Uswatun Hasanah Fitria

Senin, 25 Mei 2020

Log distance

[12/5 21.06] +62 857-3322-5868: baik, bismillah... mhn ijin, saya Yudha Permana Putra, dalam kesempatan ini akan sedikit berbagi tentang Long Distance Marriage (LDM).  🙏
[12/5 21.08] +62 857-3322-5868: membahas LDM adalah sesuatu yang teramat menarik, selain dari sisi 'ke tak lazim an' di era sekarang ini, juga tantangan dan stigmtisasi yang bisa dimunculkan.
[12/5 21.09] +62 857-3322-5868: Cintalah yang membuatku harus mendaki kepuncak tanggung jawab, dan karenanya semua harus seimbang.

Sekira tahun 2008 – 2009, saya membaca bukunya kang shopian Muhammad, kalau gak salah judulnya ‘manajemen cinta sang  nabi’. Juga membac a buku – buku/ tulisan lepas ttng karakter tangguh sebuah keluarga, termasuk di dalamnya itu adalah kekuatan seorang istri. Seperti sering kita dengar, bahwa dibalik lelaki hebat, selalu ada istri yang selalu siap dengan doa dan lelahnya seorang laki – laki ketika pulang ke rumah, ini juga yang menjelaskan kenapa ‘rumah’ adalah alasan seorang lelaki itu pulang, karena setiap laki – laki membutuhkan energy (mengisi daya) untuk kembali ‘bertarung dilapangan’ guna memenuhi harkat n matabat sebagai seoang kepala keluarga. Istri juga anak – anak kita, adalah energy yang tak habis habisnya, dalam setiap sorot matanya, selalau ada cinta, kehormatan, juga harapan akan masa depan yang baik bagi mereka semua.
[12/5 21.12] +62 857-3322-5868: Kembali tetang LDM, kalau kita tinjau tentang arti atau seperti apa orang melihat juga ‘memaknai’ LDM, tentu akan sangat beragam. Dan disini, saya mecoba menulis berbasis pengalaman juga pemahaman yang muncul seiring waktu. Bagi saya, LDM bukan-lah sebuah pilihan, melainkan tanggug jawab. Tanggung jawab atas pilihan hidup kita, artinya bukan LDM itu kita pilih kemudian ada konsekuensi – konsekuensi yang muncul, tapi LDM itu konsekuensi dari pilihan kita menjadi manusia yang merdeka dan yang bercita-cita untuk bisa memberi manfaat kepada sebanyak mungin orang.  Sedikit kembali ke bukunya kang sophian Muhammad; dalam buku tersebut beliau mengupas tentang tanggung jawab Sang Nabi dari banyak dimensi, dari Sang Nabi sebagai pemuka agama sampai sang nabi sebagai panglima perang, dari nabi sebagai suami bagi istri – istri nya juga sang nabi untuk putra-putri juga cucunya, dan juga dimensi lainnya. Disni, kita mendapati satu fakta bahwa, diluar kehidupan privat kita dengan keluarga, ada juga kehidupan public kita yang harus kita manageg. Satu contoh saja (mhn saya di luruskan bila salah) seingat saya mengaji, peristiwa peperangan (baik kecil maupun  besar, baik yang psywar sampai sdh adu laga antar jago) selepas hijrah itu lebih dari 27 kali, kalau kita rata-rata dalam periode itu, berarti setiap satu tahun ada 2-3 kali kaum muslimin berperang, kalau dalam setahun ada 2-3 kali, tentu kewajiban (askari nya untuk latihan) itu pasti ada. Itu satu dimensi, belum dimensi lainnya dari kehidupan kita, kita sebagai ketua RT, kita sebagai menantu dari mertua kita, kita sebagai cucu dari eyang kita, bisnis kita, juga dimensi – dimensi lainnya.
[12/5 21.14] +62 857-3322-5868: Kalau menjadi manusia merdeka dan yang bercita – cita untuk bisa memberi manfaat itu akan melahirkan konsekuensi (LDM), lalu apa itu LDM dalam pandangan saya? Tentu kalau kita menerjemahkan artinya kan kira – kira ‘hubungan jarak jauh (sdh nikah)’. Apa iya harus begitu? Atau kita tidak mugkin jadi manusia merdeka dengan segudang agenda kebaikan kalau tidak LDM? Nah, disini kembali seperti awal tadi saya menyampaikan, bahwa saya memaknai LDM ini berbasi pengalaman juga pemahaman yang muncul seiring waktu. LDM disini tidak selalu harus lama juga jauh jaraknya (meski yang lama juga jauh sudah barang tentu LDM). Saya sendiri, sebetulnya tidak terlalu jauh jarak dengan istri juga anak – anak, dulu Surabaya – bojonegoro, sekarang semarang – bojonegoro.  Tiap pekan selalu pulang, mungkin yang disini juga malah ada yang lebih lama juga lbih jauh jaraknya dari pada saya. Dan yang utama, LDM adalah tentang tanggung jawab moril, social juga spiritual kita. Artinya, tanpa itu, tidak ada alasan bagi kita untuk memilih LDM. Saya sendiri misalnya, kenapa tidak membawa anak istri ke semarang? Ya karena saya punya ruang publik (dimensi social) yang cukup besar di desa, baik dengan petani, tokoh pemuda sampai tetua – tetua kampung. Lha apa kalau sepekan sekali PP itu juga bisa optimal? Saya kira disini justru seni nya, tentang bagaimana kita megatur waktu, prioritas juga membuat kita tidak bingung karena ‘nganggur’. Pernah seorang ustad menasehati saya; berikan beban itu kepda orang ‘sibuk’, niscaya dia teruji dan akan memberikan dampak, jangan kepada pengangguran (kecuali ini sebagai pelatihan n bukan tugas berat) nanti malah gak jalan.
[12/5 21.15] +62 857-3322-5868: Lalu, apa bisa tetap menjadi manusia merdeka bagi kita yang memilih tidak LDM? Tentu bisa, sepanjang mau terus terlibat dengan kepentingan publik, intinya bahwa kita tidak sedang memilih hidup sendiri (abai kepada kewajiban moril, social juga spiritual kita) karena ketika kita memiih dan terlibat dalam tanggung jawab social, maka sudah barang tentu ada ‘jeda waktu’ kita dengan keluarga. Dan ini baik untuk menghadirka rasa rindu itu sediri.
[12/5 21.16] +62 857-3322-5868: LDM dalam praktiknya memang tidak mudah, apalagi untk sebuah awalan juga jarak yang terlampau jauh, jelas ini membutuhkan waktu adaptasi yang cukup. Sepanjang pengalaman saya, saya selalu memulai untuk memberikan satu nilai edukasi terlebih dulu kepada keluarga (anak juga istri) bahwa apa yang sedang kita lakukan itu dalam rangka tanggung jawab moril, social juga spiritual tad, sehingga jarak dan waktu adalah sesuatu yang pasti bisa kita lewati bersama, apalagi sekarang kita dimudahkan oleh teknologi. Yang kedua, setiap kita pulang, ketemu dengan anak dan istri, kita harus memastikan bahwa kita akan memberikan waktu yang terbaik buat mereka semua, perhatian, buah tagan dan ucapan – ucapan yang mereka rindukan. Saya bahkan sudah pada satu kesimpulan, “karena jarak itu menciptakan rasa rindu, kadang – kadang kita perlu untuk tidak bertemu dalam 2-3 hari”. Dan yang ketiga, saya melihat LDM ini memang akan baik kalau kita tidak melewatiya di atas usia 45 tahun dan kondisi istri yang bekerja.
[12/5 21.19] +62 857-3322-5868: Baik mas @⁨Diskusi Pustaka Saga⁩ mkn sesi 1 ini dulu, sambil kita kunyah bareng2 dan kita diskusikan dua arah agar lbh asik juga temen2 bersemangat

👌🏼
[12/5 22.03] +62 857-3322-5868: dalam satu potongan sejarah di era amirul mu’minin umar bin khattab, beliau sampai merotasi pasukannya, berdasar ‘survei’ yang belaiu lakukan, termasuk mengonfimasi kepada putri beliau, seorang perempuan paling lama ditinggalkan dengan batas maksimal 5-6 bulan. Artinya apa? Sejauh kita melewati LDM, seyogyanya kita memberi hak kepada semua tanggung jawab dengan seimbang, sepeti pesan Rasulullah kepada abu darda “sesungguhnya Tuhan-mu punyak hak, juga nabi-mu, juga istri-mu, aka seimbangkanlah”
jadi, kita harus bener-benar serius bila dihadapkan dengan pilihan LDM, artinya semua harus kita piker secara matang. Saya mendapai satu fakta yang menarik juga bagus untuk terus kita kaji agar kedepan lahir solusi yang memadai dalam problem ini; tentang suami yang ditinggal istrinya kerja diluar negeri dan dampak setelah itu kepada suami, anak juga lingkungannya. Yang terjadi justru lebih banyak ‘kerusakan moral’, karena ketika ‘isu poligami’ sangat tidak populis dimasyarakat kita hari ini, sementara seorang lelaki pada posisi yang sulit karena ditinggal istrinya dalam bilangan tahun, maka pelariannya sudah barang tentu adalah ‘jajan’, dan ini yang harus kita selesaikan bersama, ini yang kemudian saya maksudkan dalam paparan pertama tadi; bahwa tidak boleh ada pilihan LDM hanya karena ekonomi.karena ketika kita memilih itu, sama hal nya kita sedang menyiapkan ‘masalah besar’ esok hari.
[12/5 22.04] +62 857-3322-5868: Sesungguhnya semua profesi juga pekerjaan adalah hal yang baik, karena semua kita lakukan dalam rangka menjaga kehormatan kita dan keluarga agar tidak sampai meminta, kecuali yang memang itu menyalahi syariat, namun dari profesi juga pekerjaan yang baik tadi, ketika kita salah dalam membangun prioritas , juga dampaknya akan tidak baik, misalnya tadi, seseorag yang memilih bekerja dengan jarak yang jauh dalam hitungan tahun, sementara keluarga di desa dan jelas ada yang tak seimbang dalam hak nya.
[12/5 22.04] +62 857-3322-5868: Nah, dari materi ini tadi, yuk kita lebih banyak sharing, karena bab ini, lebih banyak yang harus kita diskusikan karena memang terkait dengan hal teknis melewainya, bukan semata tentang teori. Apalagi LDM yang bisa berimbas kepada keretakan rumah tangga. Agar kita bisa belajar bersama disini.
[12/5 22.15] Diskusi Pustaka Saga: Baik, ada pertanyaan dari mas @⁨Jo Hat⁩

Berdasarkan pengalaman mas, boleh tau ngga cara mas buat mendidik anak-anak mas selama LDM ini?
[12/5 22.22] +62 857-3322-5868: [12/5 20.44] Mas Yudha Permana: Siap, mencoba menjawab.

Saya sejak awal, pernah bilang ke istri, bahwa Al umm madrasatul ula (ibu adlh sekolah pertama buat anak2nya) dan ini juga menegaskan akan arti tanggung jawab yg tidak main2. Meski ini juga bukan berarti kita -laki2- melepaskan tanggung jawabnya.

Saya setiap pulang, ketika mau sampai rumah, pasti kontak istri, biasanya anak2 akan menyambut di depan rumah, dan selepas sampai depan rumah, kita -sampai sekarang- kayak sinetron begitu hehe,, saya jongkok n buka tangan lebar2, dua anak saya berlarian menuju saya untuk saya peluk, dan itu sangat mereka sukai... Karena tadi, ada rasa rindu yg mereka rasakan
[12/5 20.46] Mas Yudha Permana: Pas sdh d rumah, biasanya saya menemaninya bermain, meski kadang tidka seharian full, tapi saya selalu memilih untuk di momen dan kondisi yg dia suka, misalkan kita main kuda2an atau Simba2an (anak raja singa), kita kelahi dan kita pastikan dia menang (untuk menumbuhkan rasa percaya diri n keberanian) kadang juga saya ajak main ke toko mart dng saya bekali uang secukipnya untuk belajar tanggung jawab, fokus dan sesuai apa yg awal di inginkan sblm berangkat.
[12/5 20.54] Mas Yudha Permana: Kalau saya pas di rumah, Alhamdulillah, porsi pembicaraan dng si kecil sangat banyak, mulai dari dia bercerira pas di sekolahnya (yg intinya minta di tanggapi) juga urusan dengan temen2 bermainnya... Dan sejak awal, saya sepakat dng istri bahwa pembentukan karakter harus lbh dominan, dari tanggung jawab, memberikan ucapan terimakasih, meminta maaf kalau salah dan memberi kepada temen mainnya, Alhamdulillah yg ini kita lakukan terus dan anak2 sngt terbiasa dengan itu. Insyaallah, mhn doanya agar Istiqomah.

Perihal konsep parenting, saya terus terang Ndak pernah ikut sekolah atau pelatihannya, saya ttp belajar kpd siapa saja, dan menurut saya, TDK ada rumus tunggal dlm mendidik seseorang, jd kemampuan kita dekat dengan anak, adalah kunci dlm menemukan potensi juga kecenderungannya
[12/5 22.33] Diskusi Pustaka Saga: Feedback dari mas @⁨Jo Hat⁩

Berarti memang harus dipahami dengan istri dari awal ya. Kalau boleh tau lagi dari masnya sendiri kalau menemukan suatu masalah saat berada di rumah menurut mas baiknya saat itu juga diselesaikan ataukah tidak masalah diselesaikan nanti?
[12/5 22.36] +62 857-3322-5868: Saya lebih memilih membuka komunikasi mas, alias bertanya kalau ada yg gak sreg. Saya orang yg sangat yakin, bahwa setengah dr masalah itu selesai dng komunikasi, setengahnya lagi bersama mencari jalan keluar. Pasti ada dlm hidup kita yg TDK selalu cocok, dan itu saya melihatnya manusiawi, tapi pas tidak cocok, kita duduk berbicara, itu akan jauh lbh baik
[12/5 22.38] Diskusi Pustaka Saga: Baik, selanjutnya Monggo closing statement nya mas 😃🙏
[12/5 22.49] +62 857-3322-5868: Khair, yg pertama terimakasih mas @⁨Diskusi Pustaka Saga⁩ sdh di undang sharing, meski blm layak sebetulnya berbagi pengalaman juga cerita2, namun semua saya niatkan untuk bisa saling menasehati, terutama diri saya sendiri, dan semoga ada guna juga manfaat buat temen2 sekalian.


Yg kedua, LDM adlh pilihan yg sngt mungkin kita ambil bila kita memenuhi pra syarat: 1. Bahwa yang sedang kita lakukan adlh dlm rangka tanggung jawab kita secara moril, sosial n spiritual. 2. Bahwa kita LDR tidak karena faktor ekonomi juga usia diatas 45. Dan yg ke 3. Menjadi normal (hidup sebagaimana pada umumnya) adlh baik, sepanjang dia ttp memilih aktif di masyarakat.

Sungguh, kita akan terus memerlukan rindu, dan jarak(juga waktu) adalah pra syarat dari lahirnya kerinduan. 🙏

Tidak ada komentar: