.
[15/3 21.06]
Assalamualaikum.. sahabat2 semua ..Smg dlm slalu dlm keadaan sehat 😁..Ini ada tulisan singkat.. bisa nanti kita bincangkan lbh lanjut..
Budaya Baca dalam Aktivisme Kita
Oleh: Viki Adi Nugroho
Silakan artikan sendiri judul di atas. Saya sejenak diminta untuk menguraikan dalam tulisan singkat ini oleh kawan-kawan di Pustaka Saga. Dalam tajuk literasi diskusi online kali ini
Terserah sahabat semua memahami “aktivisme” sebagai apapun. Baik aktivitas keseharian maupun aktivitas “aktifis”. Mari kita buat sama dan umum saja. Apapun aktivitas kita. Saya disini bukan praktisi “baca” atau “literasi” dalam ruang formalitas. Saya hanya orang yang memang suka membaca dan menulis termasuk dalam hal literasi. Saya juga tidak punya proyek literasi untuk umum. Saya hanya punya penerbit yang saya dirikan sendiri untuk menampung ide-ide para penulis yang ingin belajar menulis.
Saya memang pernah mendengar atau sekilas membaca hasil survei terkait budaya baca masyarakat Indonesia dan saya pun tak peduli dengan data itu sehingga saya juga lupa. Jadi jangan tanya itu kepada saya. Katanya memang sedikit! Faktanya? Saya yakin Anda semua disini senang membaca. Meski hanya membaca status orang via whatsapp.
Saya memang orang yang suka menyarankan orang untuk membaca. Apapun itu! Dalam acara apapun itu. Setiap kali saya mengisi forum, kajian, diskusi, dan sebagainya. Baik membaca buku maupun situasi. Meski saya bukan aktivis literasi yang memperjuangkan buta huruf atau taman baca di masyarakat, mungkin sahabat semua adalah orang yang bergerak disitu. Sementara saya hanya bergerak pada ranah yang hanya saya lakukan dalam keseharian saya. Jadi saya mencoba mengatakan bahwa saya bukan ahlinya dalam hal ini. Barangkali di antara sahabat sekalian ada yang sudah menjadi aktivis literasi di masyarakat dan sebagainya. Di sini saya ucapkan terima kasih sudah mau mendengar atau membaca sedikit tulisan saya. Dan mohon maaf ketika masih banyak kekurangan.
Budaya baca dan peradaban
Peradaban dibangun dari unsur terkecilnya, yaitu manusia dengan segenap perangkat yang menyertainya. Dibangun atas pandangan hidupnya. Baik pandangan hidup atas hasil oleh pikir mereka maupun atas hasil wahyu (agama) yang sampai pada mereka atau bahkan gabungan dari dua hal tersebut sehingga membentuk sebuah kebudayaan.
Lalu apa kaitannya membaca dengan peradaban? Banyak pengamat yang mengatakan bahwa kemajuan suatu peradaban, kemajuan suatu bangsa, kemajuan suatu masyarakat akan sangat tergantung pada budaya membaca yang ada didalamnya. Atau sederhananya ada erat kaitan antara budaya baca dengan keilmuan. Artinya seberapa tinggi prosesi keilmuan (budaya ilmu) dalam suatu masyarakat akan berpengaruh terhadap seberapa tingginya peradaban tersebut. Sampai disini kita bisa memahaminya. Budaya baca adalah bagian dari prosesi keilmuan tersebut. Meski ada faktor-faktor lain yang saling menunjang. Namun bisa dikatakan budaya baca inilah yang menjadi salah satu pilar utama nya selain dari proses diskusi, pengkajian, riset, eksperimen, aksi atau lain sebagainya.
Indikator tingginya peradaban saja kita bisa berbeda. Tergantung anda semua memakai pandangan hidup apa. Kalau sahabat semua memakai pandangan hidup Barat, berarti kemajuan peradaban ialah ditandai dengan majunya teknologi, ilmu pengetahuan, kekayaan, atau sederhananya ialah materi. Jikalau menggunakan pandangan hidup Islam maka kemajuan atau kebahagiaan bukan pada hasil-hasil tersebut, tapi pada makna ketenangan hidup yang diperoleh dari hasil-hasil tersebut, jadi ada kebahagiaan jiwa, ada kebahagiaan ruhani selain dari materi. Ini perlu kita ketahui karena akan menentukan akar dan proses budaya ilmu kita hari ini. Kalau dalam hal ini budaya baca, maka akan mempengaruhi misal prioritas bacaan kita hingga apa yang akan mempengaruhi pikiran kita sampai tindakan kita.
Budaya baca dan pikiran kita
Pada masa arab pra-islam, budaya menghafal sangatlah tinggi. Setiap syair keluar, dituliskan, bahkan dihafal dengan mudah. Penyair-penyair besar muncul. Begitu turun al-Quran, ayat yang pertama juga perintah untuk membaca, yaitu Nabi Muhammad Saw untuk membaca dengan menyebut nama Allah Swt. Pembelajaran al-Quran diteruskan kepada para sahabat, ada sahabat yang menuliskan, lalu dihafalkan. Maka generasi awal memang adalah generasi penghafal. Budaya keilmuan mulai tumbuh kala itu khususnya berkaitan dengan agama. Setelah proses penanaman aqidah berlangsung lama dengan ujian hebat yang menimpa umat Islam pada periode Mekah, lalu kemudian Alloh Swt memerintahkan hijrah. Pada periode ini pengkajian umat Islam sudah masuk pada hal-hal keseharian kehidupan seperti hukum fikih dan muamalah. Setelah Rasulullah wafat kemudian digantikan oleh para khalifah. Kala itu pada masa Umar bin Khattab ketika menaklukan wilayah Persia, ada keinginan dari umat Islam untuk menerjemahkan kitab-kitab mereka ke dalam bahasa arab. Tapi Umar mencegah. Umar mengetahui bahwa umat Islam belumlah cukup mengerti masalah ilmu-ilmu kuno seperti itu. Dikhawatirkan akan terjadi kegoncangan dalam aqidahnya. Aalagi Persia baru tersentuh. Ini butuh waktu untuk menjadikan Islam pada diri mereka kuat. Apalagi orang di sana terhitung “cerdas” dalam berlogika. Umar kahawatir pada umat Islam.
Hingga pada masa Abbasiyah nanti, penerjemahan besar-besaran itu dimulai. Inilah babak baru pada prosesi budaya ilmu dalam Islam. Khususnya dimulai pada masa Harun ar-Rasyid. Beliau membuat perpustakaan dan membuat suatu budaya keilmuan dalam umat Islam. Beliau membuat gencatan senjata untuk meminimlaisir perang dan fokus pada pembentukan peradaban. Cukup berbeda dengan kebijakan Umayyah di era sebelumnya.
Babak baru budaya baca muncul setelah penerjemahan kitab-kitab kuno (filsafat) di terjemahkan. Masuk paham rasionalisme, masuk paham-paham yang aneh bagi kalangan umat Islam atau para ulama kala itu. Ya benar! Anda pasti akan berpikir mengapa Umar di awal umat Islam menaklukan persia dan kawasan sekitarnya melarang menerjemahkan kitab-kitab itu. Semua apa yang dibaca akan berpengaruh pada alam pikiran kita! Itulah kecerdasan Umar apalagi ia melihat situasi umat Islam yang masih banyak dalam keadaan mualaf.
Pun dalam diri kita sendiri hari ini. Apa yang kita baca akan sangat berpengaruh pada alam pikiran kita dan akan membentuk pandangan hidup kita. Saya memang tidak pernah membaca buku tentang “bagaimana membaca buku yang benar” atau buku tentang “prioriats membaca buku yang benar” atau sejenisnya. Saya hanya orang yang tidak sengaja bertemu dengan buku-buku di rumah yang lalu saya baca. Saya juga orang yang dari kecil dididik dalam keluarga “surau”. Jadi bukan orang yang memang menemukan dalam pencarian jati diri yang terombang-ambing.
Setidaknya di awal saya sudah mencoba membaca buku keislaman. Barangkali sahabat semua berbeda dengan saya. Sedari awal tertarik dengan buku-buku kebalikannya atau telah membaca semuanya dan menemukan titik yang menajdi gagasan meski sebelumnya terjerumus dalam kebingunan. Makanya diawal saya bercerita bahwa sebenarnya saya bukan orang yang cocok ketika membahas tema ini. karena saya lebih monoton. Meski saat ini persinggungan dengan berbagai aneka buku lumayan kental. Sederhananya saya ingin berbicara bahwa dari awal saya lurus-lurus saja.
Artinya tidak terjadi pergolakan pemikiran di dalam diri saya berkaitan dengan prosesi ideologi dari sebuah budaya baca. Namun jelas bagi saya bahwa apa yang saya baca kala itu memang sangat mempengaruhi pandangan hidup saya.
Buku apa yang kala itu membuat saya menjadi gila baca dan akhirnya memilih Islam sebagai pandangan hidup secara sadar? Saya sadar cukup telat. Saya baru paham begituan ketika SMP kelas akhir. Buku Zero to Hero karya Solikihin Abu Izzudin mempengaruhi saya (awal-awal Pro U hadir mewarnai penerbitan di Indonesia). Sebelumnya saya hanya membaca buku pelajaran, buku agama pun paling hanya fikih, atau seputar ilmu-ilmu dasar dan beberapa majalah Islam saja.
Pikiran saya terbuka. Dan saya menyadari bahwa memang benar bahwa kita adalah apa yang kita baca.! Anda boleh setuju atau tidak itu silakan. Barangkali sahabat semua punya pengalaman yang berbeda. Barangkali karena semua dibaca dan akhirnya ragu! Dan agnostik. Ya selamat saja! Artinya budaya baca memang tidak bisa diberikan pada diri kita sendiri. Kita butuh kawan diskusi, kita butuh guru. Makanya dalam kaidah dakwah, meski kita suka baca, kita diharapkan juga punya guru untuk berdiskusi. Meski bukan formal.
Dari sini kita akan semakin memandang luas dunia yang ada dengan memperluas cakrawala baca kita. Membaca tak sekedar membaca buku. Kita juga harus membaca realita, kita harus membaca perubahan zaman, kita harus membaca sekitar. Dengan kombinasi itu akan membuat kita tetap eksis dalam perputaran dunia yang terus berjalan. Dengan kombinasi itu akan membuat kita cerdas menyikapi situasi yang terus berubah dengan cepat. Dan tidak mati di tengah jalan.
Budaya baca dan aktivitas
Dari pikiran yang jernih akan lahir pula tindakan serta aktivitas yang jernih. Jadi ada korelasi budaya baca dengan aktivitas kita. Maka penghayatan budaya keilmuan yang benar di dalam Islam adalah ketika individu yang memiliki ilmu tersebut memanfaatkannya untuk kebaikan. Maka tepat sekali ketika Syed M. Naquib al-Attas —salah seorang cendekiawan muslim— mengatakan bahwa ilmu adalah sampainya makna pada jiwa atau sebaliknya ketika jiwa sampai pada makna.
Maka bagi umat Islam seharusnya budaya baca yang benar dalam kerangka budaya ilmu akan mengahsilkan tindakan dan akhlak yang benar. Bukan sebaliknya. Jika yang terjadi adalah agnostik artinya ada yang salah dalam proses budaya ilmu kita. Artinya disini saya mengatakan bahwa budaya baca itu hanya bagian dari budaya ilmu. Kalau membaca saja tidak pernah, ya sama saja dengan kita tidak pernah melakukan proses budaya ilmu itu. Pun juga sebaliknya jika kita hanya mengandalkan bacaan kita tanpa pernah menambah dengan prosesi budaya ilmu yang ada (mengkaji, diskusi, riset, eksperimen, dll) juga akan terjebak dalam kesombongan kita dan kita tidak akan bisa masuk pada realita sebenarnya. Selalu bisa kritis tapi tidak bisa memberikan solusi. Kecerdasan kita akan ditentukan disini. Seberapa banya kita membaca seharusnya mampu membentuk kita dewasa dalam bertindak. Karena membaca sekali lagi bukan hanya sekedar buku tapi juga situasi di sekitar kita.
Budaya baca dan karya
Terkahir dari saya. Budaya baca yang terjadi sebagai bagian dari prosesi keilmuan juga seharusnya menghasilkan karya. Maka pada zaman Abbasiyah ketika budaya ilmu itu dibangkitkan, muncul para penulis, ilmuwan, peneliti, dan berbagai ahli keilmuan Islam. Budaya ilmu itu sampai pada titik kebermanfaatan dan membawa pada kebahagiaan jiwa dan dunia. Termasuk pada era Andalusia, bahkan buah karyanya sampai mempengaruhi renaisans pada peradaban Barat.
Jadi kita bisa mengatakan sederhananya bahwa membaca adalah menulis. Istilah ini saya pinjam dari sahabat saya Pak Eko Novianto. Saya ingin mengatakan bahwa ketika sahabat semua memiliki budaya baca yang tinggi seharusnya anda bisa mengahsilkan karya minimal sekali adalah sikap anda terhadap realita yang ada di sekitar. Dengan membaca akan menumbuhkan idealisme dari pandangan hidup kita. Dengan membaca situasi, kita akan tahu kondisi realita di lapangan. Dengan mengombinasikan keduanya, kita akan menemukan sebuah cara untuk mengubah kondisi di lapangan sesuai idealita yang kita cita-citakan. Selamat berkarya. [ ]
......................................
Pertama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas kesempatan diberikan untuk diskusi hari ini kita akan membincangkan *budaya literasi dalam aktivisme kita* bersama mas @Viki Adi N Dalam rangka 4 tahun pustaka saga. Yang kedua, saya ucapkan kepada rekan-rekan dan pemateri yang telah berpartisipasi dalam diskusi ini. Yang ketiga, saya perkenalkan diri, nama saya Mhd Iqbal (087869580661), sebagai moderator dalam diskusi ini. Salam kenal untuk semuanya😊 Yang keempat, saya sampaikan kepada peserta untuk dapat berdiskusi dengan terbuka dan kondusif, tidak perlu merasa enggan untuk menanyakan informasi apapun, kami akan berupaya untuk berbagi informasi sebaik mungkin dan diharapkan dapat menjawab pertanyaan rekan-rekan semua
Untuk mempersingkat waktu,.saya persilahkan ke mas @Viki Adi N memberin pemaparannya
[15/3 21.15] +62 852-8143-9266:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar