#30 Hari Bercerita
#Malam Minggu
#Nambah wawasan
[18/1 19.53] admin Pustaka Saga:
Dalam rangka memperingati pustaka saga, kami menghadirkan diskusi online malam ini bersama mas @Min Bookmar untuk teman2 semua
[18/1 21.09] A.Risani:
Saya mengucapkan terma kasih atas kehadiran teman2 di forum ini, semoga dapat memberi insight bagi dunia gerakan milenials.
.
Kita ubah diskusinya menjadi tertulis saja, krn td ada interupsi dr beberapa peserta agar menggunakan teks saja. ☕
[18/1 21.10] Min Bookmar: Pertama, saya akan mengulas sedikit perihal buku ini secara ringkas.
.
Netizenokrasi terdiri dari 3 bab, di mana setiap bab terdapat 12 esai yang, setiap esai hanya membutuhkan 3 menit untk dibaca.
Pesatnya kemajuan di bidang sosial dan ekonomi, telah menciptakan pola dan struktur baru bagi masyarakat menengah Indonesia. Masyarakat kelas menengah ialah mereka yang aman secara material, otonom secara intelektual, dan independen secara sosial.
Kemajuan ini pada akhirnya mendorong proses demokratisasi dan kebebasan dalam menentukan pilihan-pilihan hidup. Baik kebebasan dalam konteks konsumsi, maupun kebebasan dalam menentukan pilihan politik, beserta spektrum yang mengiringinya.
Ini awal mula munculnya fenomena Netizenokrasi. ☕
[18/1 21.14]
Ciri utama dari masyarakat kelas menengah ini terdiri dari tiga dimensi, yaitu sejahtera, terdidik, dan terkoneksi. Ketiga dimensi ini menjadi fondasi terciptanya masyarakat yang kritis (critical society) dan masyarakat yang partisipatif.
Milenials, juga masuk ke dalam kategori Kelas mMnengah ini.
Milenials lalu menjelma menjadi komponen dominan dalam struktur demografi kita. Sehingga memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi arah pasar dan politik domestik.
Ini bagian menariknya, knp akhirnya milenials banyak dikaji dan dibahas di berbagai forum. Termasuk banyak ditulis di berbagai buku.
Secara teoritis, Istilah Netizenokrasi dikonstruksi dari 3 variabel pokok, yaitu:
1. Media Sosial (tempat)
2. Netizen (pelakunya, salah satunya milenials)
3. Demokrasi (sistemnya)
Sehingga terbentuklah Netizenokrasi.
Netizenokrasi sendiri merupakan istilah yg saya "buat" sbg antitesis terhadap istilah lainya, seperti digital activism, digital society, dll.
Menurut saya, perlu ada istilah dan teori baru untuk menyebut fenomena politik di era digital ini, akhirnya tercetuslah Netizenokrasi. ☕
Berhubung buku ini lebih fokus mengkaji relevansi dan shifting milenials di era Netizenokrasi, ada baiknya kita lihat milenials dari ciri yg paling subtil.
Ciri dan karakter
*pertama*, yaitu Generasi milenial adalah generasi paling kolektif sepanjang masa.
Karakter kolektif ini tidak hanya didorong kecenderungan psikologis, tetapi juga difasilitasi oleh kehadiran media sosial yang membantu para milenial untuk mengaktualisasikan dorongan kolektif mereka.
Tidaklah heran apabila Indonesia menjadi satu-satunya negara dimana penetrasi media sosial semakin tinggi namun alih-alih membuat para milenial semakin individualis malah membuat mereka semakin kolektif. Wujudnya dapat ditemukan dalam berbagai komunitas yang kini bermunculan.
Organisasi politik dan gerakan dapat mengambil semangat kolektifisme ini dalam melakukan rekrutmen anggota dan pengkaryaan kader.
Kolektifisme berakar dari semangat gotong royong. ☕
*Kedua*
Lihai mengkustomisasi budaya dan merespons peristiwa
Generasi milenial di Indonesia tidak secara bulat-bulat menelan tren 'overseas' yang masuk ke dalam negeri, akan tetapi mereka terjemahkan dalam warna serta bentuk yang sesuai dengan nilai-nilai kelokalan. Kita bisa lihat bagaimana tren popular mengejawantah akhir-akhir ini.
Dalam hal ini, dunia aktivisme perlu memberikan sudut pandang baru dalam melihat perkembangan sosial-politik. Tak hanya didorong oleh viralisme, tapi juga hadir dengan titik kritik yang berbeda. Gerakan perlu mengkustomisasi informasi lalu men-delivery dengan informasi yg baru.
Ini bagian dari contingency management skills yang harus dipupuk dalam kehidupan sosial kita.
Skill mengkustomisasi adalah satu hal yg unik dr kita semua.
Jadi, kalau kita masih terjebak pada arus viralisme, kita belum milenials. 😄
Ironisnya, banyak aktivitas gerakan dan politik didorong oleh afus viralisme. Seolah-olah, kalau gak viral, gak gerak. Hehe
*Ketiga*
Sadar akan butuhnya komunitas
Generasi hari ini bergeliat melalui komunitas untuk menciptakan berbagai perubahan sosial. Atau, dalam level yang lain mereka menjadikan komunitas sbg sarana aktualisasi.
Di komunitas mereka punya penonton, pembaca, dan afirmasi.
Dalam hal berkomunitas, milenial mulai menyadari bahwa karya mereka akan lebih mudah tersalurkan apabila mereka berkomunitas dan bekerja secara kolektif dgn sesama mereka. Memiliki ikatan yg sama dalam hal pemikiran atau hobi.
Mereka tidak secara pasif menunggu hadirnya perubahan dari struktur formal, akan tetapi bergerilya membuka ruang kreasi bagi pemuda lain di sekitar mereka. Komunitas tumbuh kembang dengan pesat dalam ranah hobby, atau sesuatu yang tidak membuat mereka harus merasa berjuang ketika menjalankannya.
Banyaknya komunitas yang muncul menjadi fenomena tersendiri di dunia gerakan anak muda dan mahasiswa.
*empat*
Selanjutnya, Native Demokrasi
Generasi hari ini menjadi generasi yang tumbuh besar di era transisi politik, yaitu reformasi 1998.
Oleh karena itu, mereka memiliki karakter yang sangat terbuka terhadap bahkan bereksperimen dengan berbagai paham ideologis.
Generasi ini sangat kritis serta tidak _take it for granted_ dalam menerima sebuah paradigma tertentu.
Politik milenial Indonesia sebetulnya ditandai sejak era reformasi.
*Kelima*
Pembaca sejarah yang baik
Generasi ini adalah generasi yang retrospektif.
Mereka tak hanya melihat ke saat ini atau masa depan, akan tetapi mereka juga melihat ke belakang untuk mendapatkan inspirasi. Kita bisa dapati saat ini Generasi milenials banyak menghidupkan kembali berbagai tren lama juga berinteraksi dengan para _trendsetters_ dari kalangan generasi X.
Dalam dunia gerakan, Kita adalah generasi yang membaca sejarah, dan belum tercatat dalam sejarah. Itulah knp, tindak gerak kita lebih didorong oleh romantisme sejarah. Ini wajar dan harus. Lalu kita mengkustomisasi-nya dgn perkembangan zaman.
*Enam*
Well Connected
adalah generasi yang terkoneksi. Kemana-mana pasti mencari wi-fi, bukan hanya untuk bersosial media saja akan tetapi mereka memiliki kebutuhan dasar untuk sharing dan mengetahui update informasi yang berkembang dari berbagai belahan dunia. Mereka adalah orang pertama yang mengetahui kabar berita penting di pagi hari.
......... Pertanyaan.....
[18/1 21.48]
+62 823-1954-4743:
Saya sudah khatam buku nya ABG, abg pernah menyebut kan di buku abg bahwa kita para milenial bisa membuat opini sendiri Krn opini sblm dtg nya media sosial selalu dikuasai oleh media2 besar seperti tv radio dan lainnya..namun hadirnya medsos menjadikan kita bisa membuat isu atau opini sendiri..yg saya perhatikan saya melihat media2 besar seperti tv hari ini berpindah juga membuat YouTube dan medsos lainnya...artinya mereka media besar juga masih bisa buat menggiring opini baru ditengah masyarakat.. bagaimana tanggapan abg???
[18/1 21.56] Min Bookmar:
Terima kasih bro Malik Vanedi atas feedback-nya senang sekali mendengar bro Malik khatam baca bukunya.
Kaitannya dengan media, milenials menjadikan media sosial sebagai jalur utama mereka bersuara, sekaligus membangun opini. Penetrasi milenials di medsos terbilang tinggi dan dominan. Namun, bukan berarti mereka sama sekali tdk dipengaruhi boleh media mainstream seperti TV. Sebab, banyak juga media korporat yg aktif di media sosial dan meramaikan dunia pemberitaan.
Hanya saja, meskipun penetrasi medsosnya tinggi, milenials perlu mendapat pendidikan literasi lebih banyak, mengingat masih banyak netizen yg rawan hoax dan fakenews, serta puber informasi.
[18/1 22.01] +62 823-1954-4743:
Lalu bagaimana jika seperti generasi alpha yg ketika dia lahir lgsg di pengaruhi oleh medsos, akankah lebih berbahaya lagi mereka?? soalnya seperti kita ketahui kita ini adalah representasi dari referensi yang kita miliki artinya kita sadar atau tidak pasti akan dipengaruhi oleh referensi kita..
[18/1 22.06] Min Bookmar:
Neo-alpha (untk menyebut generasi baru ini) hidup dan lahir sbg warga teknologi informasi.
Saya pikir, Neo-alpha akan menjadi generasi paling melek terkoneksi dan memiliki ciri berbeda dgn generasi kita.
Misalnya, mereka lebih berfikiran terbuka, dan sepectable.
Spectable adalah potret masyarakat tontonan yg percaya diri untk tampil di hadapan publik.
Negatifnya, mungkin kepekaan sosial mereka akan lebih banyak dipicu oleh media sosial, bukan hasil interaksi di lapangan.
[18/1 22.08] Min Bookmar:
Neo alpha adalah the truth seeker yg berada di antara titik konsevatif dan modernitas.
Di satu sisi mereka ingin menunjukkan diri sebagai generasi baru, di sisi lain mereka "diganggu" oleh romantisme sejarah generasi sebelum mereka.
[18/1 22.10] +62 823-1954-4743: B
mohon maaf satu lagi saya minta tanggapan nya, seperti yg kita lihat hari ini bahwa tv memang sudah ada KPI sebagai lembaga pengawas tv untk menyensor aurat wanita atau kata2 yg tidak pantas di munculkan di tv..nah bagaimana jika YouTube atau medsos lainnya yg blm ada Lembaga pengawasannya sehingga aurat wanita masih bnyk berkeliaran di ytb .. pastinya ini akan mempengaruhi perilaku dan sikap anak bangsa hari ini. Mungkin ada si pengawas media sosial hari ini seperti UU ITE to menurut saya itu tidak relevan. Dan satu lgi apakah gerakan mahasiswa dgn cara aksi jalanan tidak relevan lagi?? soalnya milenial lebih tertarik di medsos untk mengkritisi pemerintah..maaf bg mohon tanggapan nya
[18/1 22.15] Min Bookmar:
Terkait masalah sensor oleh KPI, saya pikir hafus disesuaikan dgn kebutuhan visualisasi-nya. Proposional. Segala sesuatu kalau berlebihan tidak bagus. Kurang juga gak boleh. 😁
Kalau di yutun dll, saya pikir yutub memiliki sistem sendiri untk masalah sensor. Tinggal bagaimana pemerintah juga ikut serta, masuk dlm memilah konten.
Kaitannya dgn UU ITE. Ini salah satu yg banyak dikritik oleh netizen, juga ada penolakan terhadap UU KUHP berhubungan dgn ini.
Suati aturan harus dibuat dengan memperhatikan kebutuhan publik dan hak asasi. Bebas tapi bertanggung jawab. Prinsip nya gitu.
[18/1 22.17] Min Bookmar:
Satu lagi soal aksi demonstrasi.
Saya pikir, sepanjang pengamatan kami, justru di era inilah gerakan massa itu akan semakin massif. Di sinilah milenials harusnya mengambil peluang untuk memanfaatkannya sbg bagian dr kekuatan pressure.
Hanya di era medsos inilah konsolidasi gerakan semakin mudah.
Medsos hanyalah sarana untk memviralkan isue, tapi demonstrasi finishing touch-nya. Atau bisa juga dengan aksi dialogis.
[18/1 22.31] Min Bookmar: terakhir
Selamat Ulang Tahun, Pustaka SAGA.
Dunia aktivisme kita beruntung memiliki Pustaka SAGA, kehadirannya menjadi suplemen bagi tumbuh kembang dunia pergerakan. Narasi-narasi yang diangkat dalam buku-buku terbitan SAGA relevan dengan semangat zaman & Intelektualisme kita.[]
Wassalamu'alaikum..
.
.
[18/1 22.40] Diskusi Pustaka Saga: Terimakasih mas @Min Bookmar untuk waktunya dan paparan materi nya malam ni. Semoga diskusi malam ni bisa menjadi wawasan baru untuk kita semua. Sampai juga pada diskusi selanjutnya. Wassalamu'alaikum wr wb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar