Uswatun Hasanah Fitria

Kamis, 16 Mei 2019

Ramadhan/5 Teguh Imami.

[16/5 16.26]

Perkenalkan nama saya *Teguh Imami*,
seperti yang tertera dalam poster, saat ini saya menjadi *Supervisor (SPV) Markaz Ksatria* yang kami dirikan tepat satu tahun lalu. Baik tanpa mengurangi rasa hormat, kita mulai dulu ya pembahasan kali ini mengenai 

*Menciptakan Pemimpin Hunian Markaz Ksatria.*

Saya sudah buatkan oret-oretan kecil 3 halaman, mungkin nanti bisa saya kirimi. Malam ini essaynya saya beri judul *Markaz Ksatria: Alternatif Hunian Kepemimpinan Mahasiswa* Tulisan ini berawal dari sebuah keresaan setelah diskusi bersama seorang senior. Beliau bilang *“Surabaya sudah mandul menciptakan pemimpin bangsa!”, “Tidak ada pemimpin hari ini!”* *Dua gertaan di atas saya dapatkan sewaktu mengikuti diskusi* bersama salah seorang senior, jujur awalnya kaget, dalam keadaan setengah sadar kemudian dalam hati saya nggumun, benarkah demikian? Bukankah belakangan ini muncul dua wanita hebat dari Surabaya yang menjadi pemimpin? Bu Risma sebagai Walikota Surabaya dan Bu Khofifah sebagai Gubernur Jawa Timur.

Masih melanjutkan diskusi, perlahan demi perlahan, saya nyambi googling untuk melihat kebesaran Surabaya pada masa lampau dan membandingkannya dengan kondisi terkini. Sembari membaca dan mengingat, diskusi kala itu berlanjut dalam sebuah pembahasan besar, *Masihkah Surabaya mampu bergeliat dan menciptakan pemimpin?*

 *Kebesaran dalam Lintas Sejarah*

Surabaya pernah besar. Pertengahan abad ke-15, tepatnya tahun 1443 M daerah Ampel atau Ampel Denta Surabaya datang seorang yang bernama Raden Rahmat atau Sunan Ampel sebagai wali yang menyebarkan ajaran agama Islam, darinya dakwah Islam banyak tersebar di seluruh jawa.
Banyak wali di daerah lainnya adalah menantu atau santri dari Sunan Ampel. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut lalu disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.Lain Sunan Ampel, lain kisah H.O.S. Cokroaminoto. Darinya Surabaya menjadi kota yang banyak didatangi tokoh-tokoh pergerakan dari luar daerah. Cokro dan istrinya, Suharsikin, mendirikan kost-kostan untuk tempat tinggal, dari kost ini kelahiran gagasan besar dan pemimpin negara kelak terbentuk, mereka adalah Soekarno, Kartosuwiryo, Semaun, dkk.


Tjokro mendirikan organisasi Syarikat Islam (SI) pada tahun 1912 dengan basis di Surabaya. Prestasi perdana Tjokroaminoto adalah ketika ia sukses menyelenggarakan rapat besar SI pertama pada 13 Januari 1913 di Surabaya. Rapat besar itu dihadiri 15 cabang SI, tiga belas di antaranya mewakili 80.000 orang anggota. Berlalu ke pasca kemerdekaan, tepatnya bulan September 1945, Surabaya pernah bergejolak. Penyebabnya karena Belanda kembali datang bersama pasukan Sekutu untuk menduduki kawasan yang sudah merdeka ini.Kondisi kian memanas, perang tidak bisa dihindarkan lagi, K.H. Hasyim Asyari dan ulama lain mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad untuk melawan penjajah, menjawab pertanyaan dari Bung Karno tentang bela negara waktu itu, puncaknya pada 10 November terjadilah perang melawan sekutu.

Bung Tomo berpidato melalui jaringan radio. Pidatonya membakar semangat juang rakyat Indonesia yang sedang mempertahankan kedaulatan Indonesia sampai titik darah penghabisan. Suara Bung Tomo diakhiri dengan pekik takbir: “Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
: *Satu hal yang bisa diambil dari kebesaran mereka adalah Rumah Binaan sebagai basis perjuangan. Sunan Ampel memiliki rumah yang menjadi basis kaderisasi, HOS Cokroaminoto mempunyai kontrakan sebagai basis binaan.* Rumah-rumah tersebut yang kemudian hari melahirkan pemimpin besar.

*Alternatif Rumah Binaan*
 Diskusi bersama senior di atas masih berlanjut hingga larut malam, dalam akhir sesi, saya kemudian berandai agak nakal, bagaimana jika saat itu Mbah Cokro atau Sunan Ampel tidak memiliki rumah binaan untuk para pemuda? Tentulah generasi hari ini tiada mengenal Soekarno, Kartosuwiryo, Semaun, maupun murid-muridnya Sunan Ampel.
Di lain sisi, melihat realita kekinian tentang kondisi pemuda hari ini, dalam ruang lingkup intelektual yakni mahasiswa, nyatanya sangat mengkhawatirkan. Dari diskusi bersama kawan junior maupun aktifis organisasi, pergerakan, maupun mahasiswa pada umumnya, jawaban mereka selalu sama: Gerakan mahasiswa kini tumpul!



 *Adakah korelasi dari dua hal di atas?* 
 Tumpulnya gerakan mahasiswa karena rumah-rumah binaan tidak ada? Atau ada, namun tidak banyak dan tidak merangkum semua? Ini yang kemudian menjadi alasan lahirlah Hunian Markaz Ksatria.Markaz Ksatria (MK) sendiri lahir atas keresahatan satu angkatan organisasi 2013 yang tergabung dalam Aktivis Dakwah Kampus Universitas Airlangga yang melihat tumpulnya gerakan mahasiswa saat ini. *MK berfokus menciptakan pemimpin dibidangnya masing-masing.* Para supervisor selalu menekankan agar penghuni berfikir dan menemukan jatidiri yang di sukainya. Bila menyukai bidang organisasi, silahkan aktif dibidangnya, bila ingin aktif di gerakan komunitas, tekuni bidang ini, apabila ingin aktif dibidang penelitihan, dalami hingga menjadi ahli.

Satu hal yang supervisor tekankan adalah *harus bertanggung jawab dengan pilihannya kemudian memberikan manfaat dan yang terpenting harus sholat jemaah di masjid tepat waktu.*
 *Metode ini terkesan ampuh, sebagai bukti, nyatanya dari sinilah mulai bermunculan prestasi-prestasi dari para penghuni.* Ada yang menjadi ketua organisasi, ada yang menjadi penghafal  *Ibarat manusia yang baru berumur 1 tahun, MK ibarat bayi yang baru lahir. Proses untuk menjadi manusia seutuhnya masih terkesan lama,* bukan tidak mungkin perlu berpuluh tahun lagi untuk menjadikan MK sebagai hunian alternatif mahasiswa yang berkeinginan menjadi pemimpin dari Surabaya untuk Indonesia. Semoga!

[16/5 21.30] +62 822-3062-7561:
Mungkin ini yang bisa saya sampaikan, mohon maaf bila ada kekurangan, saya kembalikan ke moderator @⁨Diskusi Pustaka Saga⁩

Tidak ada komentar: