Uswatun Hasanah Fitria

Kamis, 16 Mei 2019

Ramadhan/4 Robby Ainurroziqi⁩

[14/5 21.27]

 Aslmlkm wr wb..diskusi keempat akan dibawakan oleh mas @⁨Robby Ainurroziqi⁩  pukul 20:30WIB, *agenda menyiapkan pemimpin muda* ini akan dilaksanakan dalam sebulan penuh Ramadhan, dan pada malam ini pemateri kita adalah @⁨Robby Ainurroziqi⁩  ,  yang akan membahas

 *Hos Tjokroaminoto dan Agenda Pembinaan Pemimpin Muda*

 Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.  Perkenalkan sy *Robby Ainurroziqi*, alumni *Ilmu Sejarah FIB Unair* Surabaya. Alhamdulillaah, pada malam ini sy diminta untuk berbagi tentang *H.O.S Tjokroaminoto dan Agenda Pembinaan Pemimpin Muda* Belajar dari Sejarah untuk masa kini yang lebih baik_ 😊

Bagi seorang yang telah belajar sejarah secara akademik seperti sy ini, agak berat, karena agak njelimet kroscek data-data sejarahnya, boleh jadi yang bakal sy jelaskan setelah ini ada yang mungkin kurang, silakan nanti dikoreksi ya teman-teman. Sy bakal mencoba menyederhanakannya 😊

 *Pertama, kenalan dulu dengan H.O.S Tjokroaminoto*

Hadji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto lahir di Ponorogo, 16 Agustus 1883 dan meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 (51 tahun). Ia merupakan anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu, dan Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo. Ia memiliki istri sekaligus pendamping perjuangan bernama Soeharsikin. Ia memiliki julukan yang diberikan oleh Belanda yakni _De Ongekroonde van Java_ atau _"Raja Jawa Tanpa Mahkota"_.

*Tjokroaminoto dan Soeharsikin*

Pada usia 22 tahun (Tak sedikit dari para pejuang menikahnya lebih awal) Tjokroaminoto menikah dengan Soeharsikin. Pernikahan keduanya adalah pernikahan atas kehendak orangtua (Perjodohan). Pada saat itu perjodohan adalah hal wajar. Bagi Tjokroaminoto, Soeharsikin bukan hanya sekedar istri, ia juga pendamping setia perjuangannya, yang kelak perannya begitu besar. Dari pernikahan tersebut Tjokroaminoto dianugerahi lima anak, Siti Oetari, Oetaryo Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto, Siti Islamiyah, dan Ahmad Suyud Tjokroaminoto.

*Tjokroaminoto 'Pembangkang'*

Sebagai anak yang lahir di keluarga yang menjadi pejabat pemerintah, tentu orangtua Tjokroaminoto juga mengharapkan anaknya sama, menjadi pejabat pemerintah. Selepas disekolahkan di OSVIA (sekolah raja yang dikhususkan untuk menghasilkan pegawai pemerintah dari golongan pribumi), Tjokroaminoto menjabat sebagai juru tulis di Kepatihan Ngawi. Namun hanya berlangsung tiga tahun, Tjokroaminoto mengundurkan diri karena merasa tidak nyaman melihat praktik 'sembah-jongkok' dalam sistem birokrasi, ia tidak puas menduduki jabatan sebagai pesuruh, yang menunggu perintah atasan. Begitu pula dengan gelar 'Raden Mas' yang ia miliki juga tidak digunakan. Ia tidak gila jabatan dan penghormatan, ia lebih senang dengan nama Oemar Said Tjokroaminoto.

 *Perjalanan Sikap Tjokroaminoto*

Semasa muda Tjokroaminoto dikenal memiliki watak yang keras. Memasuki usia tiga puluhan Tjokroaminoto dalam konsep perjuangannya lebih melunak. Sikap yang lebih melunak inilah yang kelak menyebabkan perselisihan konsep dengan Semaoen (teman perjuangannya). Setelah melewati beberapa tahap kehidupan Tjokroaminoto memutuskan pergi ke Surabaya. Di Surabaya Tjokroaminoto bekerja dan mengikuti beberapa organisasi, hingga akhirnya menjadi petinggi Sarekat Islam.

*Awal Membuka Kos-Kosan*

Tinggal di Surabaya memerlukan biaya yang tak sedikit. Soeharsikin menyadari akan hal tersebut, dengan maksud untuk membantu kebutuhan rumah tangganya, kos-kosanpun dibukanya di Gang 7 Peneleh. Kosan ini bisa dihuni sekitar 15 - 20 orang.

 *Rumah Kosan Menampung Pelajar dan Anggota Sarekat Islam di Surabaya*
Surabaya pada awal abad ke 20 merupakan kota besar. Kota ini menarik orang untuk datang mencari pekerjaan. Tak hanya pekerjaan, di Surabaya juga berdiri berbagai sarana modern, salah satunya sarana pendidikan. Hingga akhirnya menarik banyak orangtua untuk menyekolahkan anaknya di Surabaya. Rumah Kosan Tjokroaminoto kemudian menjadi primadona orangtua untuk menitipkan anak-anaknya sebagai tempat tinggal selama sekolah di Surabaya. Hal tersebut dikarenakan keterkenalan Tjokroaminoto yang telah melakukan aksi-aksi propaganda di beberapa daerah sebagai petinggi Sarekat Islam. Penghuninya ada dari kalangan pelajar, pekerja dan saudara. Nama-nama yang pernah tinggal di kosan antara lain : Soekarno, Alimin, Musso,  Semaoen. Kelak nama-nama tersebut menjadi tokoh dalam sejarah perjuangan Indonesia.

*Rumah Kosan Solusi Mengatasi Mahalnya Biaya*

Biaya pendidikan di kota besar amatlah mahal. Kosan menjadi solusi di tengah mahalnya pendidikan dan 'pemondokan' bagi para pelajar. Biaya sewa yang dikenakan oleh Soeharsikin sangat membantu orangtua yang menyekolahkan anaknya di Surabaya.

 *Rumah Pergerakan*

Rumah Tjokroaminoto di Surabaya dapat dikata 'Markasnya Sarekat Islam', yang tak henti-hentinya dikunjungi tamu yang bermacam-macam corak dan tujuan. Yang membuat penghuninya belajar banyak tentang pemikiran beragam orang yang pernah datang. Rumah tersebut akhirnya menjadi tempat 'bringas' untuk mengasah ideologi.

 *Strategi Pendidikan Tjokroaminoto*

1. Penanaman Kedisiplinan
2. Penanaman Nilai-Nilai Religi
3. Penanaman Nilai-Nilai Estetis
4. Penanaman Kesadaran Kebangsaan
5. Penanaman Nilai Etis dalam Sosialisme

*Pengaruh Strategi Pendidikan Tjokroaminoto Pada Pemikiran dan Tindakan Anak-Anak Kos*

1. Transformasi Gagasan: Menanam Modal Kemerdekaan
2. Pemahaman Nilai-Nilai Religi
3. Kesadaran Identitas Kebangsaan
4. Kepekaan Sosial dan Penghormatan pada Sang Guru
5. Aktif dalam Organisasi Pergerakan sebagai Wujud Nilai Kemanusiaan dan Keadilan Sosial
6. Aktif dalam Dunia Kepenulisan sebagai Wujud Nilai Kreatifitas
7. Pidato sebagai Wujud Nilai Keberanian

[14/5 21.52] +62 857-3344-2620:
2 poin akhir diatas kita diskusikan lebih lanjut di sesi diskusi ya, waktu ternyata sudah 20 menit 😊

Tidak ada komentar: