua sebaliknya, KAMMI mesti berubah untuk merespon fenomena generasi milenial.

Narasi KAMMI idealnya lebih coba memahami gerak para milenial. Sebab mereka potensial dijadikan basis simpatisan. Dengan watak pragmatis dan 'orientasi konkret' para milenial, KAMMI bisa mengeksplorasi sisi - sisi ini. Organisasi dapat menyediakan ruang - ruang terkait maupun bidang - bidang kepakaran bagi mereka.

Terkait pembangunan basis simpatisan, tujuannya untuk memperluas basis dukungan sosial KAMMI. Mindset demikian mungkin akan asing di internal organisasi. Sebab yang terpatri dipikiran kader adalah KAMMI sebagai organisasi pengkaderan (harokatul tajnid).

Artinya yang dipikirkan bagaimana merekrut kader dan mendidik mereka secara ideologis. Harapannya, mereka akan menjadi ideolog organisasi. Pemikiran demikian tentu tak salah. Namun mengesampingkan pembentukan simpatisan KAMMI juga tidak tepat. Mereka dapat mendukung KAMMI sebagai lingkar kedua untuk melengkapi lingkar inti (kader ideolog).

Lantas bagaimana mentransformasikan ide di atas dalam praksis gerakan? Tentu bukan memformat ulang total gerakan KAMMI. Dimana mengubah core organisasi sebagai gerakan mahasiswa menjadi 'hore - hore' ala milenial. Bukan juga menginjeksi nilai - nilai milenial dalam proses kaderisasi yang sakral dan filosofis. Jawabannya adalah membentuk sayap gerakan yang lebih "cair" untuk menggarap segmen ini. Disinilah Gernas Jayanesia 2045 memiliki peran.

Gerakan ini nantinya akan bergerak dalam bidang  softskill dan hardskill. Konten yang dibawa akan menitikberatkan pada peningkatan kapasitas profesional dan minat bakat mahasiswa. Sebab hal - hal inilah yang sangat diminati milenial. Ini juga sejalan dengan platform Jayakan Indonesia 2045 milik KAMMI yang isinya berfokus pada peningkatan SDM internal maupun SDM Indonesia secara umum.

Nantinya akan terbentuk dua pola bagi KAMMI untuk menggarap mahasiswa. Yang pertama proses kaderisasi yang selama ini berjalan untuk menciptakan kader - kader ideolog. Sedangkan yang kedua melalui Gernas Jayanesia 2045 untuk membentuk simpul simpatisan KAMMI. Inilah jalan moderat yang tidak merusak core KAMMI sebagai gerakan mahasiswa tapi juga tak abai pada fenomena milenial saat ini.

Akhirnya hakikat moral force selalu didengungkan sebagai tugas gerakan mahasiswa. Sayangnya, ini sesuatu yang dapat menjebak. Gerakan mahasiswa larut dalam aktivitas "abstrak" sebagai kelompok penekan. Hal ini tak boleh terjadi di KAMMI. Watak asli gerakan mahasiswa memang tidak boleh luntur, namun diversifikasi gerakan mahasiswa bukan hal haram untuk dilakukan.



Tulisan dilain kesempatan 


Jayanesia 2045, Melawan Stigma "Radikal" KAMMI

Oleh: Arif Satriantoro (Kepala Bidang PSDMS PP KAMMI)

#Catatan Menyambut Rakornas 2018

Term kelompok nasionalis dengan agamis (baca: Islam Ideologis) acapkali dipaksa berhadap - hadapan. Dimana mesti didudukkan laksana oposisi biner yang saling menegasikan. Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan tak jauh berbeda. Dalam medio 2014, saat acara nasional PP KAMMI digelar, beliau menyebut istilah ini dimunculkan untuk mempersepsikan kelompok Islam tidak nasionalis.

Apa sebab? memunculkan istilah nasionalis serta agamis secara bersamaan membangkitkan persepsi tak elok. Bahwa kelompok agamis tidaklah nasionalis. Yakni dihadapkan langsung dengan istilah nasionalis. Kata beliau, lebih tepatnya term nasionalis sekuler dan nasionalis agamis yang dipakai di publik.

Dalam catatan sejarah, menuding kelompok agamis tidak nasionalis adalah tindakan ahistoris. Tak ada pijakan kuat menopang narasi tersebut. Bagaimana bisa melupakan mosi integral gagasan M. Natsir tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Atau kita menutup mata pada konsep perlawanan atas penjajah berbasis identitas keislaman jihad fissabillah.

Apa daya, publik dipaksa secara halus untuk tetap mencurigai kelompok agamis hingga kini. Mulai dari memunculkan narasi segelintir umat pendamba negara agama, hingga rentetan aksi terorisme yang muncul ramai di publik. Ini bermuara pada terbitnya Islamophobia.

KAMMI sebagai salah satu organisasi mahasiswa Islam pun terkena imbas. Persepsi sebagai kelompok Islam kanan masih melekat di benak publik. Tak jelas benar kualifikasi penggolongan istilah ini. Hanya menerka, KAMMI yang sangat bertalian dengan PKS (Islam politik) mungkin jadi penyebabnya.

Terkini, dalam wacana terkait organisasi ekstra dilegalkan di kampus, cendekiawan muslim Azrumardi Azra bahkan tak menyebut nama KAMMI sebagai alternatif gerakan membendung kelompok 'radikal'. Padahal organisasi ekstra berbasis mahasiswa Islam lain tak alpa diucapkannya.

Tak cukup,  KAMMI bersama LDK bahkan dipandangnya sebagai sumber 'radikalisme' di kampus. Seakan melengkapi, cerita Ketua Umum PP KAMMI Irfan Ahmad Fauzi saat menghadiri forum nasional dengan seluruh organisasi ekstra dan beberapa tokoh politik tak jauh berbeda. Ada kekeluan lidah, kata Irfan, untuk mengajak KAMMI melawan isu 'terorisme'.

Di tengah hegemoni wacana melawan 'terorisme', KAMMI seakan harap - harap cemas. Pergiliran label teroris seakan tinggal menunggu waktu. Bisa saja entah kapan KAMMI akan dicap sebagai kelompok teroris.

Perbincangan internal kader sudah banyak mendiskusikan hal ini. Kerusuhan Mako brimob yang menyangkutkan nama LDK atau yang terbaru bom Pasuruan menampilkan gambar buku risalah pergerakan bisa menjadi awalan. 'Tanda - tanda alam' sedang menuju ke arah sana.

Apa yang mesti dilakukan KAMMI? Baiknya kita awali dengan mendekonstruksi isu ini. 'Radikalisme' jika dibongkar bertendensi menuduh kelompok Islam tertentu yang dianggap menentang eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tuduhan 'radikal' juga ditujukan pada kelompok Islam yang dianggap ingin melakukan Islamisasi di Indonesia. Bisa juga digunakan pada kelompok yang tergolong Islam Politik. Isu 'radikal' dengan kata lain adalah tuduhan bahwa kelompok Islam tertentu tidak nasionalis.

Tuduhan ini semakin menguat lantaran 'cita rasa' kelompok yang tertuduh dirasa kurang 'meng-Indonesia'. Narasi kebangsaan kelompok tertuduh tidak dominan atau bahkan tidak ada sama sekali. Gambaran individu mereka pun lebih memancarkan aura ideologis kaku ketimbang aura profesional.

Tudingan 'radikal' kepada kelompok Islam, termasuk juga KAMMI artinya mesti dijawab dengan narasi kebangsaan. Agar kelompok Islam tak lagi diragukan nasionalismenya. Prasyarat menuju hal tersebut mesti diawali dengan kader profesional, memiliki kepakaran, serta ideologis.

Pemikiran Intelektual Muslim Kuntowijoyo dalam bukunya Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia kiranya dapat kita resapi bersama. Ia memandang individu di organisasi Islam masih banyak bercorak ideologis serta generalis. Artinya mereka tidak memiliki keahlian profesional ataupun pakar dalam hal tertentu. Analisis sosial ekonomi pun mereka tidak mampu.

Padahal yang dibutuhkan bukan hanya sekedar organisasi Islam berisi solidaritas antar anggotanya. Individu yang ada mestinya profesional serta spesialis dalam bidang tertentu. Individu di organisasi Islam mesti dapat berorientasi kerja. Secara umum, kondisi di KAMMI belum mengarah kesana.

KAMMI sejak dua tahun lalu telah membangun usaha untuk menepis problem tersebut. Dalam rakornas di Lampung, tercetuslah platform Jayakan Indonesia 2045. Posisi platform ibarat panduan working ideology bagi kader menuju tahun 2045.

Selain itu, platform menegaskan eksistensi KAMMI yang inline dengan masalah kebangsaan. Mempertentangkan relasi Islam dengan negara jelas sikap tak berdasar. Posisi KAMMI jelas sejalan dengan cita cita dan visi besar bernegara.

Di sisi lain, platform juga menegaskan dua hal. Pertama menyangkut KAMMI yang melakukan diversifikasi gerakan. Tak hanya menjadi gerakan jalanan semata, namun juga berfokus pada pengembangan SDM unggul bagi negara di masa datang. Ini akan mendorong KAMMI menciptakan kader yang profesional dan memiliki spesialisasi kemampuan.

Kedua platform menjadi narasi kebangsaan yang ditawarkan KAMMI. Hal ini penting untuk menangkis citra 'radikal' ke KAMMI yang ingin disematkan pihak - pihak tertentu.  Platform adalah bukti ke-Indonesian KAMMI yang peduli dengan masa depan bangsa. Bagaimana bisa menuding KAMMI 'radikal' jika organisasi turut berpikir dan siap berkontribusi membangun bangsa?

Pembangunan SDM unggul di KAMMI tak bisa dipisahkan dengan narasi kebangsaan KAMMI. Dengan membangun SDM unggul, KAMMI secara langsung turut memperkuat internalnya mencetak kader pemecah masalah bangsa. Menguatnya kepakaran nantinya akan berbanding lurus dengan narasi kebangsaan KAMMI.

Meski platform sudah terumuskan, pekerjaan belumlah tuntas. Platform yang sebelumnya berorientasi untuk diinternalisasi bagi kader - kader, mesti bertransformasi menjadi wacana publik yang lebih luas. Platform mesti menjadi counter issue bagi wacana 'radikalisme'.

Akhirnya ketimbang sibuk bersikap defensif dengan mendaku sepenuhnya Indonesia, lebih baik bersikap menyerang dengan menggagas Jayanesia 2045. Jika bisa menyerang, kenapa mesti bertahan?






  • Sangat miris jika saya membiarkan hasil diskusi ada di wa karna wa suka eror tiba-tiba

1 komentar:

Uswatun Berbagi mengatakan...

Yang punya file Gernas bisa berbagi ya