Uswatun Hasanah Fitria

Sabtu, 30 Maret 2019

Diskusi PS (Mewariskan narasi dan ideologi)


[30/3 20.47]

Assalamu'alaikum, teman2 apa kabar? Semoga selalu sehat Saya diminta memantik diskusi dengan tema "Mewariskan Narasi dan Ideologi Melalui Tulisan."Hampir tak ada di muka bumi ini, sebuah entitas menjelma menjadi peradaban tanpa meninggalkan pahatan tulisan. Baik di dinding candi, batu-batuan tebing, di tulang-belulang gajanh, papirus kering terawetkan, atau di pelepah kurma dan tekonologi kertas masa lampau. Tercatat dalam sejarah, peradaban Cina yang menyumbangkan kertas bagi dunia. Adalah Tsai Lun yang menemukan kertas dari bahan bambu yang mudah didapat di seantero China pada tahun
101 Masehi.

Disebut sejarah, karena ada tulisan. Itulah sebabnya, zaman sebelum ada aksara disebut sebagai zaman prasejarah. Tulisan atau semacam penanda aksara, adalah bukti dari sejarah yang diwariskan, diturunkan ke anak cucu, dipelajari dan terekam dalam jejak kehidupan di muka bumi.
 Sebelum era tulisan, pengalihan tradisi dari generasi ke generasi dilakukan secara lisan. Para leluhur akan bertutur kepada anak-cucunya, menyampaikan kisah-kisah moral, termasuk berbagai pengajaran. Metode ini masih bisa ditemukan pada sejumlah suku bangsa.

Manusia diperkirakan mulai memasuki masa aksara sekitar 3000 SM. Aksara pertama disebut-sebut pertama kali melalui tiga kebudayaan besar: bangsa Sumeria di Mesopotamia dengan huruf pakunya, masyarakat lembah Sungai Nil di Mesir dengan hieroglifnya, dan masyarakat Han di Lembah Sungai Kuning dengan aksara Han (Kridalaksana dan Sutami 2005).

Revolusi tulisan baru terjadi ketika Gutenberg menemukan mesin cetak di Eropa. Buku-buku yang dulunya memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menyalinnya, kini dapat dihadirkan dengan lebih cepat. Sampai Martin Luther pun menyebutkan bahwa mesin cetak merupakan salah satu anugerah terbesar Tuhan selain keselamatan. Hal ini tentu memungkinkan penyebaran literatur dengan lebih cepat. Teknologi saat ini malah telah memungkinkan dihasilkannya ribuan eksemplar dalam waktu yang lebih singkat.

 Kegiatan menulis buku sebenarnya bisa dianggap sebagai kegiatan membekukan waktu. Konteks yang ada di sekitarnya pun turut terekam di dalamnya. Hal ini jelas terasa, misalnya dalam buku-buku biografi, sejauh buku tersebut dituliskan secara jujur. Sebab informasi yang dituangkan dalam tulisan tersebut menjadi rekaman sepanjang masa. Rekaman itu malah relatif lebih awet mengingat revolusi digital yang terjadi.

Pada dasarnya, sejumlah konteks dapat terekam bersama dengan tulisan, sejauh konteks-konteks tersebut (waktu, tempat, budaya) disertakan; eksplisit maupun implisit. Ketika tulisan itu dibaca kembali, nuansa yang tercakup di dalamnya sedikit banyak akan dapat ditangkap. Dengan demikian, gambaran keadaan (dan dengan demikian budaya) di sekitar penulisan bisa dirasakan pula.

Ketika menulis buku lebih difokuskan pada aspek budaya, aspek-aspek yang diangkat (bila diungkapkan dengan cara yang baik) dapat dinikmati, seakan-akan langsung hadir di hadapan pembacanya. Dengan demikian, budaya yang diwariskan pun akan lebih hidup. Apalagi bila dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi, gambar-gambar, atau foto-foto. Media massa tercetak dan situs web memungkinkan hal ini.

Ada beberapa jenis tulisan yang berpotensi besar untuk meneruskan kebudayaan. Pada saat ini, bentuknya bermacam-macam. Bisa berupa makalah, skripsi, tesis, disertasi, jurnal ilmiah, buku, majalah, dan sebagainya.

*Tulisan sejarah*. Kalau mencermati buku-buku sejarah, kita bisa melihat situasi ekonomi, sosial, politik, termasuk kebudayaan yang berlaku pada suatu periode di tengah suku bangsa tertentu. Tidak sekadar menggambarkan, tulisan sejarah bisa dianggap melengkapi benda-benda historis lainnya.

*Tulisan budaya* Berbeda dengan tulisan-tulisan sejarah, tulisan-tulisan budaya secara khusus menjelaskan kebudayaan komunitas tertentu. Jadi, tulisan-tulisan ini tidak difokuskan pada penjelasan latar sosial-politik lingkungan masyarakat tertentu. Namun, bukan berarti tidak menyinggung aspek tersebut sama sekali. Tulisan seperti ini, misalnya, tulisan-tulisan yang mengungkapkan tata pernikahan, penjelasan simbol-simbol adat, akan mewariskan hal-hal tersebut kepada generasi berikutnya.

 *Mewariskan Ideologi* Manusia yang memiliki pikiran, jalan hidupnya ingin mewariskan yang difikirkan. Ideologi yang diyakini. Atau kepercayaan dan iman yang ingin diturunkan ke generasi berikutnya. Mari kita lihat sejarah. Semua ulama besar pembawa pesan kenabian, menulis buku, kitab dan menurunkan kepada murid-muridnya. Itulah sebabnya, Islam bisa berkembang di muka bumi. Karena dibawa oleh tulisan dan narasi yang dituliskan.

Imam-imam Empat Madzhab Ahlussunah Waljamaah, seperti Imam Syafi'i dan Imam Hanafi telah berabad-abad meninggal dunia, tetapi ajarannya masih dipakai karena tulisan yang mereka buat. Ibnul Qoyyim al-Jauzi, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, Muhammad Natsir, dan Buya Hamka adalah ulama-ulama yang mewariskan ilmu dan pengalamannya kepada umat melalui tulisan.
Saya pikir cukup. Silakan dipancing dengan pertanyaan biar otak saya juga mengalir. Hehe

[30/3 21.31]
Darudi

Mas kan penulis, dan saya tau kalau tulisan mas amin yang berjudul ijtihad membangun basis gerakan sudah ada sejak lama.. bagaimana mas amin bisa menuangkan pemikiran nya itu di kala mas amin waktu itu masih tergolong sangat muda, dan bisa dibilang sekarang buku itu jadi buku ideologis anak2 gerakan.. gak lengkap seorang aktivis jika tidak membaca buku itu
JAWAB
 Siap. maaf ini saya sambil tengok2 debat Pilpres. hehehe.
 Kuntowijoyo. Nama itu sangat penting dan berkesan bagi saya. Beliau adalah guru besar sejarah dari UGM. Kala itu, zaman masih zaman kertas dan pulpen. Bukan zaman smartphone, android, Iphone. Zaman orang yang ingin menulis harus mencari kertas dan pulpen, bukan membuka kotak kecil ajaib bernama henpon, dan tinggal mengetuk lalu muncul sederet huruf. Paling banter dulu adalah mesin ketik tradisional yang bunyinya ritmik. Macam ritual pencipta peradaban.
..
 Nah, Pak Kunto ini punya prinsip, pertemuan sekecil apapun akan membuat tulisan. Baik mengusulkan, menanggapi, menguraikan, atau menyanggah pendapat. Di akhir tulisan adalah kesimpulan-kesimpulan. Jadi saya sangat terinspirasi. Tiap pelatihan, daurah marhalah, daurah tematik atau kajian dan diskusi pekanan, saya coba buat tu;isan pendek. Di sebuah forum kemudian tulisan itu dibedah, disanggah, didebat. Lalu saya sempurnakan lagi, saya edit bagian yang saya anggap salah, atau saya perpanjang bab yang terlalu ringkas. Bahkan beberapa bab harus didelete karena tidak relevan. Begitu caranya menulis.
 :
Karena itu kontekstual, sesuai dengan kepentingan, maka ibarat asbabunnuzul, tiap bab di buku Ijtihad Membangun Basis Gerakan adalah menanggapi zamannya. Menjawab pertanyaan yang muncul. Tapi, perlu diingat, itu konteks 15 tahun lalu. Mungkin, sekarang perlu gaya menjawab yang berbeda. Atau sudut pandang yang berbeda.

Nama : Syamsul
Asal : Bandung
Pertanyaan :
Sejarah terkadang ditulis oleh penguasa atau pemenang perang.. Sehingga terkadang History > HIS Story. Bagaimana cara utk mendudukan sejarah secara objektif melalui tulisan?
JAWAB
 Kang Syamsul yang baik, sejarah sering menjadi cerita tentang penguasa atau elite. Sejarah adalah tuturan para jenderal, sultan, raja, dan lingkungn istana atau barak militer. Jarang sekali sejarah tentang petani kecil atau nelayan renta di pinggir pantai. Sejarah diwariskan karena kedigdayaan, superpower, atau kejumawaan seseorang, terutama dalam hal gender adalah laki-laki.Namun, saat saya kuliah --jurusan sejarah di UIN Jogja-- saya menjumpai ada beberapa peneliti mulai menggugat dominasi --baik dominasi elite dan pemenang perang, atau dominasi atas lelaki kepada gender lain. Lahirlah narasi sejarah alternatif. Narasi yang menceritakan sejarah dari sudut pandang kaum marginal, sejarah rakyat kecil, atau sejarah perempuan hebat. Satu per satu mulai muncul, digali, dibedah dan ditonjolkan ke muka publik. Bila ditanyakan, bagaimana mendudukkan sejarah secara obyektif, ya tentu melalui verifikasi historis. Ada tiga teori untuk mengobyektivikasi ini.

*Pertama, Teori Perspektif.* Teori ini menjelaskan bahwa penulisan sejarah dapat dikatakan  objektif apabila fakta-fakta tersebut diterangkan secara cermat dan didukung oleh bukti yang cukup. Selain itu, perlu adanya kesesuaian antara keterangan dan fakta. Menurut teori ini, sudut pandang yang berbeda-beda tidak akan saling bertentangan, melainkan saling melengkapi satu sama lain. Selanjutnya, dijelaskan bahwa setiap sejarah yang lengkap merupakan hasil dari dua faktor, yaitu unsur subjektif dari sejarawan dan unsur subjektif dari fakta.

*Kedua, Teori Koherensi* Teori ini pada dasarnya menekankan bahwa semua kebenaran pada dasarnya bersifat relatif serta tergantung pada prasangka-prasangka yang dipakai untuk menulis. Teori ini juga mendefinisikan bahwa objektivitas dalam sejarah bukanlah hubungan antara satu pernyataan dengan kenyataan, melainkan hubungan antara suatu pendapat dengan pendapat lainnya. Menurut teori ini, sejarawan harus percaya pada peninggalan masa lampau dan tidak boleh meragukan dan menyeleksi setiap kesimpulan yang didasarkan pada fakta-fakta.

*Ketiga, Teori Kebenaran* Teori ini menyatakan bahwa suatu pendapat adalah benar apabila cocok atau sama dengan kenyataan. Sehingga, bagi para ahli yang menganut teori ini, tidak ada suatu pendapat yang tidak cocok dengan kenyataan.

Penanya ke tiga
 'Rayhan surabaya.

Mas saya mendengar cerita2 hebat tentang gerakan mahasiswa dari senior2. Seperti program Bidikmisi Kemendikbud yang awalnya dari aksi mahasiswa menuntut rasionalisi SPP mahal dengan adanya beasiswa mahasiswa kurang mampu. Sayangnya itu hanya cerita saja. Tidak ad bukti tulisan. Sehingga ya menguap begitu saja. Tidak bisa diambil Ibrah dan dipelajari metode gerakannya. Bagaimana menumbuhkan budaya menulis risalah gerakan?
jawab:
 Ada dua hal mau saya tanggapi.
 *Pertama, kebijakan negara dan advokasi mahasiswa*. Dalam sejarah bangsa kita, banyak regulasi hadir karena ada tekanan massa atau advokasi mahasiswa. Beberapa hasil lobi kaum intelektual melalui lembaga pembuat kebijakan negara. Rasionalisasi SPP berbuah Bidikmisi Kemendikbud.Ada juga, kampus didesak berubah karena tekanan negara. Misalnya NKK/BKK zaman dulu. Politik tidak boleh masuk kampus, maka Dewan Mahasiswa dibubarkan. Bentuk komprominya adalah BEM (Badan Ekseutif Mahasiswa) yang hiduo sampai sekarang, meskipun bentuknya berbeda-beda. Ada yang melalui partai kampus, ada yang melalui perwakilah mahasiswa saja. Pemerintahan mahasiswa memang sebuah pembelajaran. Bentuk latihan sebelum masuk dalam kancah kenegaraan sesungguhnya.

 *Kedua, menumbuhkan budaya menulis*. Sebetulnya sekarang semua orang menulis. Minimal status whatsapp atau facebook. Hanya saja, tulisan itu sifatnya reaksioner dan tidak dalam. Hanya beberapa yang menulis diniatkan sebagai analisis atau bahan kajian diskusi. Menurut saya, tradisi menulis orang Indonsia sudah makin baik. Hanya perlu ditata dan disistematisasi.

 Teman-teman gerakan mahasiswa perlu menuliskan semua jejak organisasinya. Agar diketahui bagaimana dia muncul, bagaimana artikulasi dengan negara, dan dampaknya dalam kebijakan yang diambil. Ini agar narasi sejarah tidak direbut oleh orang lain. Penutur terbaik adalah pelaku.
Baik, teman2. Terimakasih atas kesempatan diskusinya. Doa saya satu: kita biasa dialektika gagasan melalui tulisan. Pertama, membuat cara berfikir sistematis, tidak emosional (meski menulis baik adalah dengan emotion dan emoticon hehe). Kedua, tulisan bisa diwariskan dan dibaca generasi berikut. Maturnuwun, Terimakasih. Wassalam semangat jiwa muda. semangat dalam berproses.
sabar dalam membaca tulisan.selamat ikut liko hehe




INI HASIL DISKUSI ONLINE BULAN LALU
yang dibawah ini opening sebenarnya tapi saya simpan disini.

[30/3 21.18]-[30/3 20.43] 
Malam ini ada debat calon presiden republik Indonesia. Untungnya saya bukan bagian dari tim sukses atau tim pemenangan salah satu kubu. Jadi tidak harus mantengin dua calon pemimpin kita nanti, berbicara tentang Indonesia.Namun, menarik bila disadari, ternyata mereka membawa narasi berbeda. Bisa saya simpulkan sejauh ini, selama berbulan-bulan, atau malah hampir satu tahun belakangan, dua kubu melemparkan narasi yang kuat. Narasi yang dibangun itu adalah cerminan dari ideologi dua kubu.Narasi yang dibangun Prabowo adalah Indonesia Adil Makmur. Sementara Jokowi melemparkan narasi Indonesia Kerja yang dibungkus dalam Nawacita. Lanjutan dari visi misi periode pertama.Tapi, malam ini, kita tidak sedang mendiskusikan perhelatan presiden.

Assalamualaikum wr.wb

Terima kasih untuk peserta yang telah registrasi untuk diskusi online kami

Pertama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas kesempatan diberikan untuk diskusi hari ini kita akan membincangkan *mewarisi narasi dan ideologi melalui tulisan* bersama mas @⁨aminsudarsono7@gmail.com⁩ (penulis buku ijtihad membangun basis gerakan) Dalam rangka 4 tahun pustaka saga

 ‪+62 813-2819-3554‬:

Tidak ada komentar: