Uswatun Hasanah Fitria

Jumat, 22 Maret 2019

Pustaka Saga 2

Diskusi online

[16/3 20.06]

 Teman2, malam ini kita diskusi  belajar aktivisme 

Bersama mas @⁨Januar48⁩  pukul 19:45 wib ya 😊
 
Assalamu'alaikum teman2 semua
.
 Malam ini kita bakal bahas sedikit soal masa muda Ki Hajar Dewantara ato yg waktu muda dikenal sebagai Soewardi Soerjaningrat
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Soewardi merupakan seseorang yang masih memiliki darah ningrat. Tepatnya, berasal dari keluarga keraton Pakualaman. 
Darah ningrat itu diperoleh oleh Soewardi dari sang ayah yang bernama KPH Soerjaningrat. Sehingga, berdasarkan silsilah keluarganya, Soewardi merupakan cucu dari Sri Paku Alam III. 

Sedangkan, sang ibu bernama Raden Ayu Sandiyah.
Meskipun Soerjaningrat merupakan seorang pangeran, namun sejatinya dia tidak pernah menjadi kepala rumah pangeran. Sebab, saat ayah dari Soerjaningrat yaitu Paku Alam III meninggal pada usia 40 tahun, kesultanan itu tidak jatuh ke tangannya. Melainkan, oleh pemerintah kolonial diserahkan kepada saudara sepupu Paku Alam III, yang belakangan diangkat menjadi Paku Alam IV.
Saat Paku Alam IV turun dari jabatannya, Belanda juga kembali tidak menyerahkan kekuasaan itu kepada Soerjaningrat. Pemerintah kolonial saat itu justru menyerahkannya kepada adik laki-laki Paku Alam III untuk menjadi Paku Alam V.
 
 Dalam buku Raja Mogok R.M. Soerjopranoto: Sebuah Kenangan Oleh Bambang Sukawati, yang ditulis oleh Bambang Sukawati menyebutkan,  alasan fisiklah yang membuat pemerintah kolonial tidak memilih Soerjaningrat sebagai pewaris tahta tersebut. Alasannya, saat itu Soerjoningrat mengalami tuna netra menjelang dewasa.
Hal itu kemudian membuat Soerjaningrat dan keluarganya, dalam hal ini termasuk juga sang anak, Soewardi tidak mendapatkan sejumlah fasilitas.

, hal itu justru membuat Soewardi banyak berinteraksi dengan berbagai kalangan
 Meskipun memiliki darah ningrat, bukan berarti hal itu menjauhkan Soewardi berinteraksi dengan masyarakat umum.Bahkan, Soewardi muda banyak berkecimpung dalam aktivitas politik dan jurnalisme. Di antaranya, dia pernah bergabung dalam surat kabar De Express, Oetoesan Hindia, Midden Java, Kaoem Moeda, Sediotomo, Tjahaja Timoer, serta Poesara. Saat bekerja di berbagai surat kabar tersebut, Suwardi dikenal sebagai seorang penulis yang cukup produktif.
Soewardi memilih dunia jurnalistik, karena dia menganggap pers merupakan sebuah alat perjuangan yang cukup efektif saat itu. Tidak hanya itu, dengan menggeluti dunia jurnalistik, maka dia bisa mencurahkan seluruh keresahan hatinya dalam berbagai karangan.
Hal itu memang terbukti dalam berbagai tulisan-tulisannya. Sebagian besar tulisan Soewardi memang menggambarkan keresahan hatinya akan sebuah bangsa yang merdeka, dan bebas.

Tulisan pertamanya dalam De Express pun tidak jauh-jauh dari wacana kebebasan. Tepatnya, saat itu Soewardi menulis sebuah tulisan dengan judul “Kemerdekaan Indonesia”.
Dalam tulisan itu Soewardi menyatakan, jika setiap pergerakan politik bebas, harus dimulai dengan memutuskan perhubungan-perhubungan kolonial dan harus menuju ke penghidupan rakyat yang bebas. Menurutnya, selama hubungan tersebut masih berlangsung, berarti selama itu pula aka nada ikatan yang memungkinkan terasanya tekanan penghidupan rakyat. 

Sejumlah tulisannya saat itu dikenal pedas melakukan kritikan terhadap berbagai kalangan. Bahkan, pada tanggal 16 Agustus 1917 Soewardi menulis sebuah artikel berjudul 
“Pernyataan Prinsip Seorang Nasionalis Hindia”.1
Artikel itu berisi kritikan tajam terhadap kaum sosialis yang ada di Hindia Belanda. Saat itu, Soewardi merasa para kaum sosialis di bawah pimpinan Sneevliet menghalangi
 perjuangan kaum nasionalis, dimana salah satunya termasuk Soewardi. “Tapi kami orang Hindia merasakan benar, bahwa nasionalisme dalam perjuangan kami ini hanya merupakan senjata, dan bukan tujuan. Pada tahap pertama senjata itu masih kami perlukan, sebab perjuangan yang kami hadapi sekarang ini adalah melawan imperialisme Negeri Belanda. Namun, demokrasi pun terdapat dalam gudang senjata kami; dan senjata ini akan mencegah kami mengambil langkah-langkah keliru dalam kami menempuh jalan yang sulit menuju kemerdekaan itu,”tulis Soewardi dalam artikel tersebut.

Tidak hanya itu, Soewardi juga mengkritik perayaan ulang tahun kemerdekaan Belanda. Kritik itu dilontarkannya dalam sebuah tulisan berjudul "Als Ik een Nederlander" (Jika Aku Seorang Belanda )
 Kritikan itu membuat pemerintah Kolonial Belanda berang
 Soewardi pun diasingkan ke Belanda
Meski demikian, saat di Belanda, Soewardi justru menjalin hubungan dengan sejumlah tokoh pergerakan lainnya seperti Marco Kartodikromo
Saat pulang ke Hindia (Indonesia) ada perubahan sikap Soewardi
seiring pertambahan usianya
tua ato Ki Hajar tampaknya mulai melirik perjuangan yang lebih moderat
pun memberi perhatian pada dunia pendidikan. Karena Soewardi menyadari betul pentingnya sebuah pendidikan bagi bangsa yg ingin merdeka.

[16/3 21.00] Diskusi Pustaka Saga: 

Baik, pertanyaan pertama dari mbak @⁨Aini⁩
Pendidikan penting untuk masyarakat. Semakin tinggi pendidikan maka rasa nasionalisme itu juga semakin tinggi. Namun, mengapa ada sebagian anak muda yang kuliah di luar negeri tapi enggan kembali ke tanah air dengan alasan di tanah air orang yang kuliah di luar negeri tidak diakui dan dipandang sebelah mata? Terimakasih
jawab:
Ada banyak faktor yang menyebabkan sejumlah mahasiswa yg kuliah di luar negeri namun enggan balik ke Indonesia. Satu di antara faktornya tentu saja persoalan jaminan dari pemerintah
Tidak dapat dipungkiri, mereka yang pulang dari luar negeri kadang masih kebingungan bakal melakukan apa dengan ilmu mereka di Indonesia. Sedangkan di luar negeri,  kemampuan mereka begitu dihargai. Sehingga, saat mereka akan pulang, para lulusan luar negeri itu akan berpikir dua kali
 Meskipun, kita sangat yakin nasionalisme mereka tentu masih tinggi.


trimakasih yang telah berkunjung.
baca loh ya.
ampe selesai. semangat generasi muda.
[16/3 21.04]
 ‪+62 812-1692-3251‬:

Tidak ada komentar: