Uswatun Hasanah Fitria

Minggu, 31 Mei 2020

Bedah buku Netizenokrasi




Berikut materi yang saya ikuti di grup 
Saat ulang tahun penerbit Pustaka Saga
Sengaja simpan di blog supaya materi gak hilang.

Selamat membaca. 

INI Foto pemateri ya sedangkan pamflet ini gak sesuai sama judul maaf ya gengs. saya kehilangan pamflet aslinya



 Saya mengucapkan terma kasih atas kehadiran teman2 di forum ini, semoga dapat memberi insight bagi dunia gerakan milenials. Kita ubah diskusinya menjadi tertulis saja, krn td ada interupsi dr beberapa peserta agar menggunakan teks saja. ☕

Pertama, saya akan mengulas sedikit perihal buku ini secara ringkas.
 Netizenokrasi terdiri dari 3 bab, di mana setiap bab terdapat 12 esai yang, setiap esai hanya membutuhkan 3 menit untk dibaca.

 Pesatnya kemajuan di bidang sosial dan ekonomi, telah menciptakan pola dan struktur baru bagi masyarakat menengah Indonesia.  Masyarakat kelas menengah ialah mereka yang aman secara material, otonom secara intelektual, dan independen secara sosial.
Kemajuan ini pada akhirnya mendorong proses demokratisasi dan kebebasan dalam menentukan pilihan-pilihan hidup. Baik kebebasan dalam konteks konsumsi, maupun kebebasan dalam menentukan pilihan politik, beserta spektrum yang mengiringinya.

Ini awal mula munculnya fenomena Netizenokrasi. ☕
Ciri utama dari masyarakat kelas menengah ini terdiri dari tiga dimensi, yaitu sejahtera, terdidik, dan terkoneksi. Ketiga dimensi ini menjadi fondasi terciptanya masyarakat yang kritis (critical society) dan masyarakat yang partisipatif.

Milenials, juga masuk ke dalam kategori Kelas mMnengah ini.
Milenials lalu menjelma menjadi komponen dominan dalam struktur demografi kita. Sehingga memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi arah pasar dan politik domestik. Ini bagian menariknya, knp akhirnya milenials banyak dikaji dan dibahas di berbagai forum. Termasuk banyak ditulis di berbagai buku.

 Secara teoritis, Istilah Netizenokrasi dikonstruksi dari 3 variabel pokok, yaitu:
1. Media Sosial (tempat)
2. Netizen (pelakunya, salah satunya milenials)
3. Demokrasi (sistemnya)

Sehingga terbentuklah Netizenokrasi.
Netizenokrasi sendiri merupakan istilah yg saya "buat" sbg antitesis terhadap istilah lainya, seperti digital activism, digital society, dll.

Menurut saya, perlu ada istilah dan teori baru untuk menyebut fenomena politik di era digital ini, akhirnya tercetuslah Netizenokrasi. ☕

Berhubung buku ini lebih fokus mengkaji relevansi dan shifting milenials di era Netizenokrasi, ada baiknya kita lihat milenials dari ciri yg paling subtil.
Ciri dan karakter *pertama*, yaitu Generasi milenial adalah generasi paling kolektif sepanjang masa.

Karakter kolektif ini tidak hanya didorong kecenderungan psikologis, tetapi juga difasilitasi oleh kehadiran media sosial yang membantu para milenial untuk mengaktualisasikan dorongan kolektif mereka.

Tidaklah heran apabila Indonesia menjadi satu-satunya negara dimana penetrasi media sosial semakin tinggi namun alih-alih membuat para milenial semakin individualis malah membuat mereka semakin kolektif. Wujudnya dapat ditemukan dalam berbagai komunitas yang kini bermunculan.

Organisasi politik dan gerakan dapat mengambil semangat kolektifisme ini dalam melakukan rekrutmen anggota dan pengkaryaan kader.

Kolektifisme berakar dari semangat gotong royong. ☕

 *Kedua*
Lihai mengkustomisasi budaya dan merespons peristiwa

Generasi milenial di Indonesia tidak secara bulat-bulat menelan tren 'overseas' yang masuk ke dalam negeri, akan tetapi mereka terjemahkan dalam warna serta bentuk yang sesuai dengan nilai-nilai kelokalan. Kita bisa lihat bagaimana tren popular mengejawantah akhir-akhir ini.

Dalam hal ini, dunia aktivisme perlu memberikan sudut pandang baru dalam melihat perkembangan sosial-politik. Tak hanya didorong oleh viralisme, tapi juga hadir dengan titik kritik yang berbeda. Gerakan perlu mengkustomisasi informasi lalu men-delivery dengan informasi yg baru.

Ini bagian dari contingency management skills yang harus dipupuk dalam kehidupan sosial kita.

Skill mengkustomisasi adalah satu hal yg unik dr kita semua.

Jadi, kalau kita masih terjebak pada arus viralisme, kita belum milenials. πŸ˜„

Ironisnya, banyak aktivitas gerakan dan politik didorong oleh afus viralisme. Seolah-olah, kalau gak viral, gak gerak. Hehe

 *Ketiga*

Sadar akan butuhnya komunitas

Generasi hari ini bergeliat melalui komunitas untuk menciptakan berbagai perubahan sosial. Atau, dalam level yang lain mereka menjadikan komunitas sbg sarana aktualisasi.

Di komunitas mereka punya penonton, pembaca, dan afirmasi.

Dalam hal berkomunitas, milenial mulai menyadari bahwa karya mereka akan lebih mudah tersalurkan apabila mereka berkomunitas dan bekerja secara kolektif dgn sesama mereka. Memiliki ikatan yg sama dalam hal pemikiran atau hobi.

Mereka tidak secara pasif menunggu hadirnya perubahan dari struktur formal, akan tetapi bergerilya membuka ruang kreasi bagi pemuda lain di sekitar mereka. Komunitas tumbuh kembang dengan pesat dalam ranah hobby, atau sesuatu yang tidak membuat mereka harus merasa berjuang ketika menjalankannya.

Banyaknya komunitas yang muncul menjadi fenomena tersendiri di dunia gerakan anak muda dan mahasiswa.

 *empat*

Selanjutnya, Native Demokrasi

Generasi hari ini menjadi generasi yang tumbuh besar di era transisi politik, yaitu reformasi 1998.

Oleh karena itu, mereka memiliki karakter yang sangat terbuka terhadap bahkan bereksperimen dengan berbagai paham ideologis.

Generasi ini sangat kritis serta tidak _take it for granted_ dalam menerima sebuah paradigma tertentu.

Politik milenial Indonesia sebetulnya ditandai sejak era reformasi.

 *Kelima*

Pembaca sejarah yang baik

Generasi ini adalah generasi yang retrospektif.

Mereka tak hanya melihat ke saat ini atau masa depan, akan tetapi mereka juga melihat ke belakang untuk mendapatkan inspirasi. Kita bisa dapati saat ini Generasi milenials banyak menghidupkan kembali berbagai tren lama juga berinteraksi dengan para _trendsetters_ dari kalangan generasi X.

Dalam dunia gerakan, Kita adalah generasi yang membaca sejarah, dan belum tercatat dalam sejarah. Itulah knp, tindak gerak kita lebih didorong oleh romantisme sejarah. Ini wajar dan harus. Lalu kita mengkustomisasi-nya dgn perkembangan zaman.

*Enam*

Well Connected

adalah generasi yang terkoneksi. Kemana-mana pasti mencari wi-fi, bukan hanya untuk bersosial media saja akan tetapi mereka memiliki kebutuhan dasar untuk sharing dan mengetahui update informasi yang berkembang dari berbagai belahan dunia. Mereka adalah orang pertama yang mengetahui kabar berita penting di pagi hari.


pertanyaan peserta:
 Saya sudah khatam buku nya ABG, abg pernah menyebut kan di buku abg bahwa kita para milenial bisa membuat opini sendiri Krn opini sblm dtg nya media sosial selalu dikuasai oleh media2 besar seperti tv radio dan lainnya..namun hadirnya medsos menjadikan kita bisa membuat isu atau opini sendiri..yg saya perhatikan saya melihat media2 besar seperti tv hari ini berpindah juga membuat YouTube dan medsos lainnya...artinya mereka media besar juga masih bisa buat menggiring opini baru ditengah masyarakat.. bagaimana tanggapan abg???

jawaban pertama
 Terima kasih bro Malik Vanedi atas feedback-nya senang sekali mendengar bro Malik khatam baca bukunya.

Kaitannya dengan media, milenials menjadikan media sosial sebagai jalur utama mereka bersuara, sekaligus membangun opini. Penetrasi milenials di medsos terbilang tinggi dan dominan. Namun, bukan berarti mereka sama sekali tdk dipengaruhi boleh media mainstream seperti TV. Sebab, banyak juga media korporat yg aktif di media sosial dan meramaikan dunia pemberitaan.

Hanya saja, meskipun penetrasi medsosnya tinggi, milenials perlu mendapat pendidikan literasi lebih banyak, mengingat masih banyak netizen yg rawan hoax dan fakenews, serta puber informasi.

pertanyaan kedua:
 Lalu bagaimana jika seperti generasi alpha yg ketika dia lahir lgsg di pengaruhi oleh medsos, akankah lebih berbahaya lagi mereka?? soalnya seperti kita ketahui kita ini adalah representasi dari referensi yang kita miliki artinya kita sadar atau tidak pasti akan dipengaruhi oleh referensi kita..

 Generasi Neo-alpha (untk menyebut generasi baru ini) hidup dan lahir sbg warga teknologi informasi.

Saya pikir, Neo-alpha akan menjadi generasi paling melek terkoneksi dan memiliki ciri berbeda dgn generasi kita.
Misalnya, mereka lebih berfikiran terbuka, dan sepectable.

Spectable adalah potret masyarakat tontonan yg percaya diri untk tampil di hadapan publik.

Negatifnya, mungkin kepekaan sosial mereka akan lebih banyak dipicu oleh media sosial, bukan hasil interaksi di lapangan.

jawaban:
 Neo alpha adalah the truth seeker yg berada di antara titik konsevatif dan modernitas.

Di satu sisi mereka ingin menunjukkan diri sebagai generasi baru, di sisi lain mereka "diganggu" oleh romantisme sejarah generasi sebelum mereka.
Oke, saya ucapkan terimakasih yg sebesar-besarnya atas feddback dan respons positif-nya. Semoga diskuso malam ini memberi manfaat. Saya juga memohon maaf atas kekurangannya.

Apabila ada yg perlu didiskusikan lagi, bisa melalui WA ini. 😁

Saya akhiri, wassalamu'alaikum wrwb. πŸ™

Senin, 25 Mei 2020

Mencari Beasiswa luar Negeri

[29/4 21.04] +62 878-8440-0992: Saya Gading, saat ini sedang studi S2 di The University of Manchester, Inggris, dg beasiswa LPDP.

Malam ini saya akan berbagi pengalaman tentang mencari beasiswa.
[29/4 21.05] +62 878-8440-0992: Saya sering mendapatkan pertanyaan tentang bagaimana mendapatkan beasiswa lanjut studi ke luar negeri, seperti:

1. “Mas, saya ingin lanjut sekolah ke luar negeri, apakah ada saran?”

2. "Mas, mana yang harus disiapkan lebih dulu? IELTS, LoA, atau beasiswa?"

3. “Mas, sebaiknya lanjut kuliah langsung atau kerja dulu?”
[29/4 21.07] +62 878-8440-0992: Pada kesempatan kali ini saya akan mengulas ketiga pertanyaan tersebut. Namun, sebelum membahas aspek teknis, saya ingin teman-teman memahami satu hal yang sangat mendasar: *bagaimana menghadapi penolakan.*
[29/4 21.07] +62 878-8440-0992: Beasiswa itu *mirip jodoh*. Yang paling pintar, paling siap, paling tajir, paling jago bahasa Inggris, paling berprestasi, belum tentu dapat lebih dulu. Ada banyak faktor yang memengaruhi sukses tidaknya aplikasi beasiswa kita. Mulai dari pilihan universitas dan negara, standar pemberi beasiswa, sampai hal-hal teknis seperti dokumen yang kita unggah. Jadi, selalu siap dengan kemungkinan ditolak.
[29/4 21.09] +62 878-8440-0992: Saya sendiri sudah berkali-kali ditolak, baik oleh pemberi beasiswa maupun universitas. Kalimat semacam *“we regret to inform you that your application was not successful”* sudah jadi santapan rutin.
[29/4 21.09] +62 878-8440-0992: Awalnya memang tidak mudah untuk menerimanya. Bagaimana mungkin aplikasi yang telah kita siapkan sebaik mungkin selama berminggu-minggu ditolak begitu saja seolah tak berguna? Sakit nggak sih? Tapi, kalau sudah ditolak, kita tidak bisa melakukan apa-apa selain bangkit dan mencoba kembali. Merasa kecewa itu wajar. Tapi, pertunjukan harus terus berlanjut. The show must go on!
[29/4 21.10] +62 878-8440-0992: Berikut adalah beberapa contoh surat penolakan yang saya terima.
[29/4 21.11] +62 878-8440-0992: Itu belum semuanya. Ada beberapa yang bahkan saya tidak diberi kabar dan sampai sekarang tidak tahu bagaimana nasibnya. Namun, satu hal yang pasti, semua penolakan itu memberi saya banyak ruang untuk memperbaiki diri. Jika saya sudah diterima pada percobaan pertama, mungkin tidak banyak pengalaman yang bisa saya bagi, dan tidak banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari sana.
[29/4 21.11] +62 878-8440-0992: Alhamdulillah, setelah perjuangan panjang, saya berkesempatan melanjutkan studi master di The University of Manchester (UoM), Inggris, dengan beasiswa LPDP. Saya mengambil jurusan MSc Advanced Leadership for Professional Practice (Nursing).
[29/4 21.13] +62 878-8440-0992: *Tiga Pertanyaan Utama*

Ketika ada yang bertanya *“Mas, saya ingin lanjut sekolah ke luar negeri, apakah ada saran?”*, saya sejujurnya bingung karena pertanyaan tersebut sangat luas.

Teman-teman perlu menspesifikkan beberapa hal.
[29/4 21.14] +62 878-8440-0992: Untuk memulainya, ada tiga pertanyaan yang perlu dijawab terlebih dulu:

• Apakah sudah menentukan negara atau kampus atau jurusan tujuan?

• Apakah ada beasiswa yang diincar?

• Apakah sudah memiliki sertifikat bahasa Inggris baik IELTS maupun TOEFL, atau bahasa asing lainnya (jika perlu)?
[29/4 21.14] +62 878-8440-0992: Menurut saya, pertanyaan lain hanyalah turunan dari ketiganya, yang mana ketiganya pun saling berkaitan. Bagi yang sudah memiliki semuanya, bolehlah kita membahas teknis pendaftarannya. Namun, bagi yang belum, dan kebanyakan memang belum tahu harus memulai dari mana, ketiganya harus clear dulu.
[29/4 21.15] +62 878-8440-0992: Luar negeri itu luas. Ada ribuan kampus di luar sana. Tidak mungkin kita mau lanjut sekolah tapi belum tahu mau ke mana, bukan? Nah, kalau kita masih buta dengan kampus luar negeri, kita bisa membuka beberapa laman pencarian kampus yang cocok dengan jurusan kita.
[29/4 21.15] +62 878-8440-0992: Saya pribadi sering membuka laman topuniversities.com (by QS World University Ranking) yang menyediakan informasi universitas dan jurusan kampus-kampus top dunia sekaligus ranking mereka. Namun, apakah pilihan kampus harus sesuai dengan ranking, itu bisa kita diskusikan nanti. Banyak pula laman lain yang bisa teman-teman gunakan, misalnya mastersportal.com, findamasters.com, masterstudies.com, dll.
[29/4 21.15] +62 878-8440-0992: Yang jelas, semakin bagus kampus itu, semakin sulit kita masuk. Artinya, persiapan kita harus lebih matang, terutama syarat-syarat dasar seperti pengalaman dan skor bahasa Inggris.
[29/4 21.16] +62 878-8440-0992: Nah, bagi yang merasa persiapannya masih ala kadarnya, kita bisa mematok target yang lebih terjangkau. Target ini harus kita sesuaikan dengan tingkat persiapan kita, terutama bahasa Inggris, rencana berangkat, pengalaman kerja, dll.
[29/4 21.17] +62 878-8440-0992: Sekedar info, University of Manchester bagi saya empat tahun lalu adalah target yang terlalu tinggi. Namun, seiring berjalannya waktu dan matangnya persiapan, itu menjadi target yang sangat realistis.
[29/4 21.18] +62 878-8440-0992: *Duluan Mana, IELTS, LoA, atau Beasiswa?*

Setelah tanya tips dan trik, pertanyaan yang sering muncul lagi adalah *“Mas, mana yang harus disiapkan lebih dulu? IELTS, LoA, atau beasiswa?”* Sama seperti sebelumnya, jawaban dari pertanyaan ini adalah: tergantung.
[29/4 21.19] +62 878-8440-0992: Secara umum, kita bisa menyiapkan ketiganya secara simultan alias bareng-bareng. Ini adalah contoh timeline ketika saya dapat beasiswa LPDP.
[29/4 21.20] +62 878-8440-0992: Tapi, ada juga beasiswa yang tidak memerlukan nilai IELTS dan LoA DI AWAL. Contohnya Chevening dan Australia Award. Teman2 bisa langsung daftar tanpa bermodalkan sertifikat bahasa Inggris maupun offer dari kampus. Dimintanya nanti setelah diterima.
[29/4 21.20] +62 878-8440-0992: TAPIII, Chevening mensyaratkan minimum pengalaman kerja setara dengan 2 tahun, dan standar esainya cukup tinggi. Sementara Australia Award memang tidak mematok minimum IELTS, tapi kemampuan bahasa Inggris yang sudah kita capai akan tetap jadi pertimbangan (nanti akan ada pelatihan bahasa Inggris buat awardee). So inget, bisa daftar bukan berarti mudah diterima loh ya!
[29/4 21.21] +62 878-8440-0992: Nah, kalau dari awal sudah bilang, "Mas, aku pengen nyoba LPDP, boleh minta saran ini dan itu?", maka saya akan jawab, "Nilai IELTS-mu sudah berapa? Kalau belum 6,5, kejar IELTS-nya dulu."
[29/4 21.21] +62 878-8440-0992: Ini bukan saya sok-sokan tidak mau bagi ilmu, tapi untuk LPDP syarat minimum IELTS-nya adalah 6,5. Kalau nekat mendaftar dengan nilai di bawah itu, bisa DIPASTIKAN bakal ditolak sejak seleksi berkas. KECUALI, kalian adalah bagian dari kelompok afirmasi yang macamnya berderet-deret itu.
[29/4 21.22] +62 878-8440-0992: Buat yang jalur reguler seperti saya, yang jumlahnya semakin minoritas, IELTS 6,5 itu syarat mutlak yang tidak bisa ditawar. Banyak juga teman-teman saya yang tidak jadi daftar LPDP karena IELTS-nya belum mencapai standar minimum LPDP. So, daripada capek-capek nyiapin syarat-syarat lain, fokus aja buat dapat IELTS 6,5.
[29/4 21.22] +62 878-8440-0992: Terus kalau IELTS-nya masih di bawah 6,5 bagaimana? Apakah bisa mendaftar beasiswa ke luar negeri?
[29/4 21.23] +62 878-8440-0992: *Jawabannya BISA!*

Tapi tentu opsi untuk ini tidak banyak. Biasanya masih di sekitaran Asia. Menurut pengalaman saya, di Taiwan masih ada beberapa kampus dan beasiswa yang menerima nilai TOEFL minimal 500. Pada tahun 2016, saya masih menganggap tes IELTS itu sangat sulit digapai. Itulah mengapa bagi saya kuliah di Eropa itu masih seperti mimpi di siang bolong. Makanya saya mencari opsi beasiswa yang dekat-dekat, salah duanya Taiwan dan Jepang (yang dua-duanya ditolak juga).
[29/4 21.23] +62 878-8440-0992: Setelah tes IELTS pertama bulan Juni 2017, saya beruntung dapat nilai 6,5 dan akhirnya bisa mendaftar LPDP, meskipun ujungnya ditolak. Nilai IELTS 6,5 ini tidak hanya bisa dipakai daftar LPDP, tapi juga membuat opsi pilihan universitas dan beasiswa semakin luas.
[29/4 21.24] +62 878-8440-0992: Rata-rata kampus Eropa mensyaratkan minimal nilai IELTS 6,5, baik dengan atau tanpa syarat minimum band. Tentu ini perlu dilihat lagi jurusan sama kampusnya ya. Ada kampus-kampus yang standarnya lebih tinggi. But, at least, mimpi di siang bolong itu mulai terlihat nyata.
[29/4 21.24] +62 878-8440-0992: Nilai overall IELTS 6,5 untuk kasus saya memang bisa dipakai mendaftar LPDP, tapi kampus mensyaratkan minimum band 6,0. Saya hanya dapat LoA conditional (Lihat slide ke-2) karena nilai writing saya 5,5. Jadilah saya masih harus berjuang untuk dapat memperbaiki nilai IELTS, tes 2x dan terakhir dapat nilai 7,0 dengan minimum band 6,5.
[29/4 21.24] +62 878-8440-0992: Mungkin ada yang merasa perjalanan ini berliku. Tapi saya tahu beberapa orang yang perjalanan mencari beasiswanya lebih berliku daripada saya. Tes IELTS bisa sampai 6-7 kali karena ada band yang tidak memenuhi, atau nilai overall kurang. Itulah mengapa, karena peluang gagal di IELTS ini besar, saya tidak hanya mengandalkan 1 beasiswa saja. Saya pun mencari beberapa peluang kampus dan beasiswa lain yang sekiranya cocok dengan nilai IELTS saya, meskipun mayoritas gagal.
[29/4 21.25] +62 878-8440-0992: *Langsung lanjut atau kerja dulu?*

Sekarang kita membahas soal kerja vs lanjut studi.

Tahun lalu saya membuat survei kecil-kecilan di Instastory. Survei membuktikan bahwa 77% dari 73 orang yang vote di story saya memilih untuk kerja dulu daripada langsung lanjut kuliah. Beberapa yang memberi alasan mengatakan kerja dulu untuk cari modal. Soalnya biaya tes IELTS, persiapan bahasa Inggris, dll. itu MAHAL sodara2!
[29/4 21.26] +62 878-8440-0992: Alasan lainnya, ada mbak2 dari PNS Kemenkeu bilang kalo gak bisa lanjut langsung soalnya ada aturan baru bisa lanjut 2 tahun setelah pendidikan terakhir. Ya, kalau abdi negara memang harus ikut aturan yaa...
[29/4 21.27] +62 878-8440-0992: Beberapa orang pernah bertanya, apakah untuk lanjut sekolah diperlukan pengalaman kerja?
[29/4 21.27] +62 878-8440-0992: Well, jawabannya sangat tergantung mau sekolah di mana. Beberapa jurusan dan beasiswa mewajibkan pengalaman kerja dengan durasi tertentu. Misal Chevening wajib harus kerja minimal 2 tahun. Lalu, mayoritas jurusan keperawatan juga mewajibkan pengalaman klinik. Kalau ambil MBA, juga wajib punya pengalaman kerja. Apalagi yang course by research, biasanya dilihat dari pengalaman penelitian. TAPIII, banyak juga jurusan yang tidak mensyaratkan itu. So, kalau memang mau ingin langsung, pastikan dulu persyaratannya.
[29/4 21.28] +62 878-8440-0992: Apakah pengalaman kerja menunjang aplikasi?
[29/4 21.28] +62 878-8440-0992: YES, definitely!

Karena mereka yang sudah bekerja biasanya lebih siap untuk menerima materi kuliah karena sudah tahu kondisi lapangan. Jadi tidak meraba-raba dari awal. Dan, yang lebih penting, pastikan pekerjaanmu linier dengan jurusan yang kamu ambil.
[29/4 21.28] +62 878-8440-0992: Saat mendaftar, biasanya kita diminta untuk menulis di esai atau personal statement apa saja TELAH, SEDANG dan AKAN kamu kerjakan, dan bagaimana kuliah/beasiswa yang kamu ambil membantu pencapaian tujuanmu itu? Esai inilah yang jadi pertimbangan baik dari kampus/beasiswa untuk menerima kamu/tidak. Kalau kamu sudah bekerja, tentu akan lebih mudah untuk menjabarkan poin-poin tersebut.
[29/4 21.29] +62 878-8440-0992: Kalau belum bekerja bagaimana? Inilah tantangan dari yang mau langsung lanjut. Tapi jangan bersedih, kamu tetap bisa diterima asalkan bisa menunjukkan kelebihanmu, misal saat kuliah pernah ikut organisasi A, mengelola project B, menulis paper C, dsb. Apa yang kita lakukan selama di kampus biasanya tetap dihitung sebagai pengalaman kok.
[29/4 21.29] +62 878-8440-0992: Saya sebenarnya dulu juga iseng-iseng nyoba lanjut sekolah sebelum bekerja. Alasan utamanya: setelah lulus bingung mau ngapain! Diakui atau tidak, banyak yang seperti itu. Kampus memang zona nyaman bagi mereka yang belum siap kembali ke realitas. Kalau udah lulus tapi belum bekerja, kok dikiranya pengangguran. Kan kesannya nggak enak gitu. Maka pilihannya adalah lanjut sekolah.
[29/4 21.29] +62 878-8440-0992: Tapi itu bukan satu-satunya alasan. Beberapa teman berpikir kalau segera S2, nanti bisa ambil PhD pada usia muda. Masuk dunia profesional dengan gelar master juga bisa memperkuat profil kita. Selain itu, kalau langsung sekolah setelah lulus biasanya masih idealis, belum terkontaminasi dunia kerja yang serba ruwet, belum ada tanggungan keluarga juga, sehingga selain studi bisa sekaligus bersenang-senang.
[29/4 21.30] +62 878-8440-0992: Meskipun banyak peluang dari langsung lanjut, saya bersyukur tidak jadi menjalaninya. Sekarang, setelah bekerja selama kurang lebih 3 tahun, saya jadi lebih mantap untuk lanjut S2. Beberapa skill yang menunjang seperti penelitian, analisis, dll. juga sudah lebih matang dan insyaAllah akan memperlancar studi. Selain itu, saat lulus nanti, saya juga gak bingung cari kerja karena ada opsi untuk kembali ke tempat kerja lama.
[29/4 21.30] +62 878-8440-0992: Kelemahan dari kerja dulu adalah terlena. Beberapa teman yang sudah asyik bekerja jadi lupa kalau dulu ingin lanjut kuliah. Belum lagi kalau sudah dapat gaji besar, posisi yang nyaman, atau keluarga kecil yang bahagia. Kalau sudah begitu, untuk memulai kembali akan sangat berat. Perlu komitmen tinggi untuk kembali ke zona perjuangan, baik waktu persiapan maupun saat menjalani studi.
[29/4 21.30] +62 878-8440-0992: Ini adalah ringkasan plus-minus lanjut sekolah langsung maupun bekerja dulu.
[29/4 21.31] +62 878-8440-0992: So, setelah mempertimbangkan uraian di atas, teman2 mau yang mana? Langsung lanjut sekolah? Kerja dulu? Atau, terpaksa kerja dulu karena belum ada beasiswa untuk lanjut sekolah? Hehe...

Semua tergantung pilihan teman2.

Log distance

[12/5 21.06] +62 857-3322-5868: baik, bismillah... mhn ijin, saya Yudha Permana Putra, dalam kesempatan ini akan sedikit berbagi tentang Long Distance Marriage (LDM).  πŸ™
[12/5 21.08] +62 857-3322-5868: membahas LDM adalah sesuatu yang teramat menarik, selain dari sisi 'ke tak lazim an' di era sekarang ini, juga tantangan dan stigmtisasi yang bisa dimunculkan.
[12/5 21.09] +62 857-3322-5868: Cintalah yang membuatku harus mendaki kepuncak tanggung jawab, dan karenanya semua harus seimbang.

Sekira tahun 2008 – 2009, saya membaca bukunya kang shopian Muhammad, kalau gak salah judulnya ‘manajemen cinta sang  nabi’. Juga membac a buku – buku/ tulisan lepas ttng karakter tangguh sebuah keluarga, termasuk di dalamnya itu adalah kekuatan seorang istri. Seperti sering kita dengar, bahwa dibalik lelaki hebat, selalu ada istri yang selalu siap dengan doa dan lelahnya seorang laki – laki ketika pulang ke rumah, ini juga yang menjelaskan kenapa ‘rumah’ adalah alasan seorang lelaki itu pulang, karena setiap laki – laki membutuhkan energy (mengisi daya) untuk kembali ‘bertarung dilapangan’ guna memenuhi harkat n matabat sebagai seoang kepala keluarga. Istri juga anak – anak kita, adalah energy yang tak habis habisnya, dalam setiap sorot matanya, selalau ada cinta, kehormatan, juga harapan akan masa depan yang baik bagi mereka semua.
[12/5 21.12] +62 857-3322-5868: Kembali tetang LDM, kalau kita tinjau tentang arti atau seperti apa orang melihat juga ‘memaknai’ LDM, tentu akan sangat beragam. Dan disini, saya mecoba menulis berbasis pengalaman juga pemahaman yang muncul seiring waktu. Bagi saya, LDM bukan-lah sebuah pilihan, melainkan tanggug jawab. Tanggung jawab atas pilihan hidup kita, artinya bukan LDM itu kita pilih kemudian ada konsekuensi – konsekuensi yang muncul, tapi LDM itu konsekuensi dari pilihan kita menjadi manusia yang merdeka dan yang bercita-cita untuk bisa memberi manfaat kepada sebanyak mungin orang.  Sedikit kembali ke bukunya kang sophian Muhammad; dalam buku tersebut beliau mengupas tentang tanggung jawab Sang Nabi dari banyak dimensi, dari Sang Nabi sebagai pemuka agama sampai sang nabi sebagai panglima perang, dari nabi sebagai suami bagi istri – istri nya juga sang nabi untuk putra-putri juga cucunya, dan juga dimensi lainnya. Disni, kita mendapati satu fakta bahwa, diluar kehidupan privat kita dengan keluarga, ada juga kehidupan public kita yang harus kita manageg. Satu contoh saja (mhn saya di luruskan bila salah) seingat saya mengaji, peristiwa peperangan (baik kecil maupun  besar, baik yang psywar sampai sdh adu laga antar jago) selepas hijrah itu lebih dari 27 kali, kalau kita rata-rata dalam periode itu, berarti setiap satu tahun ada 2-3 kali kaum muslimin berperang, kalau dalam setahun ada 2-3 kali, tentu kewajiban (askari nya untuk latihan) itu pasti ada. Itu satu dimensi, belum dimensi lainnya dari kehidupan kita, kita sebagai ketua RT, kita sebagai menantu dari mertua kita, kita sebagai cucu dari eyang kita, bisnis kita, juga dimensi – dimensi lainnya.
[12/5 21.14] +62 857-3322-5868: Kalau menjadi manusia merdeka dan yang bercita – cita untuk bisa memberi manfaat itu akan melahirkan konsekuensi (LDM), lalu apa itu LDM dalam pandangan saya? Tentu kalau kita menerjemahkan artinya kan kira – kira ‘hubungan jarak jauh (sdh nikah)’. Apa iya harus begitu? Atau kita tidak mugkin jadi manusia merdeka dengan segudang agenda kebaikan kalau tidak LDM? Nah, disini kembali seperti awal tadi saya menyampaikan, bahwa saya memaknai LDM ini berbasi pengalaman juga pemahaman yang muncul seiring waktu. LDM disini tidak selalu harus lama juga jauh jaraknya (meski yang lama juga jauh sudah barang tentu LDM). Saya sendiri, sebetulnya tidak terlalu jauh jarak dengan istri juga anak – anak, dulu Surabaya – bojonegoro, sekarang semarang – bojonegoro.  Tiap pekan selalu pulang, mungkin yang disini juga malah ada yang lebih lama juga lbih jauh jaraknya dari pada saya. Dan yang utama, LDM adalah tentang tanggung jawab moril, social juga spiritual kita. Artinya, tanpa itu, tidak ada alasan bagi kita untuk memilih LDM. Saya sendiri misalnya, kenapa tidak membawa anak istri ke semarang? Ya karena saya punya ruang publik (dimensi social) yang cukup besar di desa, baik dengan petani, tokoh pemuda sampai tetua – tetua kampung. Lha apa kalau sepekan sekali PP itu juga bisa optimal? Saya kira disini justru seni nya, tentang bagaimana kita megatur waktu, prioritas juga membuat kita tidak bingung karena ‘nganggur’. Pernah seorang ustad menasehati saya; berikan beban itu kepda orang ‘sibuk’, niscaya dia teruji dan akan memberikan dampak, jangan kepada pengangguran (kecuali ini sebagai pelatihan n bukan tugas berat) nanti malah gak jalan.
[12/5 21.15] +62 857-3322-5868: Lalu, apa bisa tetap menjadi manusia merdeka bagi kita yang memilih tidak LDM? Tentu bisa, sepanjang mau terus terlibat dengan kepentingan publik, intinya bahwa kita tidak sedang memilih hidup sendiri (abai kepada kewajiban moril, social juga spiritual kita) karena ketika kita memiih dan terlibat dalam tanggung jawab social, maka sudah barang tentu ada ‘jeda waktu’ kita dengan keluarga. Dan ini baik untuk menghadirka rasa rindu itu sediri.
[12/5 21.16] +62 857-3322-5868: LDM dalam praktiknya memang tidak mudah, apalagi untk sebuah awalan juga jarak yang terlampau jauh, jelas ini membutuhkan waktu adaptasi yang cukup. Sepanjang pengalaman saya, saya selalu memulai untuk memberikan satu nilai edukasi terlebih dulu kepada keluarga (anak juga istri) bahwa apa yang sedang kita lakukan itu dalam rangka tanggung jawab moril, social juga spiritual tad, sehingga jarak dan waktu adalah sesuatu yang pasti bisa kita lewati bersama, apalagi sekarang kita dimudahkan oleh teknologi. Yang kedua, setiap kita pulang, ketemu dengan anak dan istri, kita harus memastikan bahwa kita akan memberikan waktu yang terbaik buat mereka semua, perhatian, buah tagan dan ucapan – ucapan yang mereka rindukan. Saya bahkan sudah pada satu kesimpulan, “karena jarak itu menciptakan rasa rindu, kadang – kadang kita perlu untuk tidak bertemu dalam 2-3 hari”. Dan yang ketiga, saya melihat LDM ini memang akan baik kalau kita tidak melewatiya di atas usia 45 tahun dan kondisi istri yang bekerja.
[12/5 21.19] +62 857-3322-5868: Baik mas @⁨Diskusi Pustaka Saga⁩ mkn sesi 1 ini dulu, sambil kita kunyah bareng2 dan kita diskusikan dua arah agar lbh asik juga temen2 bersemangat

πŸ‘ŒπŸΌ
[12/5 22.03] +62 857-3322-5868: dalam satu potongan sejarah di era amirul mu’minin umar bin khattab, beliau sampai merotasi pasukannya, berdasar ‘survei’ yang belaiu lakukan, termasuk mengonfimasi kepada putri beliau, seorang perempuan paling lama ditinggalkan dengan batas maksimal 5-6 bulan. Artinya apa? Sejauh kita melewati LDM, seyogyanya kita memberi hak kepada semua tanggung jawab dengan seimbang, sepeti pesan Rasulullah kepada abu darda “sesungguhnya Tuhan-mu punyak hak, juga nabi-mu, juga istri-mu, aka seimbangkanlah”
jadi, kita harus bener-benar serius bila dihadapkan dengan pilihan LDM, artinya semua harus kita piker secara matang. Saya mendapai satu fakta yang menarik juga bagus untuk terus kita kaji agar kedepan lahir solusi yang memadai dalam problem ini; tentang suami yang ditinggal istrinya kerja diluar negeri dan dampak setelah itu kepada suami, anak juga lingkungannya. Yang terjadi justru lebih banyak ‘kerusakan moral’, karena ketika ‘isu poligami’ sangat tidak populis dimasyarakat kita hari ini, sementara seorang lelaki pada posisi yang sulit karena ditinggal istrinya dalam bilangan tahun, maka pelariannya sudah barang tentu adalah ‘jajan’, dan ini yang harus kita selesaikan bersama, ini yang kemudian saya maksudkan dalam paparan pertama tadi; bahwa tidak boleh ada pilihan LDM hanya karena ekonomi.karena ketika kita memilih itu, sama hal nya kita sedang menyiapkan ‘masalah besar’ esok hari.
[12/5 22.04] +62 857-3322-5868: Sesungguhnya semua profesi juga pekerjaan adalah hal yang baik, karena semua kita lakukan dalam rangka menjaga kehormatan kita dan keluarga agar tidak sampai meminta, kecuali yang memang itu menyalahi syariat, namun dari profesi juga pekerjaan yang baik tadi, ketika kita salah dalam membangun prioritas , juga dampaknya akan tidak baik, misalnya tadi, seseorag yang memilih bekerja dengan jarak yang jauh dalam hitungan tahun, sementara keluarga di desa dan jelas ada yang tak seimbang dalam hak nya.
[12/5 22.04] +62 857-3322-5868: Nah, dari materi ini tadi, yuk kita lebih banyak sharing, karena bab ini, lebih banyak yang harus kita diskusikan karena memang terkait dengan hal teknis melewainya, bukan semata tentang teori. Apalagi LDM yang bisa berimbas kepada keretakan rumah tangga. Agar kita bisa belajar bersama disini.
[12/5 22.15] Diskusi Pustaka Saga: Baik, ada pertanyaan dari mas @⁨Jo Hat⁩

Berdasarkan pengalaman mas, boleh tau ngga cara mas buat mendidik anak-anak mas selama LDM ini?
[12/5 22.22] +62 857-3322-5868: [12/5 20.44] Mas Yudha Permana: Siap, mencoba menjawab.

Saya sejak awal, pernah bilang ke istri, bahwa Al umm madrasatul ula (ibu adlh sekolah pertama buat anak2nya) dan ini juga menegaskan akan arti tanggung jawab yg tidak main2. Meski ini juga bukan berarti kita -laki2- melepaskan tanggung jawabnya.

Saya setiap pulang, ketika mau sampai rumah, pasti kontak istri, biasanya anak2 akan menyambut di depan rumah, dan selepas sampai depan rumah, kita -sampai sekarang- kayak sinetron begitu hehe,, saya jongkok n buka tangan lebar2, dua anak saya berlarian menuju saya untuk saya peluk, dan itu sangat mereka sukai... Karena tadi, ada rasa rindu yg mereka rasakan
[12/5 20.46] Mas Yudha Permana: Pas sdh d rumah, biasanya saya menemaninya bermain, meski kadang tidka seharian full, tapi saya selalu memilih untuk di momen dan kondisi yg dia suka, misalkan kita main kuda2an atau Simba2an (anak raja singa), kita kelahi dan kita pastikan dia menang (untuk menumbuhkan rasa percaya diri n keberanian) kadang juga saya ajak main ke toko mart dng saya bekali uang secukipnya untuk belajar tanggung jawab, fokus dan sesuai apa yg awal di inginkan sblm berangkat.
[12/5 20.54] Mas Yudha Permana: Kalau saya pas di rumah, Alhamdulillah, porsi pembicaraan dng si kecil sangat banyak, mulai dari dia bercerira pas di sekolahnya (yg intinya minta di tanggapi) juga urusan dengan temen2 bermainnya... Dan sejak awal, saya sepakat dng istri bahwa pembentukan karakter harus lbh dominan, dari tanggung jawab, memberikan ucapan terimakasih, meminta maaf kalau salah dan memberi kepada temen mainnya, Alhamdulillah yg ini kita lakukan terus dan anak2 sngt terbiasa dengan itu. Insyaallah, mhn doanya agar Istiqomah.

Perihal konsep parenting, saya terus terang Ndak pernah ikut sekolah atau pelatihannya, saya ttp belajar kpd siapa saja, dan menurut saya, TDK ada rumus tunggal dlm mendidik seseorang, jd kemampuan kita dekat dengan anak, adalah kunci dlm menemukan potensi juga kecenderungannya
[12/5 22.33] Diskusi Pustaka Saga: Feedback dari mas @⁨Jo Hat⁩

Berarti memang harus dipahami dengan istri dari awal ya. Kalau boleh tau lagi dari masnya sendiri kalau menemukan suatu masalah saat berada di rumah menurut mas baiknya saat itu juga diselesaikan ataukah tidak masalah diselesaikan nanti?
[12/5 22.36] +62 857-3322-5868: Saya lebih memilih membuka komunikasi mas, alias bertanya kalau ada yg gak sreg. Saya orang yg sangat yakin, bahwa setengah dr masalah itu selesai dng komunikasi, setengahnya lagi bersama mencari jalan keluar. Pasti ada dlm hidup kita yg TDK selalu cocok, dan itu saya melihatnya manusiawi, tapi pas tidak cocok, kita duduk berbicara, itu akan jauh lbh baik
[12/5 22.38] Diskusi Pustaka Saga: Baik, selanjutnya Monggo closing statement nya mas πŸ˜ƒπŸ™
[12/5 22.49] +62 857-3322-5868: Khair, yg pertama terimakasih mas @⁨Diskusi Pustaka Saga⁩ sdh di undang sharing, meski blm layak sebetulnya berbagi pengalaman juga cerita2, namun semua saya niatkan untuk bisa saling menasehati, terutama diri saya sendiri, dan semoga ada guna juga manfaat buat temen2 sekalian.


Yg kedua, LDM adlh pilihan yg sngt mungkin kita ambil bila kita memenuhi pra syarat: 1. Bahwa yang sedang kita lakukan adlh dlm rangka tanggung jawab kita secara moril, sosial n spiritual. 2. Bahwa kita LDR tidak karena faktor ekonomi juga usia diatas 45. Dan yg ke 3. Menjadi normal (hidup sebagaimana pada umumnya) adlh baik, sepanjang dia ttp memilih aktif di masyarakat.

Sungguh, kita akan terus memerlukan rindu, dan jarak(juga waktu) adalah pra syarat dari lahirnya kerinduan. πŸ™

Menjaga Fokus pada life plan

[13/5 21.05]
 Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. *Salam kesatuan* untuk kita semua πŸ€™πŸ».

_Pertama_, perkenalkan saya ARNA, alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Kesibukan saat ini di Beastudi Etos wilayah Surabaya sebagai supervisor, sekjen KAMMI Daerah Surabaya, dan beberapa kegiatan kehumasan. ☺️

_Selanjutnya_, perkenankan saya untuk sedikit sharing terkait _*"Menjaga Fokus pada Lifeplan"*_

 Pernah disuatu forum saya menekankan bahwa _merencanakan hidup (membuat lifeplan) itu bagai *membentangkan tali*, dimana ujung satu kita pegang, ujung lainnya kita kaitkan pada goal kita. Jika case terburuk lampu kota mati dan angin puting beliung terjadi, tingkat kebingungan akan terminimalisir. Karena apa? kita tetap tahu arah jalan, tinggal *FOKUS* pada sandi yang telah kita ciptakan._

_Daniel Goleman_ dalam bukunya yang berjudul _“FOCUS, The Hidden Driver of Excellence”_ menyebutkan bahwa secara sainstis fokus itu menggambarkan *sebaik apa kita mengerjakan berbagai tugas*, dan diantara fokus dan kesuksesan terdapat *“hidden most time”* yang menuntut kita untuk menyelesaikannya dengan baik. Nah, disinilah tantangan buat kita untuk mengolah waktu yang ada _seapik_ mungkin, sehingga goal yang sudah direncanakan akan benar benar tercapai. Dan disini juga kita seringkali menemui hambatan, entah dari manapun datangnya.




*Inner focus* akan mengarahkan kita pada _intuisi_, tetap berpegang teguh pada nilai yang direncanakan, *bagaimana kita mengelola pikiran, perasaan, dan emosi dengan baik.* Inner focus ini dibutuhkan dalam pengambilan keputusan. Misalnya saja pada suatu saat kita dihadapkan pada suatu kejenuhan, semua usaha telah kita lakukan, namun tak ada yang berbuah manis. Lalu kita sedikit oleng, ada sedikit bersitan niat untuk mengurungkan apa yang telah direncanakan, disinilah inner focus akan berperan, memotivasi kembali kita untuk kembali _on the track_. Contoh lain lagi terkait mengandalikan emosi, _“So, while emotions can drive our attention/focus, with active effort we can also manage emotion top down, take over the brain’s choices of what to ignore.”_

 *Other focus* akan memperluas jaringan yang kita miliki dengan orang lain dikehidupan kita, *bagamana kita bisa bersikap manusia terhadap manusia*, membangun rasa *empati*. Other focus ini dibutuhkan dalam _kerja tim_. Karena tidak bisa dipungkiri dalam mewujudkan goal, kita butuh campur tangan orang lain. Dengan memanfaatkan other focus ini kita seperti *menanam investasi* yang memiliki porsi cukup besar dalam tercapainya goal yang sudah kita rencanakan sebelumnya.
[13/5 21.18] +62 882-2625-6320: Yang terakhir *outer focus* akan mengarahkan kita dengan benar di dunia yang luas ini, *bagaimana kita bisa memandang apa yang ada disekitar kita adalah sebuah sistem*. Outer focus ini dibutuhkan dalam kita _berpikir strategis_. Disini kita dituntut untuk memandang luas bumi, menyapu ke setiap bagiannya untuk mencari kesempatan walaupun disela-sela bebatuan, serta melihat badai seakan akan tak ada kabut yang menghalangi.


 *Top down focus* membutuhkan waktu lebih untuk bersama sesuatu, menghadapi satu hal pada satu waktu dan memberikan analisis mendalam tentangnya. Sedangkan *bottom up focus* lebih pada pekerjaan multitask, scanning pekerjaan secara paralel atau bersamaan. Kedua focus ini memiliki sisi positif dan negative nya masing-masing, saling melengkapi satu sama lain, tinggal kita dituntut _smart dalam menempatkannya._


 Namun yang perlu ditekankan adalah _“Full focus gives us a potential doorway into flow. But when we choose to focus to one thing and ignore the rest, we surface a constant tension-usually invisible.”_

Seperti halnya sebuah beam yang menerima beban dari girder girder yang ada. Jika tegangan yang terkonsentrasi kepadanya terus menerus tinggi dan kekuatan awalnya sudah menurun, maka akan terjadi defleksi bahkan bisa fracture.



*1. Well focused/balance*
Menyeimbangkan ketiga jenis fokus tadi, fokus pada rencana yang sudah kita buat, tidak mengenyampingkan orang lain, serta tetap memperhatikan lingkungan sekitar kita.

*2. Membuat _moments reflection_*
Moment reflection akan mengerahkan kita pada dua hal besar yaitu mengingatkan kembali hal-hal yang pernah kita lakukan, mengevaluasi kembali, dan juga bisa jadi sarana penghibur lara hati hehe.

 Membangun _self awareness_*
Kesadaran diri merupakan essential focus yang akan mengantarkan kita menapaki jalan yang kita desain. Dengan melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita, serta menciptakan self control yang baik. Sadar kemampuan kita seberapa untuk bisa mencapai tujuan kita, bagian mana saja yang perlu diimprove. Sadar posisi kita sekarang masih ada dimana, kurang step apa lagi untuk mencapai goal kita.

4. Mencoba _Reading Other_*
Menciptakan empathy, fokus pada cita-cita bukan merupakan alasan untuk kita mengabaikan orang disekitar kita. Dr Reiss mengatakan, *"Emphaty actually save time in the long run”.* So, cobalah berinvestasi secara invisible ini. ☺️

Tips terakhir adalah *Smart practice*
Anda mungkin sering mendengar *"The myth of 10.000 hours”*, bahwa _“the 10.000 hours rule that this level of practice holds the secret to great success in any field”_


Pertanyaannya adalah,  _apakah Anda mempercayai mitos ini???_

Anders Ericsson mengatakan, _*“You don’t get benefit from mechanical repetition, but by adjusting your execution over and over to get closer to your goal.”*_

 *Jadi* seberapapun lama kita mencoba dan mencoba *gak ada gunanya*, apalagi setiap kalinya hanya mengulangi kesalahan yang sama. Yang benar adalah belajar dari kesalahan, melakukan *repetisi dengan beberapa perbaikan*. Memang pengalaman adalah guru yang terbaik, namun guru yang terbaik juga perlu mengajarkan teori yang dia dapat agar tidak jatuh dalam lubang yang sama.

_"Hours and hours of practice are necessary for great performance but not sufficient. How expert in any domain pay attention while practicing make a crucial difference.”_

πŸ”œ Harus ada perbaikan, harus ada perubahan, harus ada perbedaan

Assalamu'alaikum. Izin bertanya.

Barakallah fikum, jazakumullah khairan,

Perkenalkan saya Guntur Sitania dari Ambon (Alumni Beastudi Etos Ambon).

Yang ingin ditanyakan ialah mengenai pengaruh lingkungan (dari luar) terhadap fokus kita dan sebagai juga bagian bagaimana kita mengambil peran di masyarakat.

Contoh kasus di Maluku (khusus lingkungan saya) adatnya sangat tinggi sehingga susah mengingatkan atau tdk nyaman di tempat tinggal. Misalnya puasanya hanya 3 hari awal, menganggap laki-laki yang tidak suka mabuk itu banci, dan suka berkelahi dll.

Bagaimana menjaga fokus kita ditengah pengaruh sosial seperti ini?
[13/5 22.05] +62 882-2625-6320: Terimakasih atas pertanyaannya mas guntur. Dalam hemat saya jika memang yang mas guntur lakukan adalah hal yang benar, ya lanjutkan saja.

Terkait masalah adat memang masalah yang cukup pelik, hampir dialami setiap pelosok wilayah, yang membedakan hanyalah jenis dan intensitasnya saja, keberadaannya selalu bisa dipastikan.

Saran saya tetaplah lakukan yang baik menurut mas guntur dan perlakukan mereka selayaknya manusia saja, yang memang selalu ada sisi salah. Perlakukan mereka sebaik mungkin, seakan akan tidak ada hijab atau sekat diantara kalian. Hingga pada akhirnya mereka merasa "gak papa itu si guntur gak kayak kita tapi yang penting dia baik, acara kerja bakti selalu datang diawal dan pilang diakhir, ada tetangga kesusahan selalu dibantu dst"
[13/5 22.07] +62 882-2625-6320: Pernah suatu saat saya dapat cerita dari seorang ustadz. Ini terkait kebiasaan berjabat tangan di daerahnya, walaupun yang bukan mahram, jabat tangan dianggap ritual yang wajib. Akhirnya ustadz saya ini memutuskan ketika berkunjung selalu membawa sembako. Lama kelamaan saudara jauhnya ini merasa biasa dan bilang "gak papa si A gak mau jabat tangan sama aku, orangnya baik aja lo tiap kesini bawa sembako"
[13/5 22.09] +62 895-3523-95350: Hatta (UGM)
Maaf mbak mau tanya, boleh jelasin lebih detail ngga apa itu top down focus sama bottom up focus?
[13/5 22.09] +62 895-3523-95350: Zikri Saputra dari Lampung. Izin bertanya mba.
Bagaimana, pemuda menjada fokus agar tidak memiliki mental cengeng seperti mudah putus asa. ? Dan bagaiman peran pemuda desa, apakah harus punya life plan jyga, dan yang seperti apa
[13/5 22.15] +62 882-2625-6320: Baik terimakasih pertanyaannya mas hatta ☺️.

Top down focus lebih pada kita fokus pada *SATU HAL* saja. Sedangkan bottom up focus lebih pada fokus yang kita ciptakan ketika mengerjakan *MULTITASK* atau *BANYAK HAL*.

Tentu dalam penggunannya kita harus pandai. Misal dalam pekerjaan menjadi pengawas ujian maka kita perlu menggunakan bottom up focus, untuk bisa menyapu ke semua peserta didalam ruangan.
Beda lagi jika kita sedang mengerjakan soal kalkulus maka kita harus menggunakan top down focus sehingga perhitungan nya gak salah. Ibaratnya seperti itu
[13/5 22.23] +62 882-2625-6320: Terimakasih atas pertanyaannya mas zikri ☺️.

Pemuda adalah aset terbesar bangsa, tentunya bukanlah pemuda yang cengeng ataupun menye menye. Tips agar hilang mental cengeng dari saya adalah *rasakan hidup dengan sebenar benarnya*. Cobalah keluarlah rumah, berjalanlah dimuka bumi yang luas ini, maka akan ditemui berbagai permasalahan yang membuka mata kita, bahwa masih banyak yang mambutuhkan uluran tangan kita, mengingatkan kepada kita hidup ini tak semudah yang kita bayangkan ferguso... Serta coba rasakan susahnya cari uang, mencoba hidup mandiri. Cobalah segala seni hidup, maka akan kau dapatkan warna warninya

Terkait peran janganlah kita terlalu muluk muluk berpikir. Cukup membumikan peran dilingkungan RT misalnya, ikut aktif karang taruna, pengajian dst. Dan life plan sudah sepatutnyalah dimiliki oleh setiap orang

Assalamu'alaikum. Izin bertanya.

Barakallah fikum, jazakumullah khairan,

Saya mahmud dari Malang. bermaksid menanyakan.

mnrt pemahaman diri saya, saya tipe org yg mudah bosan dan menyukai tantangan. hal ini membuat pola kerja saya suka dalam tekanan dan tempo yang cepat. sedang saat ini saya sedng berjuang d skripsi yang pengambilan datanya tertunda krn corona.
alaih2  fokus menyelesaikan skripsi sebisanya. saya malah tertarik dgn berbagai course online dan volunteers online. sedang tugas utama *skripsi jd terbengkalai.
saya sadar harus segera berubah. tp ini sedikit sulit bagi saya
mohon sentilan jawabnya kak

terimakasih πŸ€—
[13/5 22.32] +62 882-2625-6320: MasyaaAllah terimakasih atas pertanyaannya mas mahmud ☺️.

Saya jadi teringat masa masa mengerjakan skripsi. Saran saya buat alokasi waktu sedetil mungkin ditiap harinya. Mungkin, dari 15 jam aktif ditiap harinya, mas mahmud bisa membagi 2 jam untuk skripsi, 6 jam untuk memperbanyak bekal akhirat, 3 jam untuk hobi, 4 jam untuk rumah dan keluarga.
Dan yang perlu diperhatikan adalah *dimulai saat ini juga* dan harus istiqomah (seperti Rasulullah yang harus meng qodho sholat malamnya jika missed).

Ingat ya dimulai saat ini juga. Jika akan dimulai *nanti atau besok*, akibatnya fatal, ya tetap nanti saja dan besok saja hehe.

Semangat skripsinya mas mahmud. Kalo kata dosen saya "skripsi yang baik adalah skripsi yang selesai" ☺️πŸ’ͺ🏻πŸ’ͺ🏻
[13/5 22.40] +62 895-3523-95350: Wah, masyaAllah. Luar biasa sekali pemaparan dan jawabannya pada malam ini.

Membangun fokus memang sulit. Tapi alangkah semuanya akan mudah jika kita tau apa saja step step terbaiknya.

Mulai hari ini yuk kita mulai rasakan hidup sebenar-benarnya. Tanyakan pada diri apa Top Down Focus kita. Apalagi pada momentum malam 10 hari terakhir Ramadhan ini. Ini adalah waktu terbaik untuk bermuhasabah 😊
[13/5 22.46] +62 882-2625-6320: Terimakasih juga kepada mbak moderator ☺️
[13/5 22.46] +62 882-2625-6320: _mengejar harapan impian_
_fokuslah kawan_
_fokus ke depan menjanjikan_
_fokus ke samping menguatkan_
_fokus ke belakang menuai pelajaran_
_menghampiri kenangan kejayaan_
_memilah bekas kepedihan_
_fokus ke atas menambah kekuatan_
_fokus ke bawah menawarkan kesadaran_

_"Bayangkan Anda adalah *seorang pemain basket* yang sedang bertanding dilapangan. Fokus ke *depan* adalah fokus pada ring lawan, bawalah bola ( *potensi* yang kamu miliki) ke arah ring lawan, masukkan, dan cetaklah skor terbaik, entah triple point dst. Fokuslah juga ke *samping*, yaitu pada lawan ( *orang disekitar, team dst*) yang senantiasa mengincar bola yang kau pegang. Fokuslah pula ke *belakang*, bisa kau ibaratkan sebagai kawan dalam satu tim ataupun pertandingan pertandingan yang pernah atau gagal kau taklukkan ( *pengalaman*). Fokuslah ke *atas*, melangitkan *doa* disetiap aktivitas kita. Serta jangan lupa fokus ke *bawah*, berhati-hatilah dengan garis lapangan,( *bumi*) jangan sampai kau keluar dari boundary area yang ditentukan.”_
[13/5 22.46] +62 882-2625-6320: Terimakasih atas waktu yang telah temen temen luangkan. Mohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan, baik dari pemilihan kata atau yang lainnya. Sekian dari saya, semoga kita bisa berjumpa lain kesempatan.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
[13/5 22.48] +62 895-3523-95350: Terimakasih atas closing statement nya mba Arnasari. Saya tutup diskusi malam ini dengan lafadz hamdalah. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sikap bodoh amat


Materi dari grup Diskusi Online Penerbit SAGA Indonesia

Assalamu'alaikum Warohmatullah Wabarokaatuh

semoga dalam kondisi yang sehat selalu, dimudahkan dalam segala urusan dan ibadah..

Saya Amron, hanya ingin berbagi apa yang saya dapat dari sebuah buku Terlaris versiNew York Times dan Globe and mail.

*The Subtle Art of Not Giving a F*ck*
Nah, sebagai awalan saya sampaikan informasi singkat dari buku ini yaaa....


Judul Asli : The Subtle Art of Not Giving a Fuck
“Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat”
Pendekatan yang waras untuk menjalani hidup yang baik

Penulis : Mark Manson
Cetakan XXIV : Mei 2018
246 Halaman

 Baik, mari kita mulai.... Buku ini menarik bagi saya, mengajak saya berpikir kembali tentang apa yang sebenarnya saya pikir, pedulikan dan lakukan. Bukan hanya soal apa, tapi untuk apa dan mengapa.

Mark mengajak kita melalui buku untuk berpikir lebih sederhana dalam menjalani hidup. Menurutnya, kunci kehidupan yang baik itu adalah *peduli pada hal yang sederhana, penting dan mendesak saja.*

Mark juga mengingatkan kita agar kita tidak terlalu terbuai dengan kata-kata harapan positif seperti ingin kaya, tampil cantik, tampil menarik, dll. Karena pada dasarnya hal itu hanya mempertegas kekurangan kita. Kita ingin tampil menarik ya karena kita merasa diri kita tidak menarik. Kita mengejar uang dan terus mengejar karena kita mengonfirmasi bahwa kita kekurangan uang.

Kita agak lupa dengan konsep penerimaan, bahwa uang segini cukup, fisik demikian juga baik dan sehat.

Apakah tidak boleh berpikir demikian?
Boleh, _bodo amat kan?_
Padahal dengan menerima kita menjadi lebih tenang. Hanya, apakah dengan itu kita merasa bahagia? Atau justru sebaliknya... mengejar uang, kecantikan, dll menjadikan kita mengejar sesuatu yang tidak pasti dan diluar kendali, seperti gitaris megadeath yang meskipun sudah begitu sukses masih merasa gagal karena ukuran suksesnya adalah “mengalahkan” rivalnya, metallica.

Kita selalu disuguhkan pada iklan di TV atau media bahwa kehidupan yang baik itu selalu berkaitan dengan materi; Mobil lebih mewah, rumah lebih besar, istri lebih cantik, dll. Dan kita dipaksa memperhatikan banyak hal, bahkan pada apa yang sebenarnya tidak diperlukan dan tidak perlu diambil pusing. Seberapa sering kita merasa hidup kita tak sebahagia orang yang posting di Instagram? Seolah hidupnya sempurna dan menyenangkan sedangkan hidup kita berantakan dan tak bermakna. Mulailah kita berpikir, “sepertinya enak jadi dia?” “Wah, temenku udah gini udah gitu. Aku kapan?” Kita fokus memperhatikan banyak hal, lupa memperhatikan diri sendiri. Kita lupa untuk belajar fokus dan memprioritaskan pada hal yang penting.

Kita lupa, bahwa *menginginkan pengalaman positif adalah pengalaman negatif, dan menerima pengalaman negatif adalah pengalaman yang positif*. Yang akan menuntun kita harus mampu menerima setiap pengalaman negatif kita agar kita memiliki pengalaman positif.

 *Lalu, sebenarnya apa yang dimaksud Bodo amat oleh Mark?*
 1. *Bodo amat bukan berarti acuh tak acuh, masa bodoh artinya nyaman menjadi berbeda.* Bodo amat bukan berarti tak peduli; bodo amat pada hal yang tak bermakna dan hanya peduli pada hal yang penting saja. Berkaitan dengan tujuan, yang dimaksud bersikap masa bodoh adalah terhadap kesulitan / kesengsaraan yang menghalangi tujuan. Karena kesulitan tak akan bisa dihindari.
2. Nah, untuk bisa “bodo amat” pada kesulitan, maka kita harus memiliki hal yang lebih penting dari kesulitan.
Maka, PR kita adalah memiliki sesuatu yang penting dan bermakna untuk diperhatikan. Karena jika tidak, perhatian kita akan tercurah pada hal yang kurang berarti.

*MEMAKNAI KEBAHAGIAAN DAN MASALAH*
Siapa yang hidupnya tak ada masalah? Ngga ada! Dan jangan berharap tak memiliki masalah. Karena masalah pasti datang silih berganti bahkan meningkat. Bisa jadi sederhana, terkadang rumit luar biasa. Masalah memberikan pelajaran kepada kita untuk terus tumbuh.
Kesalahan yang kita perbuat, kegagalan yang pernah kita alami, penolakan yang pernah menghampiri adalah pelajaran penting untuk tidak mengulanginya di hari esok.
Percayalah, *kebahagiaan akan hadir ketika kita berhasil _menyelesaikan_ masalah*. Ini kata kerja ya, jadi ngga bisa kita bahagia hanya dengan berdiam diri saja.

 O iya, Semua orang memiliki masalahnya masing-masing. πŸ˜ƒ

Sayangnya sebagian menerapkan 1 diantara dua hal ini, yang membuatnya selalu dirundung masalah

a. _Penyangkalan_. Merasa tidak memiliki masalah artinya menghindar dari masalah, yang nyatanya itu hanya akan membuat “kenikmatan semu”, sebentar saja kita merasa aman dari masalah dan kita tak pernah tumbuh. Kapasitas kita terhenti disitu, dan maslaah kita levelnya segitu saja

b. _Mentalitas Korban._ Merasa inferior, “aku tak mampu menyelesaikannya” dan memilih menyalahkan orang lain atau pihak diluar dirinya yang tak bisa dikendalikan. Jelas,, orang yang seperti ini tak akan berkembang. Semoga kita tidak begitu. 


 *Berikutnya dalam buku ini dibahas bahwa kita ngga istimewa!*

Jika hari ini kita mendengar bahwa setiap kita unik dan istimewa, maka tunggu dulu. Jangan ditelan mentah-mentah. Hal itu bisa membuat kita terbuai.

Hanya membuat kita fokus pada kelebihan kita, kemudian kita "minta" diistimewakan oleh orang lain dengan segala (rasa) kelebihan kita. Atau jika kita punya masalah yang menurut kita berat, kita merasa perlu diperhatikan, berlaku sebagai “korban”.

*Padahal seharusnya kita mampu menghargai diri kita dengan mampu melihat sisi negatif kita, dan jujur akan hal itu.*

Btw, kalau semua orang istimewa sama saja tidak ada yang istimewa, kan? 

Apa iya orang yang sukses dan berpengaruh adalah mereka yang merasa diri mereka istimewa?
Siapa orang sukses menurut temen-temen?
*Jack Ma?*

Apakah beliau tumbuh dari pengakuan diri bahwa beliau istimewa?

Ngga juga kan? Justru dengan kita merasa diri kita biasa, tidak istimewa, pernah gagal dan mengakui kegagalan, kita akan terpacu menjadi orang yang luar biasa.

Merasa istimewa akan mematikan “daya juang” kita, karena kita ingin selalu diperhatikan.

 *Nilai Penderitaan*

Tadi sudah kita bahas, bahwa kebahagiaan adalah hasil perjuangan menghadapi penderitaan. Nah, pertanyaannya adalah kita menderita untuk apa? Kebahagiaan yang seperti apa? Mengapa kita menderita?
Jika jawabannya karena kita ingin mencapai suatu kesuksesan, ada pertanyaan lagi, mengapa kita menganggap itu kesuksesan? Lalu dengan standar apa kita mengukur diri kita sendiri?

Standar atau nilai ini akan menentukan cara pandang kita melihat masalah. Ada orang yang merasa bahagia hanya dengan tinggal di desa dengan anak dan istri. Sementara yang lain dengan segala fasilitas kekayaan dan ketenaran masih juga belum merasa bahagia dan masih merasa gagal.

Hal itu bebas saja. Menjadi asyik jika kita telah mengakui tujuan kita dan menghargai tujuan orang lain.

Dalam menentukan nilai kehidupan, nilai-nilai ini harus dihindari:

a. Kenikmatan
Kenikmatan adalah bentuk kepuasan yang paling dangkal, mudah diraih dan mudah hilang. Penting namun ngga terlalu esensial. Kenikmatan adalah sebab, melainkan akibat. Jika kita melakukan hal dengan benar, maka kenikmatan juga akan kita dapat. Disisi lain, kenikmatan juga bisa diraih dengan hal yangnegatif seperti narkoba, seks, dll. Jadi jangan dijadikan tujuan atau nilai pegangan

b. Kesuksesan material
Ini sangat relatif. Maka menjadi bahaya jika meletakkan ini sebagai nilai yang utama. Segala hal dihalalkan untuk mendapatkan ini.

c. Selalu Benar
Tidak mungkin. Karena pada dasarnya kita selalu berbuat salah. Hal ini akan menghalangi seseorang untuk terus belajar.

d. Tetap positif
Poinnya, akui dan jangan mengingkari emosi negatif semacam bentuk kekecewaan, dll. Nah, kalau suatu waktu emosi kita negatif maka ekspresikan dengan cara yang diterima dan selaras dengan nilai pribadi.

*Nah, sekarang beranjak pada parameter nilai yang baik*

a. Nilai itu berdasarkan pada kenyataan
b. Bersifat membangun secara sosial
c. Dapat dikendalikan; banyak orang yang memilih nilai yang tak bisa dikendalikan. Semisal popularitas. Dikenal tidaknya kita sangat bergantung pada orang lain, dan kita akan dibuat pusing oleh itu.

*Hukum hukum dalam bersikap Bodo Amat*

 *Hukum 1 : Kita selalu memilih*

Pilihlah dengan sadar. Memilih dengan kesadaran membuat kita lebih berkuasa akan hal itu. Sebaliknya, kita amat sulit menerima pilihan yang terpaksa. Ngga plong!

Kesadaran membawa kita pada tanggung-jawab atas pilihan itu, tanggung jawab atas segala hal yang kita hadapi, terlepas kondisi diluar seperti apa. Bertanggung jawab bukan berarti salah. Kadang dua hal ini disamakan, padahal beda. Kesalahan adalah bentuk lampau sedangkan Tanggung jawab adalah bentuk masa kini. Kesalahan adalah hasil dari pilihan yang diambil, sedagkan tanggung-jawab adalah hasil dari pilihan di hari ini.Setiap kita membuat pilihan baru, sebagaimana hukum perubahan, selalu akan ada penolakan diawal.

Hukum 2 : Kita keliru tentang semua hal
Maka, jangan takut keliru. Setiap langkah kita ada potensi kelirunya. Maka, bodo amat itu keliru. Keliru adalah titik untuk kita menjadi lebih baik. Saat sudah menjadi lebih baik, akan ada level “kekeliruan” berikutnya. Ketika kita menunggu sempurna, maka kita tak akan pernah melangkah.

Hukum 3 : Kegagalan adalah Jalan untuk Maju

Ukuran kegagalan itu relatif, jadi jangan pakai ukuran orang lain untuk menilai sukses atau gagalnya diri kita. Bergantung pada nilai atau ukuran setiap orang. Nilai yang baik berorientasi pada proses, misal kejujuran.

Pendapat menarik dari Mark adalah, “Kita hanya bisa benar-benar sukses kalau kita ada di tempat yang kita rela gagal. Jika kita bersedia untuk gagal, maka kita bersedia untuk sukses”.

Kita tak akan menjumpai pertumbuhan tanpa kegagalan dan tak akan gagal jika tak pernah melakukan. Maka, #mulaiajadulu menjadi jargon yang menarik untuk ditiru bukan sekada ajakan belanja atau usaha. Tapi juga pada aspek kehidupan lainnya.

Biasanya orang bergerak karena adanya motivasi, dan mendapatkan motivasi dari inspirasi emosional. Kemudian setelah kita bergerak kita mendapatkan hasil yang hasil tersebut kita ukur dengan nilai / ukuran kita, kita mendapatkan inspirasi. “Oh ini kurang, ini begini, dst” Dan hal ini menjadi siklus.

Maka, ketika kita buntu menunggu inspirasi tak kunjung hadir, segeralah beraksi.

*Hukum 4 : Pentingnya berkata tidak*

Ini penting, meskipun bagi sebagian orang terasa sulit, termasuk saya. Yang akhirnya berakibat pada hilangnya arah kita atau justru bukti kita tak punya arah. Kita ditentukan pada apa yang kita tolak, jika kita tak menolak apapun pada dasarnya kita tak punya identitas, kita tak punya tujuan dan nilai.

Kita juga perlu melihat ketika kita tidak berani berkata tidak dengan dalih ingin membantu. Coba dicek dulu, sebenarnya kita ingin membantu atau justru ingin dibantu dengan diberinya perhatian kepada kita?

*Hukum 5 : Kita semua mati*

Ini motivasi yang seharusnya kuat agar kita fokus pada hal yang penting saja. karena waktu kita terbatas. Dan kita perlu bertanya pada diri kita, "apa warisan yang kita tinggalkan setelah kita mati?"

Raga boleh mati pergi dari dunia ini tapi ada yang kita tinggalkan, lebih lama dari usia kita.

Sesi Tanya Jawab:

[15/5 22.16] 
Isma(Alumni MtsN Ketanggung Sine Ngawi, Dan Lulus tahun ini dari SMAN 1 Sine)
.
Mengenai poin 4 , Pentingnya berkata Tidak,, apalagi saat dipaparkan bahwa yang tidak bisa menolak seakan kehilangan Identitas saya merasa terpukul kak hhe,, terkadang apa yang menjadi pilihan dan tujuan saya berbenturan dgn ortu, dan ini cukup membingungkan bagi saya,, sehingga saya merasa susah untuk bilang Tidak. Misalnya dalam hal menuntut ilmu , saya punya tujuan untuk melanjutkan kuliah, tapi karena satu diantara banyak alasan dari penjelasn ortu membuat saya bimbang dgn cita cita saya ini, apakah ini juga menandakan ketidak jelasan identitas saya?. Atau saya harus mengatakan Tidak pada ortu karena hal yg saya pilih tsb bertujuan untuk masa depan saya, dan cita cita saya untuk menjadi manusia yg lebih bermanfaat di masyarakat,bangsa dan agama dengan kualitas yg saya miliki,, saya ingin belajar, Menambah pengetahuan di dunia perkuliahan dan organisasi yg ada di sana.. jika saya menuruti ortu, saya rasa apa yg saya cita -citakan pupus di tengah jalan..
Namun saat saya menolak ortu,, saya nanti dirasa anak durhaka.. Jadi bingung kakπŸ™ˆ

Jawaban:

Mbak Isma, sejauh ini seberapa sering komunikasi dg orang tua?
Menyampaikan tujuannya kenapa harus kuliah, ingin jadi apa, dll? Bisa jadi ada "kekhawatiran" dr orang tua yang perlu kita jawab.

Misal kalau saya dulu soal finansial. Orang tua sudah bilang tdk ada biaya buat nguliahin saya, ya sudah saya ngga fokus disitu saya fokus pada peluang beasiswa yg memungkinkan saya kuliah.

Nah, menurut saya tdk ada masalah yg tdk bisa diselesaikan selagi dikomunikasikan dg baik. Jawab kekhawatiran orang tua ya πŸ˜ƒπŸ‘πŸΌ
 Menurut saya,
1. berdoa
2. Minta bantuan pada orang yg didengar oleh orang tua kita.
Pernah ngga minta bantuan guru? atau pakdhe? dll yg tahu akan keinginan kuat kita buat kuliah?
3. Berbakti pada orang tua. Jadi anak yg lebih baik πŸ˜ƒ

[15/5 22.55]  Penanya selanjutnya :

_"Saat kita tidak berani berkata tidak dengan dalih ingin membantu, coba dicek dulu, sebenarnya kita ingin membantu atau justru ingin *dibantu dengan diberinya perhatian kepada kita?*"_

Setelah membantu memang biasanya ada rasa ikut seneng, dan bangga juga sama diri sendiri bisa ikut meringankan beban orang lain. Apalagi kalau salah satu value yang dipunya adalah bermanfaat bagi sekitar, ADA dengan membantu.Tidak menolak untuk membantu, meski kadang jadi kesulitan sendiri, tapi akhirnya memunculkan rasa senang juga. Saling menguntungkan bukan? Apakah ada yg salah dari hal ini?  Mohon pencerahannya mas, terima kasih 

Jawaban :
 Yg tidak baik adalah pada alasan kita "tidak menolak" itu, yaitu jika alasannya adalah menghindar dari masalah. tdk mau berkonfrontasi dg yg lain, yg akhirnya mentalnya tdk berkembang. tdk biasa menolak dan ditolak. Padhaal hidup ngga mesti diterima dan menerima selalu.

[15/5 23.20] Penanya:
 Terkait sikap bodo amat, kadang ketika sudah berusaha melakukannya setelah sekian lama mulai jadi kembali lagi seperti kebiasaan sebelumnya karena pengaruh lingkungan sekitar terutama yang banyak tuntutan. Terkait hal itu, dari buku tersebut kira-kira bahasan untuk menanganinya bagaimana ya?

Jawaban :
 saya teringat di salah satu bahasan yg membahas soal nilai yg terus bertumbuh.
Atau bagian kita selalu salah πŸ˜…
Bahwa bersikap bodo amat itu kan bukan berarti cuek, acuh tak acuh. Tapi peduli pada nilai-nilai yg penting. dan nilai nilai / ukuran itu boleh diubah. Ini bukan kitab suci yg ngga boleh diotak atik. Atau bisa jadi, nilainya belum terlalu dalam. πŸ™πŸΌ

Temen temen sekalian, dan para senior di grup ini. Saya belajar dari buku ini soal "continuous improvement". Kita selalu bertumbuh dengan menemui serta menyelesaikan masalah-masalah dalam mencapai nilai yg kita pegang.

Terlalu banyak hal yg akhirnya mengalihkan perhatian kita dari nilai atau tujuan yg ingin kita raih. Dan terkadang kita tidak sadar akan hal itu. Yang akhirnya mengalihkan kita dari tujuan utama kita. Waktu kita termakan untuk hal yg tidak substantif.

Tapi ya sudah, bodo amat, sudah terlewat kan?
Sekarang jadikan kesalahan itu sebagai rambu dalam alam pikiran kita bahwa kita ngga boleh menyia-nyiakan waktu lagi.

Jangan takut melangkah, jangan takut menolak dan siapkan warisan terbaik untuk hidup setelah mati 😊
[15/5 23.50] +62 813-2563-9767: Terima kasih atas pembelajaran malam hari ini,
Mohon maaf atas segala kekurangan.

Wallahu a'lam

Amron
Rumah Kepemimpinan Surabaya πŸ˜ŠπŸ™πŸΌ

Bahaya pos power

[16/5 21.20] Min Bookmar: Assalamualaikum wrwb. Selamat malam, kawan-kawan. Semoga dalam keadaan sehat, dan dilancarkan segala aktivitas ibadah ramadhannya.

Senang sekali bisa bersua dalam diskusi kali ini.

Izinkan saya, Ahmad Risani, memaparkan sedikit pemahaman saya mengenai "Aktivis dan Post Power Syndrome". ✔️
[16/5 21.22] Min Bookmar: Saya sebetulnya kaget saat dihubungi mas Iqbal kala menawarkan tema ini. Saya amati, memang jarang sekali tema semacam ini diangkat. Bahkan selama saya "berkegiatan" di dunia aktivisme, tema ini seperti tersimpan rapat.

Mungkin ada yang berpendapat sama? 😊
[16/5 21.23] Min Bookmar: Tapi, akhirnya saya sejenak merefleksi diri. Dan .... Ya! Ternyata banyak juga fenomena aktivis yang mengalami keadaan Post Power Syndrome—baik dalam skala kecil atau besar—saat melewati masa-masa transisi dalam fase hidupnya.
[16/5 21.24] Min Bookmar: Kita mulai dari Apa itu Post Power Syndrome?

........
[16/5 21.25] Min Bookmar: _Post-power syndrome, adalah gejala yang terjadi di mana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini._

Dalam skala yang lebih luas, Post power syndrome kerap datang saat karir meredup atau usia mengharuskan seseorang pensiun. Itu sebabnya, sindrom yang satu ini kerap dialami oleh mereka yang sebelumnya aktif bekerja atau punya jabatan cukup tinggi di perusahaannya.

Dalam skala kecil—sesuai tema kita— *aktivis*, juga mengalami hal demikian. Rutinitas organisasi yang riuh dan usia pelakunya yang masih dalam tahap transisi—quater life crisis—cenderunh mengalami sindrom ini. Meskipun kadang tak ~diakui~ disadari.
[16/5 21.28] Min Bookmar: *Mengapa aktivis juga rentan mengalami ini?*

Akar masalah dari _post power syndrome_ adalah saat seseorang tidak siap menerima perubahan dalam dirinya. Bayang-bayang kekuasaan dan otoritas yang sebelumnya dimiliki masih melekat dan orang tersebut tidak bisa menerima perubahan dengan baik.

☕Dunia aktivisme, mau tak mau juga harus kita akui sebagai _ruang hierarkis_. Ada tingkatan struktur di dalamnya. Seluruh dimensi kehidupan yang hierarkis pasti akan menciptakan _spesialisasi otoritas_. Dan.. posisi menentukan otoritas. Ini latar belakang pertama. πŸ‘ˆ
[16/5 21.29] Min Bookmar: _Dalam pengamatan saya, setidaknya ada 5 yang melatarbelakangi terjadinya post power syndrom aktivis... ☕_
[16/5 21.31] Min Bookmar: ☕Kedua, dunia aktivis adalah dunia populer di lingkungan mahasiswa. Tak jauh beda dengan politik praktis yang populis dan banyak pengikut, walaupun dalam skala kecil. Perlu kesiapan mental yang kuat untuk masuk menjadi bagian dari dunia yang terkesan keras dan idealis ini.

Di balik kerja-kerja sosial dan penetrasi politik yang dilakukan aktivis, ada tabir yang harus disingkap yaitu rasa narsisistik dan megalomania.
[16/5 21.33] Min Bookmar: ☕Ketiga, ketika seorang aktivis meninggalkan jabatan (amanah) di organisasi, saat itu ia merasa sedang memisahkan diri dengan relasi yang ia bangun selama ini, beserta pemikiran-pemikiran, dan program-program kerja yang pernah dilakukan.

Berpisah dengan hal demikian lebih berat ketimbang berpisah dengan organisasi itu sendiri. Sebab, dengan ide-ide yang didengar, program-program yang diaparesiasi, dan relasi yang baik-lah seorang aktivis merasa ada. Eksistensi dirinya menyala. Hidup. Bukan karena harta atau popularitasnya.
[16/5 21.35] Min Bookmar: ☕Keempat, sistem. Bahwa sistem di luar diri aktivis telah menyeret aktivis berubah menjadi pragmatis yang miris. Ia terjebak dalam mekanisme sistemik dalam praktik politik transaksional dan oligarkis yang parah. Misalnya, begitu aktivis memasuki arena politik (saat diorganisasi) ia dihadapkan pada sistem politik transaksional ini. Ketika ia terjebak pada sistem, saat itulah ia menyerah pada politik transaksi.
[16/5 21.37] Min Bookmar: ☕Terakhir, yang sering terjadi di kalangan aktivis sehingga menyebabkan PPS, yaitu

*Obsesi Politik* yang menggebu-gebu. Hasrat kekuasaan yang besar tanpa diiringi kesiapan diri dari segala hal—kompetensi, kepemimpinan, logistik, relasi, dll—akan membuat mahasiswa rentan frustasi.

......
[16/5 21.38] Min Bookmar: πŸ‘†Inilah 5 hal yang perlu kita sama-sama perhatikan untk mengantisipasi potensi PPS.
[16/5 21.39] Min Bookmar: *Dampaknya?*

_Sindrom ini sebetulnya sesuatu yang wajar._ Semua orang dengan tingkatan tertentu juga akan mengalaminya.

Namun, akan berbahaya bila dibiarkan tanpa penanganan.

post power syndrome sangat mungkin memunculkan gangguan pada diri yang bisa dibedakan menjadi:

Gangguan fisik: mudah jatuh sakit dan tampak tidak bersemangat melakukan aktivitas-aktivitas positif.

Gangguan emosional: sifat mudah tersinggung, pemarah, hingga tidak terima dikritik oleh orang lain.

Gangguan perilaku: gangguan yang muncul dalam bentuk sifat lebih pendiam atau justru tidak bisa berhenti berbicara tentang kehebatannya.

..... ✔️
[16/5 21.41] Min Bookmar: Silakan dibaca-baca dulu, kawan-kawan sekalian... sebelum kita lanjutkan ke _cara mengatasinya_.
[16/5 21.45] Min Bookmar: *Bagaimana mengatasinya?*

Hal pertama yang harus dilakukan adalah kembali kepada *niat lurus*. Memperbaharui ini niat saat pertama kali berkiprah di organisasi hingga akhirnya selesai menjalan amanah. Bila orientasinya rusak maka rusak pulalah amal.

Kedua, *berdamai dengan diri sendiri* dan kekurangan yang muncul pasca demisioner. Bahwa tak selamanya diri kita memiliki hak istimewa (previlese).

Ketiga, *mengembangkan potensi lain* yang berhubungan dengan *passion atau akademik*. Misalnya dengan penguatan profesi diri, berbisnis, atau bisa juga dengan menulis.

Keempat, bila masih ingin berkontribusi lewat organisasi, maka bergabunglah dengan *organisasi tingkat lanjut*. Bila perlu masuk *partai politik* (kalau memang harus). Agar ide-ide perubahan dapat diejawantah dalam lingkup yang lebih luas (regulasi dan kebijakan).

 Atau bisa saja dengan *membuat komunitas* sendiri dengan cakupan kerja yang lebih spesifik dan sederhana.

Kelima, tetap membangun *komunikasi dengan para penerus*. Jadilah pemberi nasehat yang baik. Keberadaan kita bukan untuk mengusik, tapi memberi semangat kepada mereka, agar belajar dari pengalaman anda.

........ ✔️
[16/5 21.47] Min Bookmar: Barangkali, begitulah lebih kurang pembahasan kita, kawan-kawan.

terimakasih atas waktunya, saya serahkan kepada saudara moderator, mas @⁨Diskusi Pustaka Saga⁩ πŸ‘Œ
[16/5 22.22] Diskusi Pustaka Saga: Mustofi Lampung
Karena ak tipe 5 dan berusaha bisa ke 4, ini kan msh dilakukan (dalam proses perbaikan komunitas yg lebih spesifik dan sederhana), pertamanya sudah punya mimpi untuk masadepan komunitas ini, tp
1. pesimis sama mimpi semula, ngerasa telat buat ngejer itu, gk siap juga buat tesiko gk ngejar itu, kadang gk yakin sama mimpi yg semula akhirnya dalam proses semua dibawa, semua digeluti.. Jadi kayak balik lagi ke proses pencarian jati diri untuk cari sbnernya spesifikasi yg bagaimana dan seolah bakal ngerombak mimpi awal.  Gmna tips memantapkan mimpi semula disaat kita ampir ngerasa jatuh dan gagal
2. Ketika banyak keluar, banyak belajar malah banyak hal yg kayak harus dilakukan dan belum, banyak opsi2 yg menghiurkan terkait masa depan ini, jd makin bingung, harus bagaimana ?
[16/5 22.32] Min Bookmar: Terimakasih atas pertanyaannya, mas Mustofi.

Menarik sekali pertanyaanya.

Sebetulnya, masalah ini banyak dialami oleh orang lain. Kita kadang sulit untk fokus ke satu persoalan yang *spesifik dan sederhana*.

Padahal, dengan segala keterbatasan diri, harusnya ini menjadi acuan _mau ke manakah potensi kita disalurkan?_

Saran saya mulailah untuk "Bersikap bodo amat"... Utamanya pada isu-isu politik dan segala hiruk-pikuk isu lainnya...

Pilih *satu* chord atau value yang ingin kita gagas dari sekian banyak permasalahan yang ada di masyarakat. Dan fokus saja ke bidang tersebut.

Saya sering melihat (membaca) kisah para tokoh-tokoh besar yang mendapatkan apresiasi dari dunia, ada satu hal yang perlu kita teladani dari mereka semua, yaitu *fokus ke satu permasalahan saja* dan fokus, lalu nikmatilah setiap jengkal perjalanannya....

_Justru di saat pasca kampuslah kita dapat menentukan kekhasan diri kita mau menjadi apa, dan menjadi *hero untuk monster jenis apa*_

Begitulah.....
[16/5 22.58] Min Bookmar: *Closing Statement*

Baik terima kasih kepada kawan-kawan semua atas diskusi malam ini.  Semoga bermanfaat.

_Dunia kampus adalah dunia permakluman. Ketika seseorang masih disebut mahasiswa, saat itu dia sedang menjadi primadona Intelektual. Penghargaan atas karya akan mudah didapat. Setiap pendapat—meskipun dangkal—tetap didengar. Ia muda dan berenergi. Sorot lampu mengarah padanya. Terlebih bila ia seorang aktivis._

_Namun, pasca kampus, kita akan menemukan dimensi lain dari kehidupan: realitas yang kompleks. Bukan berarti saat masih mahasiswa kita belum bertemu realitas, hanya saja kompleksitas itu baru didapatkan setelah seorang anak muda menjadi bagian utuh dari masyarakat._

_Di saat seperti inilah, post power syndrom itu mengintai: frustasi pada pekerjaan setelah wisuda, jabatan organisasi yang sudah selesai, relasi yang menjauh, obsesi politik yang menggebu-gebu dsb—menjadi momok bagi seorang aktivis muda._

_Untuk itu, tetaplah selalu perbaharui niat, bahwa segala yang kita lakukan semata-mata lillahi ta'ala._

_Jadikan generasi setelah kita sebagai penerus saja, bukan pengganti. Sebab kita akan selalu ada dalam medium gerakan yang lebih luas._

Sedikit pengingat:

_Anak-anak muda macam kita, jangan terburu-buru naik ke panggung. Tak ada kata terlambat untuk tampil ke muka. Persiapkan ideologi, amunisi, kompetensi, baru ekekusi. Usia seperti kita ini bahaya bila terlalu obsesif pada kekuasaan. Pelan-pelan saja, tapi pasti._

*Tetaplah Bergerak Tuntaskan Perubahan!*

Ahmas Risani
IG: @ahmad_risani
FB: Ahmad Risani
08979993773

Wassalamu'alaikum wrwb. πŸ™

Menyusun life mapping


[17/5 21.51] 

assalamualaikum wr wb
Selamat malam semua.
Salam Berseri dari solo. 😁🌱
Semoga selalu baik ya. Dan terimakasih untuk mas arif bersama penerbit saga yg memberikan saya kesempatan diskusi bersama teman2 semua malam hari ini.

 Materi pada malam hari ini yang diberikan kepada saya adalah tentang Life Mapping.

Buat saya sendiri sangat menarik ketika berbicara life mapping.
Kenapa.?
Ya karena ini berkaitan dengan kebahagiaan hidup.
lebih jauh akan berakhir dimana besok kita,
simplenya surga atau neraka,

Baik teman teman semua.
Sudah siap ?

Karena malam ini kita bicara life mapping atau peta hidup jadi syaratnya sebelum kita masuk lebih jauh kita harus membawa mimpi, keinginan, tujuan hidup atau cita cita kita semua.

Karena life mapping itu berguna buat itu.
Agar tujuan hidup kita tercapai.
Harus lewat mana.
jadi tujuannya harus sudah ada dulu. Sudah ya ?

Jadi syarat pertama diskusi kita malam hari ini adalah harus punya tujuan hidup terlebih dahulu

 Atau ada yg belom punya tujuan hidup ?
Atau malah masih binggung tujuannya mau kemana ?

kalau belom saya beri pengantar sedikit ya,
sembari mengungapkan kegelisahan pada malam hari ini

Sebelum china menginvasi lebih jauh.

Sebagai seorang seorang manusia yang muslim yang mempunyai sejarah gemilang dan kebanggaan luar biasa tentunya tujuan hidup kita ngak boleh nangung apalagi sekedar ikutan temen.
Itu pertama.
Punya tujuan hidup jangan tanggung tanggung.
tetapkan seklian yang besar,

 Hasan Al banna juga pernah bilang.
Bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin, dan kenyataan hari esok adalah mimpi hari ini.

 keadaan hari ini harusnya membuat kita semakin mendidih, gelisah dan tentunya semakin mamacu kita untuk menetapkan tujuan hidup lebih besar lagi.
setiap hari kita disuguhi ketidakadilan dimana mana,

pergilah sebentar keluar, kejalan jalan utama kota kita semua, misal
apa yang terjadi ?
siapa sekarang yang menguasai ekonomi ?
hukum yang dipermainkan
dll
itu cuma contoh saja ya,
yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kita,
apa mimpi, apa tujuan hidup kita.

 kita diberikan teladan yang luar biasa,
Kenapa seorang Mushab bin Umair mau meninggalkan segala kemewahan hidup dan memilih hidup dalam kekurangan? Itu tidak lain karena mushab sedang mengejar mimpi terbesar dalam hidupnya yaitu keridhaan Allah swt dan surga tentunya.
 

Atau seorang Bilal bin Rabbah mampu menahan siksaan yang amat sangat berat demi mempertahankan aqidahnya karena ia tahu bahwa untuk mendapatkan mimpinya penyiksaan itu harus mampu ia lewati. Dan mimpi untuk meraih keridhaan Allah swt yang membuat sumayyah lebih memilih untuk mati daripada menukar aqidahnya dan kembali dalam kekafiran.

baik pengantar saja,
supaya saya dan kita semua sadar,
hari ini kita harus gelisah karena semua tidak baik baik saja.

kalau kata NKCTHI,
hidup cuma sebentar, apa yang mau dikejar, hhh
Makanya kejar yang besar sekalian,
yang baik yang mulai, yang tujuan akhirnya surga
[17/5 21.59] +62 821-3335-4747: life mapping menurut saya itu simple saja,
jalan yang dapat membuat harapan, mimpi atau tujuan hidup kita tercapai.
cuma itu, Makanya diawal saya bilang saat materi ini kita harus sudah punya terlebih dahulu tujuan atau mimpi mau kemana

seperti dulu dora Explorer.
Pasti punya tujuan mau kemana,
setelah itu baru tanyakan ke peta, harus lewat mana, rintagan apa saja yang bakal dilalui.
[17/5 22.02] +62 821-3335-4747: Dengan life mapping, apa yang kita inginkan akan lebih terencana dengan baik. Life mapping juga dapat menjadi motivasi dalam hidup kita sehingga kita selalu semangat meraih apa yang kita inginkan walaupun itu sulit.
[17/5 22.03] +62 821-3335-4747: terus bagaimana cara membuat life mapping ?
[17/5 22.03] +62 821-3335-4747: adakah aturannya ?
[17/5 22.05] +62 821-3335-4747: Dalam membuat life mapping, kita tidak perlu terpaku pada aturan, bentuk tulisan, cara penulisan atau gaya bahasa.

pokoknya kalau menurut kita dilihat bisa membuat kita lebih baik lakukan,
tak usah pikirkan omongan tetangga atau teme kos.
Kita cukup menuangkan ide kita dalam bentuk apapun dan dimanapun
[17/5 22.08] +62 821-3335-4747: saya dulu masih ingat pertama kali saya membuat life mapping,
kemudian di press dan saya foto dengan orang tua
[17/5 22.08] +62 821-3335-4747: hasilnya, sampai sekarang masih jitu
[17/5 22.09] +62 821-3335-4747: karena saya lahir dari keluarga yang sangat sederhana, bahkan mau lanjut SMK SMA pun masih mikir dulu, tapi di impian saya mengharuskan kalau tidak lanjut mau jadi apa sya, mana pertanggung jawaban saya dengan impian saya,
alhamdulillah SMK dapat beasiswa Full 100%, dari Sekolah, Buku, asrama dll
[17/5 22.09] +62 821-3335-4747: oke lanjut ya
[17/5 22.11] +62 821-3335-4747: jadi kita harus mau dan berani menulikan, kasih tau orang orang kalau perlu.
[17/5 22.11] +62 821-3335-4747: seperti naruto yang tiap waktu berceloteh ingin jadi hokage
[17/5 22.11] +62 821-3335-4747: dan Luffy yang setiap waktu selalu bercerita tentang keinginan menjadi raja bajak laut
[17/5 22.12] +62 821-3335-4747: ternyata semua itu akan mempengaruhi bawah sadar kita,
dan akan mempengaruhi tingkah laku kita dalam keseharian,
[17/5 22.12] +62 821-3335-4747: Kuliah pun sama, alhamdulillah ALLAH berika saya kesempatan mendapat beasiswa Bank Indonesia
[17/5 22.15] +62 821-3335-4747: setelah kita tetapkan tujuan dengan mantap, maka kita akan tau  urutan cita-cita dari nomor pertama sampai terakhir dan sebagainya,. nah itu tuliskan.
[17/5 22.16] +62 821-3335-4747: Setelah semua target tertulis, lanjut dengan melakukan aksi dalam mencapai cita-cita kita itu. Lakukan langkah- langkah yang mungkin akan membawa kita meraih cita- cita tersebut. Jika kita telah meraihnya, kita dapat mencoret atau menandai daftar target hidup yang telah kita tulis dalam life mapping,

sabar, satu-satu.
kata kale
[17/5 22.20] +62 821-3335-4747: kemudian lanjutkan semuanya sampai selesai,
pasti semesta mendukung

Tugas kita hanya terus berjalan,
Sambil terus ikuti aturan tuhan,
Hasilnya biar semesta yang tentukan.

[17/5 23.42] +62 821-3335-4747: baik mas iqbal, terimaksih keren diskusinya ratusan yang ikut lebih dari satu grub.
semoga makin keren saganya
[17/5 23.42] +62 821-3335-4747: closingya,
saya masih ingat ketika melihat NKCTHI,
Hidup itu cuma sebentar, apa yang mau dikejar ?
jadi kalau mau ngejar sesuatu jangan tanggung tanggung, Sekalian yang besar, manfaatnya banyak dan jadi bisa mengantarkan ke surganya Allah SWT.
dan kemudian tingga terus berjalan sambil terus ikuti aturan tuhan, selebihnya biar semesta yang tentukan.
[17/5 23.42] +62 821-3335-4747: semoga dari diskusi ini kelak kita bisa dipertemukan dengan keadaan baik, saling membantu untuk jayakan Agama, bangsa dan negara ini. sekian wassalammu'alaikum wr.wb

Jumat, 08 Mei 2020

Diskusi mei pernikahan


 “Merawat Pernikahan Melalui Kesederhanaan”. 

Terima kasih kepada tim Diskusi Online Indonesia (SAGA, SINTESA, Pusat Studi Globalisasi dan Gerakan, serta SDMS PP KAMMI) yang sudah mengundang saya dalam kegiatan yang insyaAllah penuh berkah ini. Semoga kita sehat selalu dalam lindungan Allah. Sebelumnya, saya ingin menyampaikan beberapa hal:


1. Saat ini saya memang sedang fokus meneliti tentang Kesehatan Mental dan Ketahanan Keluarga. Qadarullah bekerja di kampus, jd neliti terus hehe (mau gamau haha) Namun, bukan berarti saya benar-benar ahli di bidang ini. Jadi, kita sharing aja ya. Hehe
2. Apa yang saya jabarkan nanti meliputi persiapan yang dilakukan SEBELUM menuju pernikahan, ternyata juga terus kami lakukan PASCA menikah

 Ketertarikan saya untuk membahas kesederhanaan dalam pernikahan sebenarnya berawal dari sebuah hadis berikut ini:
*Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya* *(HR. Ahmad)*.


Jika mahar yang merupakan “syarat sah” dari pernikahan, dan ternyata “kemudahan dalam mahar” menjadi keistimewaan, artinya kita juga bisa menerapkan “kesederhanaan” dalam aspek-aspek kehidupan kita, termasuk merawat pernikahan. Setuju, nggak?


[6/5 21.08] +62 816-566-331: Selain itu, Fakultas Psikologi UGM juga mengadakan penelitian systematic review mengenai karakter keluarga yang tangguh. Hasil penelitian menunjukkan karakter keluarga tangguh sebagai berikut:
a. Memiliki kebersamaan
b. Mampu memecahkan masalah
c. Menikmati kebersamaan
d. Membangun komunikasi positif
e. Mampu mengontrol perilaku
f. Ada kepemimpinan dalam keluarga
g. Fungsi dan peran anggota jelas
h. Spiritualitas dan religiusitas yang baik
Sedangkan, lima Faktor penentu keluarga tangguh adalah:
a. Legalitas pernikahan (jadi penting ya, sah secara AGAMA dan NEGARA)
b. Kebutuhan keluarga
c. Ketahanan fisik
d. Ketahanan Ekonomi
e. Ketahanan sosial-psikologis
f. Ketahanan sosial budaya


Dari hasil penelitian di atas, sebenarnya bisa kita tangkap bahwa ketahanan keluarga itu dibentuk melalui banyak aspek, sekaligus banyak cara. *Ketahanan ekonomi (yang kemarin dibahas lengkap sama Kak* @⁨sekar bundabijaksana.com⁩ ), disebut sebagai salah satu faktor penentu keluarga tangguh. Dengan memiliki ketahanan ekonomi, keluarga diharapkan tidak hanya memberikan pemenuhan kebutuhan anggota keluarga, tapi juga jadi teladan bagi anak-anaknya kelak, alias membentuk kebiasaan yang baik. 

Berdasarkan BKKBN (2014) ada 4 hal penting untuk menjaga ketahanan ekonomi keluarga, yaitu:
1. Mampu Mengatur Keuangan Keluarga
2. Memiliki Pola Hidup Sederhana
3. Memiliki Sumber Penghasilan Tambahan
4. Memiliki beberapa aset keluarga (SDM, Fisik, Kertas, dsb)


[6/5 21.11] +62 816-566-331: *Baik Islam dan Negara sama-sama menganjurkan kita untuk hidup sederhana ya. Lalu, dimana masalahnya?*

Pernah mendengar kisah “di sekitar kita” yang menggelar pesta pernikahan sampai hutang kemana-mana namun kesulitan membayar hutang pasca menikah? Saya pernah menjadi saksi kisah tersebut, sering banget baca berita yang senada dengan kasus ini. Padahal, ketahanan ekonomi bukan berarti harus foya-foya atau sekadar terlihat kaya kan? Ada banyak hal lain (selain ketahanan ekonomi) yang juga perlu dirawat, diantaranya seperti parenting, keharmonisan pasangan, dan komunikasi. Sehingga, keliru bila kita masih punya mindset, “menyelenggarakan acara pernikahan” dengan standar orang lain. Itu ibarat kita mau beli sepatu, tapi yang dijadikan acuan ukuran sepatu adalah kaki orang lain, artinya boleh jadi ukurannya sama, tapi bisa juga BEDA.


Sebenarnya, ada beberapa sebab mengapa proses menuju pernikahan dirasa *mahal*. Salah satunya adalah konsep acara lamaran yang berlebihan. Saat ini bisa kita lihat fenomena di media sosial, lamaran tapi settingannya sudah seperti akad nikah. He he he. Ya barangkali mereka memang ada uang untuk melakukan hal itu. Pemuda pemudi ini ingin “segera” menyelesaikan salah satu “sebab” quarter life crisis dengan meng-upload foto pertunangan mereka di media sosial, lalu “menginspirasi” alias memicu orang lain untuk “punya” standar konsep acara yang sama. Tentu kita tidak mau terjerembab dalam budaya tersebut kan? Saya pribadi menganut prinsip merahasiakan khitbah dan memberi kabar pernikahan. 

Alasan logisnya, kami sedang mengelola ekspektasi supaya (bila) terjadi hal-hal yang diluar kuasa kami, kami tidak menyakiti siapapun, dan merasa lebih tenang ketika tidak koar-koar. Calon suami saya (saat itu) juga punya pikiran yang sama. Akhirnya makin mantap untuk menjadikan momen khitbah sebagai silaturahim keluarga inti saja, tidak ada sesi foto formal, hanya makan bersama dan berdiskusi terkait tanggal. Alasan syar’i nya adalah sebuah hadis berikut ini,
*“Gunakan cara rahasia ketika ingin mewujudkan rencana. Karena setiap pemilik nikmat, ada peluang hasadnya*. (HR. Thabrani dalam al-Ausath 2455 dan dishahihkan al-Albani)


 *Persiapan pernikahan*
Saya mengenal calon suami saya di akhir bulan November 2017, saat kami sama-sama mengikuti program Persiapan Keberangkatan LPDP. Tidak ada bayangan akan menikah dengan “orang ini”, sehingga ketika beliau menyatakan ingin serius di bulan Mei 2018 dan bersikukuh ingin menikahi saya sebelum berangkat studi (Agustus 2018), tentu tidak banyak waktu yang saya miliki. Jarak dari proses khitbah dan pernikahan hanya 2 bulan, sehingga kami memutuskan untuk mengkonsep acara sesederhana mungkin, sesuai kemampuan, dan menanggung sendiri biaya pernikahan (sebagai bentuk tanggung jawab atas keputusan kami, sekaligus bentuk empati kepada kondisi orangtua masing-masing). Berikut adalah beberapa hal yang saya lakukan, sekaligus sejalan dengan beberapa hasil penelitian di kajian Kesehatan Mental Keluarga, berikut ini: πŸ”½πŸ”½πŸ”½πŸ”½πŸ”½

1. *Keterbukaan antar calon pasangan*
Terbuka antar keluarga inti, tertutup terhadap dunia luar (tidak menyebarkan informasi rencana pernikahan ke media sosial atau ke orang lain yang tidak punya kepentingan), dan jujur satu sama lain adalah tiga hal “Kesederhanaan” yang saya kolaborasikan dengan calon suami saya. Belajar terbuka mengenai karakter, kepribadian, dan bagaimana keluarga kami. Kalau dalam falsafah jawa, kita akan mengenal Bobot, Bibit, dan Bebet. Ada yang menganggap hal ini terlalu perhitungan. Padahal, bagi saya hal ini adalah bentuk pertanggungjawaban paling realistis yang bisa dilakukan. 

Penjabarannya adalah sebagai berikut: 

(a) Bobot artinya kualitas diri, baik secara lahir maupun batin. Termasuk keimanan, pendidikan, pekerjaan, kecakapan dan perilaku calon pasangan. Sanggup menafkahi, sanggup mengimami, serta sanggup mengasihi; 

(b) Asal usul atau garis keturunan, artinya harus jelas latar belakangnya. Dari mana ia berasal, dengan cara apa dan oleh siapa ia dididik. Karena meski bagaimanapun, watak atau karakter adalah sesuatu yang berpotensi dibentuk dalam keluarga; 

(c) Citra diri, penampilan yang ia tampakkan, penampilan fisik. Kriteria ini sengaja diletakkan di akhir, karena sifatnya sangat subjektif dan rasanya bukan jadi penentu utama, tapi bukan berarti tidak sama sekali. Iya nggak? Hehe
  *Terbuka dan mengkomunikasikan cara mengelola keuangan dan karir*
Rezeki itu adalah sunnatullah. Sebagai orang yang beriman kita percaya bahwa Allah adalah sang pemberi rezeki. Meski kita yakin bahwa segala rezeki datangnya dari Allah, kita perlu menjemput rezeki itu dengan sebaik-baik ikhtiar.
Membangun keterbukaan mengenai cara mengelola keuangan saya terapkan dengan calon suami saya, meski dalam waktu yang sangat singkat, namun harus clear sejak awal. Ketika memutuskan menerima lamaran calon suami di bulan Mei 2018, saya tidak terlalu membayangkan bagaimana nanti saat hari H pernikahan kami. Yang melesat dalam pertanyaan pertama saat itu adalah “*apakah ada hutang yang belum dibayar*?”. Mungkin aneh, tapi menyelesaikan hutang adalah salah satu prinsip yang saya pegang sebelum memutuskan menikah untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi pasca menikah. Mengesampingkan “rasa sungkan” dengan sebentuk ketegasan di awal insyaAllah akan lebih tenang daripada bermasalah di belakang.
Hal kedua yang perlu dikomunikasikan adalah bagaimana calon pasangan mengatur pengeluaran dan pemasukan, beserta pos-pos yang sudah ia petakan selama ini (review dikit dari materi kak @⁨sekar bundabijaksana.com⁩ ). Tidak ada salahnya menanyakan bagaimana calon pasangan menyalurkan rezeki yang ia dapat, bagaimana perannya di keluarga saat ini dan nantinya. Selain memastikan bahwa ia sanggup menafkahi keluarga kelak, saya harus memastikan bahwa sumber pendapatannya diperoleh secara halal dan thayyib. Ini penting untuk disampaikan secara ringkas namun jelas, sehingga bentuk pertanggungjawaban harta yang dititipkan Allah juga jelas. Di dalam buku “*Istri Bukan Pembantu*” karya Ahmad Sarwat, Lc., MA, dituliskan bahwa kewajiban menafkahi keluarga memang pada suami, namun atas dasar *kerelaan*, istri diperbolehkan membantu suami. Selain memastikan sumber penghasilan yang *halal dan thayyib*, mengelola pendapatan juga berupa memahami potensi diri yang sekiranya memungkinkan menjadi pintu rezeki. Hal ini juga harus diikuti dengan tetap membangun koneksi, rajin sedekah, saling mendoakan, dan bila memungkinkan mengambil kerja sampingan (part time).
[6/5 21.19] +62 816-566-331: Hal ketiga yang tidak kalah penting adalah saling terbuka dengan *life-style* masing-masing. Saya dapat mengatakan salah satu hal yang dapat menjaga kestabilan finansial bukan dari penghasilan yang sifatnya tetap dan besar, melainkan dari *gaya hidup*. Pastikan bahwa kebutuhan terpenuhi cukup, namun tidak berlebihan. Saya dan suami sebisa mungkin mengatur finansial dengan cara “*sederhanakan kebutuhan, perluas pendapatan*”. Ada dua pendekatan untuk mengatur finansial, termasuk dalam kondisi darurat:
a) Memampatkan kebutuhan dan sebisa mungkin hemat;
b) Memperluas pendapatan. Nah, kalau bisa kolaborasi keduanya, mengapa tidak dilakukannya saja? Disinilah *kepekaan hati* untuk membedakan mana *keinginan dan kebutuhan* diperlukan.


Terakhir, penting bagi calon pasangan untuk *menyampaikan pandangan mengenai rencana karir masing-masing*. Diskusikan dengan jelas mengenai berbagi *peran sebagai suami dan istri*, berbagi *amanah di masyaraka*t dan dunia kerja. Menikahi seseorang, artinya *menikahi mimpi-mimpinya juga*. Qadarullah, saya dan calon suami saya saat itu sama-sama menjadi calon penerima beasiswa yang akan melanjutkan studi S2 di luar negeri, dengan negara yang berbeda. Tentu ada keinginan untuk tetap bisa tinggal bersama setelah menikah, namun kami paham bahwa penerima beasiswa S2 *tidak mendapatkan bantuan dana hidup* keluarga dan kondisi finansial kami saat itu tidak memungkinkan bila harus menanggung biaya hidup di luar negeri. Alhamdulillah, kami sepakat untuk *tidak menunda keberangkatan* salah satu diantara kami setelah menikah. Meski konsekuensi yang harus dihadapi adalah Long Distance Marriage, namun secara waktu dan kebutuhan finansial dapat dikatakan lebih *efisien dan realistis*. Saat memutuskan menikah, calon suami saya bekerja di perusahaan farmasi di Jakarta, dan saya bekerja di Universitas Airlangga, Surabaya. Namun, sebelum berangkat studi, suami saya memutuskan untuk resign dari kantor. Sejak awal menikah (sekaligus selama masa studi), kami selalu berdiskusi mengenai rencana setelah pulang. Karena saya masih terikat kontrak dengan kampus, sulit bagi saya untuk tidak tinggal di Surabaya, sedangkan suami cenderung lebih fleksibel statusnya, sehingga kami memutuskan untuk tinggal di Surabaya pasca pulang sekolah.

3. *Konsep acara akad nikah dan resepsi/walimatul ‘ursy yang sederhana.*

Berdasarkan hasil survey kecil-kecilan di Instagram, salah satu yang membuat mereka menunda pernikahan adalah belum siap dengan biaya acara pernikahan. Menurut saya, rasa takut akan hal ini masih jauh lebih realistis dari pada tidak memiliki rasa takut lalu *mengonsep acara pernikahan besar-besaran sampai hutang kemana-mana*. Tidak dipungkiri, setiap keluarga memiliki budaya dan value nya masing-masing. Namun, tidak semua budaya harus diikuti dan disamaratakan, termasuk konsep acara pernikahan. 

Dari awal, kami sepakat untuk mengelola acara pernikahan kami sendiri, tanpa Wedding Organizer, dan juga biaya sendiri (patungan dari uang yang saya miliki dan bantuan dari calon suami saya). Alasan kami sederhana, sedari awal tidak ingin merepotkan kedua orangtua, menghindari hutang, dan tetap menjamu tamu dengan baik. Salah satu impian pernikahan saya adalah memberi santunan kepada anak yatim piatu, dan alhamdulillah calon suami saya memiliki keinginan yang sama. Kami berusaha menekan semua biaya supaya realistis, kecuali catering. Hal ini dilakukan karena makanan yang enak dan sehat adalah upaya kami untuk menjamu tamu. Alhamdulillah, perpanjangan tangan Allah juga hadir melalui pertolongan teman saya yang mendesain undangan pernikahan, teman-teman kontrakan yang berkenan menggunakan baju dengan warna yang senada (meski saya tidak menyediakan kostum apapun).

 Hal yang saya tekankan disini:
*pelaksanaan acara pernikahan yang sederhana adalah bagian dari upaya realistis kami menghadapi kehidupan pasca menikah*. Selain itu, penting buat kita untuk stay connected, karena pertolongan Allah bisa hadir lewat si(apa) saja. Meski sebulan setelah menikah kami harus LDM dan tentunya biaya hidup dibantu oleh beasiswa, kami sudah memikirkan untuk rencana jangka panjang (ketidakpastian pasca studi, terbiasa mempersiapkan dana darurat sejak sebelum menikah, bahkan sebelum tahu bahwa pada akhirnya kita akan menghadapi badai corona). 

Memang, acara hari H hanya akan sekali seumur hidup (Aamiin), namun jangan sampai rencana yang tidak realistis (menyebabkan hutang atau menghabiskan dana yang begitu besar) menyebabkan permasalahan di kemudian hari.


Terakhir, saya hanya ingin mengutip salah satu hadis yang menunjukkan Rasulullah mengajarkan kita kesederhanaan dalam menyelenggarakan pernikahan.
*“Adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.”* (HR. Abu Dawud)

Dalam mengadakan walimatul ‘ursy, kembalikan lagi niat kita untuk menjalankan sunnah Rasul, berbagi kebahagiaan dengan menghidangkan makanan kepada undangan. Sesuatu yang kita niatkan dengan baik, insyaAllah akan jadi amal salih, sehingga pengeluaran dan waktu yang diluangkan insyaAllah akan diganti dengan pahala dan keberkahan kedepannya.


Sebagai penutup pengantar diskusi malam ini, beberapa waktu lalu, saya sempat survey kecil-kecilan di Instagram, mengenai “*Lebih memilih menikah di Gedung/rumah?*” Jawabannya hampir 50:50. Terkait konsep dan biaya pernikahan, serta mana yang lebih baik, tentu akan ke nilai hidup dan support system masing-masing orang, dan tentu ngga bisa disamakan. Prinsip saya, keputusan yang baik adalah keputusan yang bisa mengukur kemampuan diri dan mampu berdamai dengan budaya. Selama memiliki budget dan tidak sampai hutang ke orang lain (apalagi bank, hanya untuk menikah), lanjutkan saja! :)

 πŸ™ Sekian pengantar dari saya, bisa dibaca2 dulu hehehe, saya kembalikan ke mas Iqbal selaku moderator. Wassalamualaikum




[6/5 21.41] Diskusi Pustaka Saga: Baik, penanya pertama dari mbak @⁨dhelLphiieCaramouy🍁⁩

Assalamualaikum.pemateri izin bertanya, jika saya tidak mau memberi mahar seperangkat alat salat, karena tanggung jawab yang cukup berat, dan jika tidak dijalankan mahar tersebut bagaimana? Sedangkan saya tidak mau memberi mahar seperangkat alat salat, tetapi calonnya meminta harus pakai mahar seperangkat alat salat. Apakah saya harus mengikuti permintaan calon istri saya dengan terpaksa? Atau saya harus mengikuti hati saya yang tidak memakai mahar seperangkat alat salat? Mohon jawabanya
  

Terima kasih atas pertanyaannya, Mas kali ya, bukan Mbak. Hehe. Sebenarnya saya sempet ikut kajian, mengenai mengenai beberapa teladan yang diberikan Rasul mengenai 'jenis mahar'. Mahar yang dicontohkan lebih ke barang yang bisa disimpan dan/atau dipakai untuk kelangsungan hidup. Nah, mengenai perasaan "berat" atas mahar seperangkat alat shalat, saya jadi tanda tanya, bukankah seorang laki-laki memang tanggungjawabnya menjadi imam bagi istrinya ya? termasuk memberikan pendidikan, hehehe. Lha kok malah takut? Mungkin bisa dirapihkan dan dikumpulkan lagi niatnya. :) Semoga menjawab dan bila ada tanggapan silahkan~
  

Sedikit tambahan lagi, setelah menikah sebenernya insyaAllah saling "belajar" dan saling "mendidik". Jadi............saya rasa nggak perlu ketakutan berlebih mengenai mahar seperangkat alat shalat, karena implementasinya ya ibadah ke Allah, dengan pace masing-masing....
  

Penanya kedua dari mbak @⁨sekar bundabijaksana.com⁩
[6/5 21.55] Diskusi Pustaka Saga: Bagaimana ketika kita dan calon pasangan ingin acara pernikahan yg sederhana saja sedangkan orang tua (salah satu pihak atau keduanya) ingin acara yang "wah" ?
[6/5 22.01] +62 816-566-331: Terima kasih Kak Sekar.

Sebelumnya, ada yang terlewat, dari survey saya di IG, Sekar juga menambahkan keutamaan menikah d Gedung adalah supaya ga nutup jalan, kalo nutup jalan dan sampai benar2 mengganggu masyarakat dengan soundsystem yang kencang, khawatirnya nggak berkah. Nah, bs jadi pertimbangan juga ya, supaya kalo di rumah bisa tetep *menjaga perasaan* tetangga~~~

Oke, menjawab pertanyaan Sekar, komunikasi di awal sebenarnya perlu. Ketika sudah menetapkan lamaran, perlu banget buat menetapkan konsep acara pernikahan, dan "keterbukaan dengan kondisi finansial masing2" saat itu. Ada beberapa orang yang punya privilese, dimana acara resepsi/walimah nya dibantu secara finansial sama kedua orangtua mereka, dan itu nggak salah. Tapi jika kondisi pertanyaan ini adalah sekadar meminta acara "wah" tanpa bantuan, saya pribadi lebih ke terbuka sejujurnya sama kedua orangtua (dan calon ortu) bahwa ada yang lebih penting dari hari H, yaitu hari-hari kedepan setelah menikah. Sesungguhnya, kejujuran dapat menangkal semua malapetakaa~ begitu lagunya hehe. Dan ini memang terjadi juga di saya, tapi di keluarga besar calon suami saya saat itu. Tapi dengan keterbukaan dan kejujuran masing2 alhamdulillah mereka bisa menerima dan semua baik baik saja.~ mudah2an menjawab ya Karzzz
[6/5 22.05] Diskusi Pustaka Saga: Saya lanjt ke penanya berikut ya
[6/5 22.05] Diskusi Pustaka Saga: Makasih mbak valin sharing ilmunya! Saya Ria, ijin bertanya yaa mbak... how to deal w/ different love language between our partner? Ini salah satu yg sering jadi kendala sih.. kayaknya gampang, tapi kenyataannya nggak, sampe bikin capek hehe.. mohon pencerahannya πŸ™πŸΌ
[6/5 22.13] +62 816-566-331: Salam kenal Mbak Ria, terima kasih atas pertanyaannya. Sebagaimana lima bahasa cinta ( Kata-kata Apresiasi, Waktu Berkualitas, Hadiah, Pelayanan/Pertolongan, Sentuhan Fisik) kita dengan pasangan kita sangat mungkin sekali berbeda, begitu juga saya dan suami, bedanya bener2 beda sampe ga bisa dipikir lagi hahaha. Ternyata yang menenangkan memang memahami saja itu sebagai fitrahnya manusia. Hal kedua yang bisa saya sampaikan, balik lagi ke: Komunikasi dan Keterbukaaan. Pas lagi santai2nya/ga tegang dengan tekanan kerjaan, biasanya saya memulai cerita bahwa saya sebenernya suka ....., yang mana kayaknya kurang keliahatan deh di bahasa cinta suami saya. Nah, sebenarnya bahasa cinta ini nggak se-mutlak kepribadian ya, sifatnya jauh lebih dinamis dan bisa kompromi, jadi selama buat menyenangkan pasangan, kenapa tidak belajar menyesuaikan pelan-pelan saja? heheh. Semoga menjawab ya Mbak
[6/5 22.25] +62 816-566-331: Hehehe, sebal adalah reaksi normal ketika menghadapi hal-hal di luar ekspektasi, termasuk ke pasangan kita. Balik lagi ke tujuan menikah di awal, kira2 dari seribu kenangan dan seabrek peristiwa bersama, layak nggak kita sebal terlalu lama sama pasangan? Hehehe yang saya rasakan justru malah buang-buang waktu. Jadi kembali lagi ke tujuan menikah, re-call kenangan-kenangan manis bersama pasangan, dan cari momen yang tepat buat ngobrol + ungkapkan harapan2 kita disana. Mudah2an menjawab ya Mbak
[6/5 22.46] +62 816-566-331: Sebagai closing statement, saya ingin mengutip quotenya Fahd Pahdepie dalam bukunya yang berjudul ~Nasihat~ Cerita Sebelum Bercerai:“ *Kita tidak saling mencintai karena hal-hal besar dan megah semacam itu*. *Kita terus mencintai seiring waktu karena hal-hal kecil di keseharian kita* ”.

Seringkali, perasaan cinta kepada keluarga (Orangtua, Pasangan, Anak, Kakak, Adik) itu justru semakin menguat ketika kita menikmati hal-hal sederhana, tapi bersama-sama. Contoh, waktu kecil, hal apa yang sampai saat ini akan selalu bahagia bila dikenang? Kalau saya, melihat Bapak mengambilkan buah mangga di depan rumah lalu dimakan bersama di ruang tengah. Mendengarkan cerita kakak saya ketika jadi anak baru di sekolah dasarnya (lalu membayangkan nanti kalau saya sudah SD gimana ya, akankah seseru kisahnya juga, karena saat itu saya masih TK, dan mbakyu saya anak baru kelas 3 SD), atau menemani Mama menyirami tanaman di halaman rumah, sambil bilang, "nanti kalo rambutmu rontok terus, ibuk petikkan lidah buaya ini ya,"

Begitu juga dengan *pasangan kita*. Melalui hal-hal sederhana dalam keseharian kita itulah barangkali kita semakin sayang. Misal, mengaji bersama, secangkir kopi untuk berdua (karena tinggal satu sachet dan pada mager beli wkwk, tapi kita tetap menikmati bersama). Juga, kepekaan suami menyiapkan makan sahur saat saya sakit kemarin (buat rukuk saat shalat aja sakitnya bukan main), melihat ekspresi bahagia suami ketika mencicipi tumisan sayur buatan saya (dengan bumbu dan bahan yang sungguh seadanya, alias yang tersisa di kulkas). Semoga kita bisa selalu mensyukuri hal-hal yang seolah "biasa", karena sejatinya, nikmat kebersamaan tidak bisa diganti dengan apapun. Sekian dari saya, terima kasih banyak atas kesempatan sharingnya, mudah-mudah Allah ridha dengan diskusi kita malam ini, dan mohon maaf lahir dan batin bila ada hal yang kurang berkenan. Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh.