Uswatun Hasanah Fitria

Minggu, 18 Agustus 2019

KAMMI & 17 Agustus 2019

[18/8 21.47] 


*Hari Kemerdekaan dan Dilema Kontribusi Nyata KAMMI dalam Mengisi Kemerdekaan*
Arif Susanto (MPP KAMMI)
 +62 812-9372-9232:

Peringatan hari Kemerdekaan adalah waktu yang tepat bagi kita anak Bangsa memaknai ulang makna Kemerdekaan untuk kemudian membuat resolusi apa yang bisa kita perbuat bagi masa depan Bangsa dan Negara yang kita cintai.  Hal ini juga yang mestinya dilakukan oleh KAMMI sebagai Organisasi pergerakan mahasiswa yang lahir dari satu babak pergualan sejarah Indonesia: Reformasi 1998. Perlu bagi KAMMI menakar ulang apa kontribusi Nyata dan signifikan yang bisa KAMMI berikan untuk mengisi Kemerdekaan.

Dalam suatu obrolan, ada salah satu pendiri KAMMI berkata bahwa aktivitas KAMMI hari ini tidak jauh berbeda dengan aktvitas KAMMI di awal kelahirannya. Pernyataan ini senada dengan “keluhan” beberapa Alumni lain yang mengatakan KAMMI saat ini kian ketinggalan zaman dibanding apa geliat & karya yang bisa dibuat oleh generasi milenial lain yang usia mereka sebaya dengan kader-kader KAMMI. Ada harapan KAMMI mampu mengadaptasi diri & melakukan shifting model gerakan agar sesuai dengan kondisi zaman (era digital) sehingga kontribusi KAMMI saat ini semakin jelas.

*Jebakan Genarasi X*
Bisa dikatakan, KAMMI ini didirikan oleh Generasi X pada 1998]. Demikian pula formasi sistem kaderisasi, model gerakan dan kultur KAMMI pada awalnya diformulasikan oleh mereka para generasi X yang diperuntukkan bagi kader-kader saat itu yang masih kental kultur generasi X. Hal yang perlu kita sadari bersama bahwa hari ini KAMMI, baik kultur organisasi & kadernya, masih mengikuti pola, sistem & kultur yang dibentuk di awal-awal kelahiran KAMMI. Artinya KAMMI yang saat ini kita saksikan sedikit banyak masih terjebak pada jiwa generasi X.

Kultur generasi X inilah yang masih mendominasi KAMMI secara umum. Sehingga “wajar” bila tidak banyak kader KAMMI yang bisa mengimbagi kecepatan dan kreativitas yang dimiliki generasi milenial yang ada di dunia kreatif atau StartUp. Pun bila kita berharap ada shifting atau transformasi dari internal pengurus & kader, kita akan mendapati kerumitan seperti rumitnya industri/organsiasi mapan menghadapi era disrupsi serta bersaing dengan cepatnya perkembangan StartUp. Maka sudah menjadi kewajiban bagi kader & alumni yang “sadar” dan punya kemampuan untuk kembali menyisihkan perhatian untuk membuat KAMMI keluar dari jebakan generasi X dan menemukan kembali elan vital gerakan yang sesuai dengan era digital yang tengah melaju sangat cepat ini.

*Perlukah KAMMI menjadi “Organisasi StartUp”?*
Tak bisa dipungkiri, StartUp kini menjadi industri yang menjadi lokomotif di era digital. StartUp menjelma menjadi kekuatan ekonomi baru yang mampu merubah banyak tatanan ekonomi bahkan budaya hidup manusia. Perubahan Struktur sosial & ekonomi kini lebih banyak dibuat oleh penggerak StartUp daripada para aktivis & politisi.

Diskusi tentang perlukan KAMMI men-StartUp-kan diri sedang menjadi perbincangan beberapa pihak beberapa waktu terakhir ini.  Sebagian khawatir KAMMI akan menjauh dari akar ideologinya. Sebagian lagi khawatir KAMMI akan kehilangan peran sebagai aktivis jalanan yang salah satu tugas “utama”nya adalah mengkritik kebijakan pemerintah. Namun sebagian lain menganggap KAMMI akan semakin tidak relevan, tertinggal bahkan akan menjadi organsiasi gurem bila tak melakukan transformasi/shifting sebagai jawaban perubahan zaman yang tengah terjadi.

Mari kita melihat StartUp sebagai kultur dan model aktivitas. Bila kita sederhanakan, inti dari StartUp ada tiga hal: Problem, Solusi dan Eksekusi Solusi. StartUp adalah fase dimana founder/pendirinya akan melakukan validasi & inovasi terus menerus sehingga produk yang dibuat (sebagai solusi atas problem) semakin mudah dan efektif digunakan (Product Market Fit). Produk yang memudahkan pengguna mengatasi problem mereka adalah produk yang akan mendatangkan banyak benefit.

Melihat hal di atas, maka kata kunci sebuah StartUp adalah Impact. Seberapa besar sebuah StartUp bisa memberikan impact (dampak) bagi masyarakat, yaitu menjawab problem yang dihadapi masyarakat. Kita bisa melihat bagaimana Gojek menjadi StartUp yang menjawab problem transprotasi dan kini memudahkan masyarakat, sekaligus membantu jutaan orang memiliki pekerjaan & penghasilan. Impact inilah yang menjadi syarat mutlak bila sebuah startup ingin tumbuh & besar.

Bila menggunakan pendekatan Impact, maka menjadi penting bagi KAMMI untuk mem-validasi apa peran KAMMI sesungguhnya. Apakah KAMMI akan masuk pada “perubahan” substantif yang telah berhasil dilakukan oleh organisasi seperti StartUp, atau KAMMI akan tetap pada koor utamanya sebagai oposisi, penyambung lidah rakyat, dan iron stock pemimpin masa depan?.

*Student Impact*
Penulis mencoba meriset lebih jauh, meski dengan riset sederhana lewat google. Sebagai bahan diskusi, di beberapa negara eropa keresahan peran gerakan mahasiswa juga telah terjadi dalam beberapa tahun ini. Beberapa artikel online membuat ulasan bahwa telah terjadi transformasi lanjutan dari model gerakan mahasiswa. Bila pada awalnya Gerakan Mahasiswa di eropa identik dengan perannya sebagai Suara (mewakili suara rakyat) berkembang ke gerakan Kepemimpinan. Namun ada perkembangan lanjut yaitu Student Impact dimana organisasi mahasiswa menjadi wadah berkembangkan karya, program, gerakan, dll yang memberikan dampak perbaikan masyarakat (impact).

Sayangnya kajian tentang Student Impack tak banyak terjadi dalam dunia gerakan mahasiswa di Indonesia, termasuk KAMMI. KAMMI masih menjadikan peran Suara & Pemimpin sebagai koor utama gerakan. Yang belakangan kian diresahkan karena saat ini siapapun bisa bersuara dan untuk menjadi pemimpin sebagian kader masih belum mumpuni atau ‘menunggu’ giliran. Inilah saatnya KAMMI mulai mendiskusikan lebih jauh perannya dalam konsep gerakan Student Impact ini.

*Impactivisme KAMMI*
Sudah tentu KAMMI tidak boleh meninggalkan kultur aktivisme. Yang perlu dilakukan adalah merubah orientasi aktivisme ke arah produk (karya, program, gerakan, dll) yang impactful bagi perbaikan masyarakat, ummat, Bangsa dan Negara. Bukankah masih begitu banyak problem/persoalan yang dialami masyarakat, ummat, bangsa dan negara kita?

Menjadi aktivis yang impactful (impactivist) akan membuat KAMMI mampu menjawab sekian banyak persoalan bangsa dan negara kita. Konsekuensinya, KAMMI juga perlu menyesuaikan positioning dirinya dari Oposisi sejati menjadi lebih kolaboratif. Kolaborasi adalah prasyarat penting dalam dunia StartUp karena banyak persoalan, pekerjaan, dan solusi akan lebih bisa berjalan lancar ketika kita berkolaborasi dengan banyak pihak.

Di sisi lain, ini juga akan menjadi jawaban bagi beberapa krisis yang dialami kader KAMMI saat memasuki dunia pasca kampus. Tidak sedikit kader yang mengalami krisis ini: maisyah, idealisme, & keilmuan mereka. Banyak yang ingin terus idealis menjadi aktivis namun maisyah & keilmuannya tak tertunaikan dengan baik. Pun ada yang ingin fokus pada keilmuannya yang mungkin juga menyelesaikan maisyah namun menghilang dari peredaran aktivisme KAMMI. Atau yang ironis karena kemampuan pas-pasan & terpaksa memenuhi maisyah, mencari kerja seadanya yang tidak linear dengan keilmua dan sang kader menghilang dari peredaran KAMMI.

Dengan model gerak Impactivist, sejak diri setiap kader di-challange untuk memiliki kemampuan mencari persoalan, merumuskan solusi & produknya, serta mengeksekusinya dengan cara terbaik. Inilah pembelajaran utama selain tarbawi yang wajib terus bejalan. Maka kader akan terbiasa mengatasi problem yang sesuai hobi juga keilmuannya. Terlatih mengeksekusi & terus memperbaiki cara eksekusi (produk) agar makin mudah digunakan dan impactful. Pembelajaran ini akan bermanfaat bagi kader pasca kampus dimanapun mereka kan beraktivitas.

*Penutup*
Tantangannya adalah seberapa mampu KAMMI hari-hari ini mendiskusikan dengan lebih serius & mendalam transformasi/shifting gerakan ini agar  KAMMI benar-benar memiliki kontribusi besar mengisi kemerdekaan. Tulisan ini hanyalah sekelumit keresahan & wacana yang harapannya bisa menginspirasi dan memantik lebih banyak kader dan alumni yang turun tangan membantu KAMMI melakukan kontekstualisasi gerakan pada era yang kita sama-sama masih belajar menghadapinya. *Now or Never* mungkin kalimat ini tepat digunakan mengingat saat ini Bangsa kita kian kerepotan menghadapi gempuran inovasi bangsa lain, pun kader KAMMI makin tertinggal secara kualitas & karya dari milenial lainnya. Wallahu’alam.

Pasar Minggu, 18 Agustus 2019
Arif Susanto (MPP KAMMI)

[18/8 21.48] +62 812-9372-9232: *Diaspora Kami*

Usai berdiskusi dengan kawan-kawan di Tangerang Selatan, tema cukup berat membahas negara dan kedaulatan. Sepanjang jalan pulang, debar jantung terus berdenyut kencang. Mungkin karena sejak awal diskusi saya terlalu berfikir keras membelah labirin pikiran menjadi beberapa tema demi menyisipkan sebuah gagasan tersembunyi dibalik tema diskusi yang telah diajukan. "Diaspora Kami".

Kini, menutup usia pengabdian saya di organisasi, ini agenda dan misi saya. Menyampaikan bahwa kata "Diaspora" bukan sesuatu yang tabu untuk dibahas. Menjadi sebuah fase nyata dimana hal tersebut menjadi sebuah tindakan yang tidak hanya dilakukan satu dua orang saja, namun telah (akan) siap menjadi agenda bersama.

Diaspora Kami harus melingkupi berbagai aspek dan bidang, ekonomi misalkan. Tidak hanya berani nyemplung pada satu dua dasar ekonomi: ekonomi kapitalisme, sosialisme, atau pun syariah, kader kami bahkan harus berani masuk dalam permainan liberal. Berkaca dari platform gerakan kami yang memang disiapkan untuk menjadi pemain lihai, yang tidak kaku melihat dan mampu masuk ke relung-relung selokan Ibukota agar mampu menembus gerbang istana.

Diaspora Kami memang sudah menjadi agenda tertulis meski tersirat, bahkan sekedar untuk membedah platform kami secara terbuka. Siapa takut? Kami memang dicetak menjadi pembelajar yang cepat demi menyesuaikan perkembangan zaman. Tidak hanya perkembangan teknologi namun turut mampu bermain dari kolaborasi ideologi ciptaan dunia. Karena tujuan kami sangat jauh, tidak menyentuh dunia, tinggal kemampuannya yang perlu diasah untuk mampu meliuk-liuk dalam peliknya kehidupan.

Ingat kawan, visi kami saja menjadikan diri kader sebagai manusia-manusia yang berada di Top Level bukan sekadar Middle Players. Maka, jika dalam kaca ekonomi hal tersebut dibahasakan dengan tujuan kader hingga masuk kepada "the elite 1%" meminjam bahasa KH. Ma'ruf Amin ya sah-sah saja, namun kalau mau ditafsirkan kemampuan kader untuk melakukan pemerataan ekonomi secara policy ketika mengendalikan istana, ya tetap masuk itu. Mari membuka peluang kader berada di posisi manapun sekalipun beresiko melahirkan kader-kader liberal, sekalipun terjadi demikian saya meyakini hal tersebut minor.

Diaspora Kami sebuah langkah taktis yang sejak awal mengarahkan dunia dalam genggaman. Urusan niat dan cara menikmati kita kembalikan kepada individu, _toh_ pada akhirnya pertanggungjawaban tidak diklaim jama'ah.

Hingga tujuan perjalanan berikutnya sampai, tersadar bahwa kencangnya debaran jantung sedari awal bukan karena kita berfikir keras. Namun dua gelas kopi yang diminum semenjak sebelum diskusi berjalan, dan kini kita tuang gelas ketiga menyambut diskusi "Diaspora Kami" di ruang-ruang lain, termasuk kamar politik. Merdeka!


*OmB*. kini Tebet menuju Condet, Jakarta Selatan. Menjelang Malam.

Tidak ada komentar: