MARI MEMBANGUN SEJARAH
Sejarah bukan semata hak paten generasi masa lalu. Sebab tiap zaman punya sejarahnya masing-masing. Dan, tiap sejarah ada pelaku dan narasi lakonnya masing-masing.
Karena itu gegap gempita dengan lakon para pendahulu tanpa diikuti lakon kekinian, itu sama saja menutup sejarah untuk para pelaku sejarah baru di zaman baru.
Ingat, bukan apa yang sudah dilakukan oleh generasi masa lalu yang membuat kita menyejarah, tapi karena lakon sejarah kita; ya apa peran dan kontribusi nyata kita.
Bukan zamannya berteriak: ini jasa moyangku, ini peran organisasiku, ini warisan leluhurku dan berbagai bentuk teriakan yang kerap kali diucap secara paksa dan tak punya makna apa-apa.
Teriakan semakin tak punya arti dan makna apa-apa terutama karena kita sendiri tak melakukan apa-apa, tak berperan apa-apa.
Maka, jangan pernah mengaku berperan atau bersejarah dengan mendompleng peran atau jasa para pendahulu, sebab itu lakon para pendahulu. Bukan lakon kita. Lakon kita adalah melanjutkan lakon terbaik mereka, bukan semata "meng-aku" lalu diam tak melakukan apa-apa atau tak berperan apa-apa.
Sungguh, waktu adalah zat yang berada di luar kekuasaan kita. Waktu ada bukan karena kita, tapi ia bersama kita.
Kini, kita bersama dan dalam perputaran waktu untuk terus mengikhlaskan seluruh lakon dan menyadari fakta bahwa tak ada satu detikpun yang mampu kita cipta. Sungguh, begitu Maha Kuasa Allah di atas segala ciptaan dan ketentuan-Nya.
Pesannya tegas dan jelas, walau waktu di luar jangkauan kuasa kita, kita tetap punya tanggungjawab untuk memberinya makna sebagai wujud syukur kepada Yang Maha Kuasa itu.
Ya, kini, dengan rendah hati namun tetap optimis, kita perlu melakukan secara riil berbagai hal sebagai jawaban atas pertanyaan ini: apa yang sudah kita lakukan sekarang dan apa peran kita dalam menghadirkan sejarah baru di masa depan?
Itulah secuil cara, di samping begitu banyak cara, yang bisa kita emban untuk membangun sejarah baru di masa depan. Untuk anak-cucu kita di masa yang akan datang.
Kini, kesempatan masih terbuka, momentum pun tersedia begitu gratis. Sejarah mesti kita isi dan warnai dengan lakon riil kita sesuai kemampuan, kompetensi dan profesi kita masing-masing.
Jangan biarkan sejarah terisi oleh lakon para pendusta dan manusia bermental dubuk: manusia berwatak binatang (rakus, serakah, merasa paling berjasa dalam segala hal dan mau menang sendiri).
Atau, lebih tegasnya lagi, jangan sampai kita menjadi generasi baru yang bermental dubuk!
Ya, kita mesti bangkit bersama dengan keragaman potensi, kompetensi dan profesi kita, lalu terus menerus menyolidkan barisan sebagai generasi baru Indonesia untuk menunaikan tugas sejarah.
Sungguh, waktu adalah kawan sekaligus musuh besar kita. Dia datang tanpa salam dan kosa kata, pergi juga tanpa permisi dan basa-basi. Dalam perputaran waktu yang khas itulah kita hadir, berperan dalam lakon sejarah lalu kelak menemui ajal kematian kita.
Dalam alur dan kuasa waktu semacam itu, waktu hendak memberi pelajaran sekaligus hikmah berharga bahwa kita bukan siapa-siapa, tapi punya kesempatan dari Sang Kuasa untuk melakukan apa-apa: banyak hal bagi sejarah masa depan.
Sejarah telah memberi kita gambaran bahwa peradaban-peradaban besar adalah karya akumulatif antar generasi. Bangsa kita ini sejatinya tak pernah berdiri hanya karena: air mata, ide dan darah satu orang atau sekelompok orang atau segolongan orang. Itu sebabnya yang dibutuhkan oleh Indonesia kini dan ke depan bukan nostalgia dan virus "aku" yang mencemaskan, tapi generasi baru yang punya kontribusi nyata. Ya, menjadi kontributor sejarah baru.
Adalah Umar bin Khathab pernah mengatakan, "Setiap kali saya menghadapi masalah-masalah besar, yang saya panggil adalah anak-anak muda".
Bangsa kita ini membutuhkan anak-anak muda baru dengan lakon baru. Ini tak bermakna menepi dan menafikan lakon generasi tua. Justru lakon bahkan kepada generasi tua itulah kita banyak belajar untuk melanjutkan peran sejarah dan membangun sejarah baru Indonesia.
Akhirnya, if we will it, its not dream. Semoga, kalau kita berkemauan kuat, itu bukan sekadar mimpi! (*)
Syamsudin Kadir
Presiden Generasi Milenial Indonesia
(Gen Milenial)
#penulis buku "Pendidikan Mencerahkan dan Mencerdaskan Bangsa"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar